JAKARTA – Vaksinasi ulang terhadap para korban vaksin palsu dimulai kemarin (18/7). Kehadiran Presiden Joko Widodo di Puskesmas Ciracas, Jakarta Timur, yang menjadi salah satu dari tiga lokasi vaksinasi ulang pun disambut antusias. Meski mengaku khawatir dampak vaksin palsu, sejumlah orang tua tetap membawa anak balitanya ke puskesmas dengan penuh harap.
Presiden bersama ibu negara tiba di puskesmas Ciracas pukul 8.30. Dia langsung menyapa dan berbincang dengan sejumlah orang tua. mereka menunggu giliran anaknya untuk divaksin ulang. Presiden pun berupaya meyakinkan para orang tua agar tidak panik dan menjanjikan upaya pemulihan dari pemerintah.
"Ini prosesnya panjang, dan perlu kehati-hatian dalam menelusurinya, "ujar Jokowi. Sehingga, semua anak yang menjadi korban juga bisa mendapat penanganan yang tepat. Kepada wartawan, Jokowi menyampaikan bahwa kunjungannya itu untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang jelas mengenai vaksin palsu.
Dia menginginkan pihak puskesmas hingga Kemenkes memberikan penjelasan yang benar kepada masyarakat. Di luar itu, Presiden menilai peristiwa vasin palsu bisa menjadi titik balik perbaikan distribusi di bidang medis. ’’Baik yang menyangkut industri farmasi dan distribusi obat-obatan, termasuk di dalamnya vaksin,’’ lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Perintah kepada kapolri juga sudah jelas, yakni meneliti satu persatu secara detail pelaku maupun jaringan yang terkait vaksin palsu. Sehingga, rantai peredaran vaksin palsu benar-benar bisa diputus.
Disinggung mengenai minimnya fasilitas kesehatan yang melakukan vaksin ulang, Jokowi menyatakan program tersebut memang baru dimulai. Program itu dimulai bersamaan dengan pendataan para korban. Di Puskesmas Ciracas sendiri terdata ada 167 anak yang divaksin ulang. ’’Tadi yang saya tanyakan, banyak di sini adalah (korban) dari salah seorang bidan yang sudah menjadi tersangka,’’ ucapnya.
Bidan yang dimaksud adalah Manogu Elly Novita yang kini menjadi tersangka di Bareskrim Polri. Jokowi mempersilakan para orang tua yang merasa putra-putrinya menjadi korban agar segera mendaftarkan diri. Anak-anak mereka akan divaksin ulang oleh negara melalui puskesmas.
Sementara itu, Mekes Nila F Moeloek menuturkan, pendataan dilakukan terhadap anak-anak yang pernah ditangani oleh para tersangka. Begitu ada bukti oknum petugas medis menggunakan vaksin palsu, pihaknya langsung membuka medical record pasien yang pernah bersentuhan dengan para tersangka.
Meskipun demikian, pihaknya mempersilakan orang tua yang tdiak pernah bersentuhan dengan tersangka untuk tetap mendaftarkan anaknya. Terutama, yang berasal dari klinik yang dicurigai menggunakan vaksin palsu. ’’Kalau ragu vaksinnya palsu atau tidak, silakan mendaftar,’’ ucapnya usai kunjungan Presiden.
Dia memastikan seluruh anak yang mendaftar akan dilayani. Apabila tidak terlayani kemarin, masih ada hari ini ataupun besok. Vaksinasi ulang itu juga bertujuan agar para orang tua merasa lebih tenang. Sebab, vaksin yang diberikan sudah dijamin keaslian dan kualitasnya. Vaksin tersebut merupakan bikinan Bio Farma, salah satu BUMN Farmasi.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Ciracas dr Winarto menuturkan, pihaknya menyediakan vaksin dengan jumlah yang cukup. Berapapun anak yang datang, dipastikan ada stok vaksin. Untuk saat ini, pihaknya tidak menetapkan batas waktu pemberian vaksinasi ulang tersebut. ’’Kami menunggu arahan lebih lanjut dari Dinas (Kesehatan DKI Jakarta),’’ ujarnya.
