IMAM/EKSPRES |
Melejitnya sonokeling yang tiba-tiba inipun menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat. Pasalnya, sonokeling selama ini dikenal sebagai pohon liar yang tumbuh di pekarangan dan tanpa perlu perawatan khusus.
“Saat ini masyarakat sangat diuntungkan dengan naiknya harga kayu Sonokeling, padahal dulu kayu ini tidak begitu laku,” tutur warga RT 4 RW 3 Desa Pakuran Kecamatan Pejagoan tersebut, Jumat (15/7/2016).
Lebih lanjut dijelaskan, pohon Sonokeling dengan ukuran diameter 1 meter (sebesar pohon kelapa) saat ini laku dengan harga Rp 4-6 juta. Padahal untuk pohon jati saja dengan ukuran yang sama paling hanya akan ditawar dengan harga Rp 3-4 juta. Tingginya permintaan kayu Sonokeling membuat para penjual memilih untuk jemput bola, yakni mendatangi langsung para petani. “Saya mempunyai satu pohon yang sudah berkali-kali ditawar Rp 7 juta namun hingga kini belum saya berikan, biar untuk tabungan dulu” terangnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Suyatno (32) yang juga merupakan warga desa setempat. Menurutnya naiknya harga kayu Sonokeling baru berkisar dua tahun yang lalu. Awalnya mereka heran dengan melambung harga tersebut. “Satu pohon dengan diameter 1 meter, kalau dibuat almari, paling hanya menjadi dua unit. Jika satu almeri laku Rp 1,5 juta maka hasil penjualan almari hanya Rp 3 juta. Namun ada pembeli yang mau membeli pohon Sonokeling dengan ukuran tersebut, seharga Rp 5 juta,” katanya menyampaikan keheranan para pengrajin kayu saat itu.
Menurutnya, naiknya harga kayu Sonokeling disebabkan oleh tingginya permintaan untuk diekspor ke Jepang. Di negara Sakura tersebut, konon kayu Sanakeling akan dibuat untuk tegel lantai. “Saya dengar-dengar begitu. Makanya kini kayu jati jarang peminatnya, akibatnya harganya pun turun drastis,” ucapnya. (mam)