SAIFURROHMAN/EKSPRES |
Muklis sejatinya berprofesi sebagai tukang becak. Sehari-hari dia biasa mangkal di Jl Kusuma persisnya di depan pasar burung Koplak yang berada di Pasar Tumenggungan Kebumen. Namun, sepinya penumpang memaksanya untuk menggeluti profesi pemulung. "Penumpang becak ontel sepi, Mas. Sementara kebutuhan hidup terus naik. Jadi ya mau bagaimana lagi," katanya, (14/7/2016).
Demi mencari nafkah bagi keluarganya, Muklis bekerja siang dan malam. Dari pagi sampai sore, dia menunggu penumpang. Sekitar pukul 16.30 WIB, dia ganti profesi sebagai pemulung. Itu dilakukannya sampai pukul 02.00 WIB dini hari. Saat memulung, Muklis dibantu istrinya Parwiti (52). "Ini saya lakukan karena penghasilan narik beck sepi tidak cukup untuk menutup hutang di warung," ujarnya ditemui saat memilah milah sampah sebelum dimasukkan ke dalam karung.
Menurut Parwiti (52), dalam sehari mereka bisa mengumpulkan 3-4 karung sampah yang terdiri dari plastik botol minuman dan barang-barng lain. Sampah-sampah itu lantas mereka bawa pulang ke rumah untuk dipilah. Dari hasil memulung, Muklis dan Parwiti mengaku bisa mendapatkan penghasilan Rp 30- 40 ribu. Uang itu mereka pergunakan untuk menghidupi keluarga dan 8 anaknya. "Ya uangnya untuk kebutuhan belanja dan keperluan anak sekolah," kata Muklis. (cah)