Salah satu orang tua, Nova Rosyita, menuturkan bahwa puterinya pernah ditangani oleh suster Irna di RS Harapan Bunda. Shafiah Adiva Farzana, nama sang buah hati, disarankan untuk vaksinasi ulang DPT booster karena divonis menderita campak. Rupanya, vaksin yang diberikan tersebut termasuk salah satu yang terindikasi palsu.
Vaksin tersebut bukan dari RS Harapan bunda. Saat itu, dr Leny yang menangani puterinya mengatakan bahwa persediaan vaksin RS habis. ’’Nanti vaksinnya dari kita ya bu, bukan dari rumah sakit,’’ ucap Nova menirukan ucapan dr Leny. Saat itu, bulan Maret 2016, Nova mengaku tidak sampai berpikir bahwa vaksin bisa dipalsukan.
Puterinya yang kala itu berusia 23 bulan pun divaksin. Kemudian, dia membayar biaya vaksin ke suster Irna, yang saat ini menjadi tersangka. Bahkan, Nova diberi diskon Rp 300 ribu karena berprofesi sebagai petugas medis. Saat muncul berita vaksin palsu, dia langsung ingat dengan suster Irna. ’’Suami saya bilang, dia pengepul botol. Langsung lemas badan saya,’’ kenang warga Bekasi itu. .
Bagaimana tidak, sebagai petugas medis, dia tahu betul risiko menggunakan botol ataupun wadah yang berasal dari sampah medis. Sampah medis itu berpotensi terkontaminasi apapun karena sudah digunakan menangani pasien lain. Dia bersyukur sampai saat divaksin ulang puterinya masih sehat. Hanya saja, pencernaannya menjadi lebih sensitif.
Sebelum divaksin ulang kemarin, anak-anak tersbeut diberikan assesment oleh dr. Ellen Sianipar, Sp.A. beberapa dari anak-anak tersebut disarankan untuk divaksin tiga kali dengan jeda masing-masing satu bulan. ’’Jadi nanti bulan Agustus dan September vaksin lagi,’’ ucapnya.
Revaksinasi juga digelar di Rumah Sakit Harapan Bunda Jakarta Timur. Namun, tidak seperti di Puskesmas dan RSU Ciracas, vaksin ulang di RS swasta yang berada di Jalan Raya Bogor tersebut justru berlangsung tertutup. Hanya petugas berkepentingan dan orang tua serta pasien korban vaksin palsu saja yang mendapat akses ke ruang vaksinasi.
Pantauan Jawa Pos, vaksin ulang dilaksanakan di lantai dua gedung RS Harapan Bunda. Orang tua pasien vaksin sebelumnya dihubungi oleh petugas melalui kontak telepon. Mereka yang mendapat panggilan langsung menuju ke ruang vaksinasi sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Erni Siregar, orang tua pasien korban vaksin palsu di RS Harapan Bunda mengatakan, petugas yang mengaku dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghubunginya sehari sebelum vaksinasi ulang. Warga Pondok Gede ini pun langsung menuju ke ruang vaksinasi yang ditentukan petugas. ”Sebelum divaksin, ada medical checkup dulu,” ungkapnya usai divaksin.
Menurut Erni, vaksinasi dilakukan oleh dokter Puskesmas Pasar Rebo, bukan pihak RS Harapan Bunda. Sayang, Erni enggan menerangkan secara detail jenis vaksin yang diberikan petugas untuk anaknya. ”Gak bayar, gratis,” ujarnya buru-buru meninggalkan wartawan.
Aktivitas di RS Harapan Bunda sejak pagi hingga sore kemarin memang berbeda dari hari biasanya. Pelayanan RS mendadak ditutup. Seluruh akses menuju lantai dua gedung juga dibatasi bagi umum. Bahkan, tidak ada satupun petugas medis atau staf manajemen RS setempat yang mau dikonfirmasi terkait tindaklanjut penanganan vaksin palsu.
Situasi itu membuat ratusan orang tua yang merasa anaknya menjadi pasien korban vaksin palsu geram. Sekitar pukul 12.10, sejumlah orang tua yang sudah menunggu sejak pagi mendesak manajemen RS memberikan penjelasan terkait tindaklanjut penyelesaian masalah vaksin palsu. ”Pihak RS jangan menyembunyikan diri,” pinta Maruli Silaban, orang tua pasien vaksin.
