• Berita Terkini

    Senin, 13 Juni 2016

    IDI Minta Ganti Konsep Kebiri

    ILUSTRASI
    JAKARTA- Usai menolak tegas ditunjuk sebagai eksekutor hukuman kebiri, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berencana untuk segera bertemu dengan pemerintah dan DPR.  Mereka berniat meminta konsep hukuman kebiri diganti.


    Wakil Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih menuturkan, pihaknya berniat untuk berdialog dan memberikan masukan soal penanganan pelaku kejahatan seksual berdasarkan ilmu kedokteran. Sebab menurutnya, hukuman kebiri ini sejatinya tidak akan efektif karena hanya hanya bersifat temporer.


    "Selain harus disuntik beberapa kali, hukuman ini masih menyisakan pertanyaan besar. Pertanyaannya, setelah dua tahun (maksimal masa hukuman kebiri) siapa yang menjamin pelaku tidak kembali berbuat," ujarnya pada Koran ini, kemarin (12/6).


    Sebut saja, lanjut dia, ada hukuman tambahan dengan pemasangan chip sebagai detektor. Tapi, apakah teknologi tersebut sudah sangat matang dipersiapkan.

    Menurutnya, pemerintah salah intervensi dalam penanganan para predator seksual ini. Berdasarkan penelitian, sebagian besar pelaku kejahatan seksual memiliki masalah ganggguan jiwa. sehingga, bila ingin mengendalikan mereka harus dengan rehabilitasi mental.


    Dia mencontohkan, ada beberapa pria dengan tingkat libido tinggi atau hiperseksual. karena dia dalam kondisi baik maka hasrat tersebut disalurkan pada istrinya. "Mentok-mentok poligami lah. Tapi, bila jiwanya yang terganggu walaupun dia sudah tidak bisa turn on, dia bisa menggunakan berbagai cara untuk melakukan aksi cabulnya," papar pria asli madura, Jawa Timur itu.


    Dengan demikian, lanjut dia, maka penghilangan libido melalui suntik kebiri akan sia-sia. Biaya mahal suntik kebiri dinilai tidak akan maksimal hasilnya. Oleh karenanya, pihaknya berniat untuk segera bertemu perwakilan pemerintah dan DPR sebelum aturan turunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) no 1 Tahun 2016, soal perlindungan anak rampung.


    "Kami akan merekomendasikan untuk direhabilitasi,” ujarnya.


    Dalam proses rehab tersebut, dokter akan memeriksa kondisi pelaku untuk mengetahui penyebab tindakan kejinya. Bila memang terkait libido, maka dokter bisa menyuntikkan obat penurun sesuai dosis. Namun, bila masalah kondisi kejiwaan, pelaku bisa langsung mendapat pendampingan kejiwaan.


    Mereka akan direhab hingga dinyatakan siap diterjunkan kembali ke masyarakat oleh para ahli. Jika tidak, maka rehabilitasi harus terus dilanjut. ”Dengan begini bisa terus diawasi. Kemudian dokter juga tidak dipaksa untuk menyakiti tapi lebih ke mengobati. Jadi win-win solution,” ujarnya. Selain itu, imbuh dia, efek samping dari suntik kebiri pada pelaku bisa diminimalisir. Seperti diketahui, suntik kebiri bisa menimbulkan kekeroposan tulang bahkan membuat pria menjadi kewanita-wanitaan karena hormon wanita yang berlebih. (mia)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top