Ketegangan pun terjadi saat para orang tua lainnya juga mendesak manajemen RS menemui mereka. Petugas kepolisian yang berusaha menenangkan justru jadi bulan-bulanan kemarahan para orang tua. Mereka lantas mencari cara sendiri mengejar kejelasan pihak manajemen ke lantai dua.
”Jika RS tidak bertanggungjawab pada anak-anak kami, maka kami akan lebih banyak lagi hadir disini (RS Harapan Bunda, Red),” teriak Maruli yang anaknya divaksin di RS tersebut. Upaya para orang tua itu kandas lantaran tidak ada satupun akses naik ke lantai dua yang dibuka untuk mereka. ”Ini kok malah tertutup seperti ini ?,” kesalnya saat melihat pintu naik ke lantai dua dalam kondisi terkunci.
Ketua Aliansi Korban Vaksin Palsu Augus Siregar mengatakan, manajemen RS sudah mengingkari janji untuk memenuhi tuntutan para orang tua. Menurutnya, ada tujuh poin tuntutan yang sudah disepakati antara perwakilan orang tua dan pihak RS Harapan Bunda pada Jumat (15/7).
Pertama, menerbitkan daftar pasien yang di imunisasi periode 2003-2016 (15 Juli 2016). Kedua, para orang tua meminta RS membiayai medical checkup di fasilitas kesehatan (faskes) lain untuk mengetahui anak mereka korban palsu atau tidak. Ketiga, vaksin ulang dilakukan apabila hasil pemeriksaan kesehatan positif vaksin palsu.
Empat poin tuntutan lainnya berisi tentang permintaan orang tua yang mewajibkan RS Harapan Bunda untuk bertanggungjawab bila terjadi dampak kesehatan terhadap anak mereka. ”Semua anak yang diimunisasi periode 2003-2016 harus diperiksa, karena tidak menutup kemungkinan vaksin palsu itu terjadi sejak 2003,” tegasnya.
Hingga sore kemarin, tercatat ada 300-an pasien diduga korban vaksin palsu yang meyetorkan data ke petugas crisis centre korban vaksin palsu RS Harapan Bunda. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah seiring masih adanya orang tua yang datang ke RS tersebut. ”Ada 1.500 anak yang lahir di RS (Harapan Bunda, Red) ini setiap tahunnya,” imbuh Augus.
Sementara itu, tidak ada satupun petugas, staf ataupun direksi RS Harapan Bunda yang mau dikonfirmasi terkait tindaklanjut penanganan vaksin palsu. Mereka selalu menghindar ketika wartawan mencoba mengkonfirmasi masalah tersebut.
Sementara itu, Kasus pemalsuan vaksin bayi diprediksi akan menyeret lebih banyak dokter. Tidak hanya tiga dokter, Bareskrim memastikan memang ada informasi bahwa dokter yang berperan sebagai distributor vaksin palsu itu jumlahnya tidak hanya segelintir. Dalam waktu dekat, bisa jadi banyak dokter dan tenaga medis lain yang harus berurusan dengan kepolisian karena kasus tersebut.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya menuturkan, memang ada data yang baru diterima Bareskrim soal adanya banyak dokter yang diduga terlibat. Namun, penanganan kasus ini tidak boleh gegabah, sehingga data tersebut perlu diklarifikasi. ”Proses penelusuran terus berjalan,” paparnya.
Bahkan, memang ada data yang menyebut bahwa sejumlah dokter telah mendistribusikan vaksin palsu dalam waktu yang lama. Lebih lama dari pada dr Indra Sugiarno yang mendistribusikan vaksin palsu sejak Maret 2016. ”Kami harus mengacu pada data yang sesungguhnya,” jelasnya ditemui di kantor Bareskrim kemarin.
Agung juga angkat bicara soal kemungkinan para dokter itu juga tertipu oleh sales dan produsen vaksin palsu. Menurutnya, nanti akan dibuktikan satu per satu semua fakta yang ditemukan oleh Bareskrim. ”Kalau ditanya, apakah tertipu atau ada unsur kesengajaan, itu semua materi penyidikan. Tunggu di persidangan,” tegasnya.
Pengembangan kasus vaksin palsu ini dipastikan tidak hanya melibatkan 14 rumah sakit. Sebab, Bareskrim memastikan sedang bergerak memeriksa enam lokasi baru. Saat ditanya, apakah enam lokasi baru itu rumah sakit atau klinik, dia enggan blak-blakan. ”Nanti ya, masih dicek satgas vaksin palsu,” ucapnya.
Yang pasti, dalam waktu dekat akan ada sejumlah berkas kasus vaksin palsu yang akan selesai penyidikannya. Targetnya, minggu ini sudah ada berkas kasus yang dilimpahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). ”Tunggu penyidikan selesai, minggu ini targetnya,” terang mantan Wakil Dirtipideksus tersebut.
Hingga saat ini dari 23 tersangka yang ditetapkan Bareskrim, telah ada 20 tersangka yang ditahan. Ada tiga tersangka yang tidak ditahan karena alasan kemanusiaan. ”Ada tersangka yang baru memiliki anak dan membutuhkan perawatan,” paparnya.
Soal kemungkinan keterlibatan rumah sakit? Dia mengatakan bahwa alat bukti sedang ditelusuri kearah tersebut. Namun, tentu asas praduga tidak bersalah tetap harus diutamakan. ”Semua membutuhkan bukti ya,” jelasnya singkat.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa memang ada indikasi rumah sakit yang terdaftar membeli vaksin palsu rentan terjadi tindakan kekerasan. Karena itu, selain pengamanan yang perlu diperbaiki, ada langkah lain yang juga ditempuh. ”Ini soal tata cara pengumuman daftar rumah sakit pembeli vaksin palsu,” ujarnya.
Jadi, kalau sebelumnya daftar itu langsung diumumkan ke khalayak. Kedepan, Polri perlu untuk berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah (Polda) terlebih dahulu sebelum melakukan pengumuman. ”Biar penjagaan diperketat dulu, baru diumumkan,” terangnya.
Sementara Kuasa Hukum salah satu tersangka kasus vaksin palsu dr Indra Sugianto, Fahmi Rajab menuturkan bahwa sesuai pengakuan dr Indra, sebenarnya banyak dokter lain yang mendistribusikan vaksin palsu ke pasien. ”Namun, semua dokter itu juga tertipu dan tidak mengetahui bahwa vaksinnya palsu,” terangnya ditemui di kantor Bareskrim.
Banyaknya, dokter yang menggunakan vaksin dari Sales berinisial S itulah yang membuat dr Indra berani untuk membeli vaksin dari tersangka S. ”dr Indra saat membeli vaksin palsu itu sudah menanyakan pada si sales, palsu atau tidak. Salesnya menjawab asli dan bahkan bersumpah demi Tuhan,” ungkapnya.
Dia menuturkan, dr Indra yang tertipu itu bahkan juga melakukan vaksinasi pada anaknya yang berinisial B,8, dan cucunya yang berinisial N,4. ”Vaksinasi itu dilakukan pada Juni lalu. Bahkan ada catatan medisnya kalau keduanya divaksin,” terangnya.
Indra sendiri mengenal sales S saat ditawari vaksin palsu tersebut pada Januari 2016. Setelah itu, pada Februari, Indra akhirnya memesan 64 botol vaksin. ”Vaksinnya baru diterima pada Maret,” ujarnya.
Mengapa dr Indra membeli vaksin secara langsung? Dia menjelaskan bahwa pada Januari itu terjadi kelangkaan vaksin di Rumah Sakit RS Harapan Bunda. Namun, tidak terlihat adanya niatan rumah sakit tersebut memenuhi kebutuhan vaksin. ”Padahal, pasien dr Indra itu banyak yang meminta untuk vaksinasi. Makanya, dia berinisiatif sendiri,” paparnya.
Karena itu, seharusnya rumah sakit yang menaungi dr Indra juga harus diperiksa. Selain karena tidak menyediakan vaksin, rumah sakit juga pengawasannya sangat kurang. ”Botol-botol vaksin palsu itu juga dari rumah sakitkan,” terangnya.
Bagian lain, kakak kandung dr Indra, Darmayanti mengaku bahwa adiknya tersebut menyuntikkan vaksin palsu ke anak dan cucunya. ”Bagaimana mungkin tega seorang ayah dan kakek itu menyuntikkan racun ke darah dagingnya sendiri,” ungkapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Karena itulah, dia meminta pada semua pihak agar tidak lagi menghujat dr Indra. ”Dia hanya korban tertipu saja. Jangan diperlakukan seperti penjahat saja,” ujarnya ditemui di depan kantor Bareskrim.
Sementara itu, Bio Farma yang menjadi penyedia vaksin program imunisasi nasional juga angkat bicara soal fenomena vaksin palsu yang membuat resah masyarakat. Corporate Secretary PT Bio Farma M. Rahman Rustan menegaskan bahwa vaksin produksi Bio Farma selama ini tidak pernah kosong atau langka.
Setiap tahun, mereka bisa memproduksi sedikitnya 2 miliar dosis. Sedangkan angka pertumbuhan bayi setiap tahun hanya 5 ribu jiwa saja. ”Kami perlu perjelas yang dikatakan langka itu vaksin impor. Kalau produksi Bio Farma tidak sama sekali,” ujar Rahman usai menerima penghargaan dari Kementerian Hukum dan HAM di Istana Wakil Presiden Jalan Medan Merdeka Selatan, kemarin.
Selama ini Bio Farma sudah berhasil memproduksi 12 jenis vaksin. Antara lain DTP-HB (difteri, tetanus, pertusis, hepatitis B rekombian), DTP (difteri, tetanus, pertusis), DT (difteri, tetanus), Td (Tetanus difteri), TT (tetanus toksoid), OPV (oral polio vaccine), mOPV1 (Monovalent Oral Poliomyelitis tipe 1), Measles (campak), BCG (Bacile Calmete Guerin), Pentabio, Flubio, dan HepatitisB.
Rahman menuturkan bahwa di dunia ada sekitar 200 perusahaan pemproduksi vaksin. Tapi, dari jumlah tersebut kurang dari 30 perusahaan yang diakui oleh WHO. ”Bio Farma saalah satu yang diakui. Sudah sejak 1997. Kamipun sudah bisa produksi 12 jenis vaksin,” ungkap dia.
Vaksin yang dipalsu antara lain jenis pediacel dan tripacel. Vaksin tersebut sebenarnya juga diproduksi oleh Bio Farma. Tripacel misalnya adalah vaksin yang dipakai untuk DTP.
Saat ini, Bio Farma terus berkoordinasi dengan Kemenkes dan BPOM untuk menyediakan vaksin yang terbaik untuk masyarakat. Sebab, dikhawatirkan masyarakat jadi ragu dengan vaksin yang dibuat oleh perusahaan pelat merah itu. ”Kami sarankan imunisasi dari fasilitas kesehatan pemerintah,” ujara Rahman.
Terseretnya tiga orang dokter dalam aksi penyebaran vaksin palsu seolah jadi sambaran petir ditengah siang bolong. Masyarakat langsung gusar. Rasa tidak percaya pada profesi ini mulai menyeruak.
Menyikapi hal ini, Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ilham Oetama Marsis meminta agar posisi dokter dipertegas. Apakah yang bersangkutan betul-betul terlibat atau tidak. Dia turut mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera mengambil tindakan, supaya sikap paranoid masyarakat tidak berlarut. Terlebih, mulai muncul tindakan anarkis yang ditujukan pada sejumlah dokter di rumah sakit dan fasilitas kesehatan, tempat penyebaran vaksin palsu.
”Harus dijelaskan. Posisi dokter ini apakah memang sengaja terlibat atau justru tidak tahu,” ungkapnya.
Dari kacamata profesi sendiri, tenaga medis, terutama dokter, merupakan salah satu korban dari aksi kriminal tersebut. Pasalnya, dokter tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengadaan vaksin yang digunakan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan. pihaknya justru mempertanyakan pengawasan rumah sakit bagian farmasi, Badan POM dan Kemenkes atas penyebaran vaksin palsu ini.
”Dokter adalah pengguna. Tidak ada satupun aturan yang mengatur dokter bertanggung jawab terhadap pemalsuan vaksin di rumah sakit,” tegasnya.
Sementara itu, terkait proses hukum ketiga dokter yang dijadikan tersangka oleh Bareskrim, PB IDI akan terus mengawal proses yang berjalan. Dia mengatakan, pihaknya bersama Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Perssi) dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) juga akan memberikan bantuan advodkasi. Sehingga, proses hukum berjalan dengan baik.
Sementara itu, Komisi IX DPR telah menyepakati membentuk panitia pengawas untuk khusus memantau langkah pemerintah menanggulangi vaksin palsu. Anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay menyatakan, pembentukan panitia pengawas itu akan dilakukan bersamaan dengan rapat Komisi IX dengan pemerintah.
”Saat terbentuk, kita punya waktu leluasa terkait banyak hal, ini terkait banyak lembaga pemerintah. Bisa saja panja mengerjakan di luar yang dikerjakan kepolisian dan BPOM,” kata Saleh.
Komisi IX dalam hal ini memberi apresiasi atas langkah pemerintah menerapkan kebijakan vaksin ulang. Sedikit banyak, hal ini bisa meredam kegelisahan masyarakat. Ketua DPP Partai Amanat Nasional itu menyarankan, sebelum vaksin ulang, harus dilengkapi dengan medical check up yang memadai. ”Ini untuk melihat apa dampak kesehatan. Kalau ada dampak vaksin palsu, dirawat dulu,” jelasnya.
Saleh menegaskan bahwa Komisi IX meminta kasus ini diusut sampai tuntas. Dugaan-dugaan yang muncul diserahkan sepenuhnya pada proses penyidikan di kepolisian. DPR dalam hal ini akan mengawasi seluruh kinerja pemerintah. ”Kita akan awasi apakah langkah pemerintah sesuai dengan Undang Undang atau tidak,” tandasnya. (byu/tyo/idr/jun/mia/bay)
Presiden bersama ibu negara tiba di puskesmas Ciracas pukul 8.30. Dia langsung menyapa dan berbincang dengan sejumlah orang tua. mereka menunggu giliran anaknya untuk divaksin ulang. Presiden pun berupaya meyakinkan para orang tua agar tidak panik dan menjanjikan upaya pemulihan dari pemerintah.
"Ini prosesnya panjang, dan perlu kehati-hatian dalam menelusurinya, "ujar Jokowi. Sehingga, semua anak yang menjadi korban juga bisa mendapat penanganan yang tepat. Kepada wartawan, Jokowi menyampaikan bahwa kunjungannya itu untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang jelas mengenai vaksin palsu.
Dia menginginkan pihak puskesmas hingga Kemenkes memberikan penjelasan yang benar kepada masyarakat. Di luar itu, Presiden menilai peristiwa vasin palsu bisa menjadi titik balik perbaikan distribusi di bidang medis. ’’Baik yang menyangkut industri farmasi dan distribusi obat-obatan, termasuk di dalamnya vaksin,’’ lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Perintah kepada kapolri juga sudah jelas, yakni meneliti satu persatu secara detail pelaku maupun jaringan yang terkait vaksin palsu. Sehingga, rantai peredaran vaksin palsu benar-benar bisa diputus.
Disinggung mengenai minimnya fasilitas kesehatan yang melakukan vaksin ulang, Jokowi menyatakan program tersebut memang baru dimulai. Program itu dimulai bersamaan dengan pendataan para korban. Di Puskesmas Ciracas sendiri terdata ada 167 anak yang divaksin ulang. ’’Tadi yang saya tanyakan, banyak di sini adalah (korban) dari salah seorang bidan yang sudah menjadi tersangka,’’ ucapnya.
Bidan yang dimaksud adalah Manogu Elly Novita yang kini menjadi tersangka di Bareskrim Polri. Jokowi mempersilakan para orang tua yang merasa putra-putrinya menjadi korban agar segera mendaftarkan diri. Anak-anak mereka akan divaksin ulang oleh negara melalui puskesmas.
Sementara itu, Mekes Nila F Moeloek menuturkan, pendataan dilakukan terhadap anak-anak yang pernah ditangani oleh para tersangka. Begitu ada bukti oknum petugas medis menggunakan vaksin palsu, pihaknya langsung membuka medical record pasien yang pernah bersentuhan dengan para tersangka.
Meskipun demikian, pihaknya mempersilakan orang tua yang tdiak pernah bersentuhan dengan tersangka untuk tetap mendaftarkan anaknya. Terutama, yang berasal dari klinik yang dicurigai menggunakan vaksin palsu. ’’Kalau ragu vaksinnya palsu atau tidak, silakan mendaftar,’’ ucapnya usai kunjungan Presiden.
Dia memastikan seluruh anak yang mendaftar akan dilayani. Apabila tidak terlayani kemarin, masih ada hari ini ataupun besok. Vaksinasi ulang itu juga bertujuan agar para orang tua merasa lebih tenang. Sebab, vaksin yang diberikan sudah dijamin keaslian dan kualitasnya. Vaksin tersebut merupakan bikinan Bio Farma, salah satu BUMN Farmasi.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Ciracas dr Winarto menuturkan, pihaknya menyediakan vaksin dengan jumlah yang cukup. Berapapun anak yang datang, dipastikan ada stok vaksin. Untuk saat ini, pihaknya tidak menetapkan batas waktu pemberian vaksinasi ulang tersebut. ’’Kami menunggu arahan lebih lanjut dari Dinas (Kesehatan DKI Jakarta),’’ ujarnya.
Salah satu orang tua, Nova Rosyita, menuturkan bahwa puterinya pernah ditangani oleh suster Irna di RS Harapan Bunda. Shafiah Adiva Farzana, nama sang buah hati, disarankan untuk vaksinasi ulang DPT booster karena divonis menderita campak. Rupanya, vaksin yang diberikan tersebut termasuk salah satu yang terindikasi palsu.
Vaksin tersebut bukan dari RS Harapan bunda. Saat itu, dr Leny yang menangani puterinya mengatakan bahwa persediaan vaksin RS habis. ’’Nanti vaksinnya dari kita ya bu, bukan dari rumah sakit,’’ ucap Nova menirukan ucapan dr Leny. Saat itu, bulan Maret 2016, Nova mengaku tidak sampai berpikir bahwa vaksin bisa dipalsukan.
Puterinya yang kala itu berusia 23 bulan pun divaksin. Kemudian, dia membayar biaya vaksin ke suster Irna, yang saat ini menjadi tersangka. Bahkan, Nova diberi diskon Rp 300 ribu karena berprofesi sebagai petugas medis. Saat muncul berita vaksin palsu, dia langsung ingat dengan suster Irna. ’’Suami saya bilang, dia pengepul botol. Langsung lemas badan saya,’’ kenang warga Bekasi itu. .
Bagaimana tidak, sebagai petugas medis, dia tahu betul risiko menggunakan botol ataupun wadah yang berasal dari sampah medis. Sampah medis itu berpotensi terkontaminasi apapun karena sudah digunakan menangani pasien lain. Dia bersyukur sampai saat divaksin ulang puterinya masih sehat. Hanya saja, pencernaannya menjadi lebih sensitif.
Sebelum divaksin ulang kemarin, anak-anak tersbeut diberikan assesment oleh dr. Ellen Sianipar, Sp.A. beberapa dari anak-anak tersebut disarankan untuk divaksin tiga kali dengan jeda masing-masing satu bulan. ’’Jadi nanti bulan Agustus dan September vaksin lagi,’’ ucapnya.
Revaksinasi juga digelar di Rumah Sakit Harapan Bunda Jakarta Timur. Namun, tidak seperti di Puskesmas dan RSU Ciracas, vaksin ulang di RS swasta yang berada di Jalan Raya Bogor tersebut justru berlangsung tertutup. Hanya petugas berkepentingan dan orang tua serta pasien korban vaksin palsu saja yang mendapat akses ke ruang vaksinasi.
Pantauan Jawa Pos, vaksin ulang dilaksanakan di lantai dua gedung RS Harapan Bunda. Orang tua pasien vaksin sebelumnya dihubungi oleh petugas melalui kontak telepon. Mereka yang mendapat panggilan langsung menuju ke ruang vaksinasi sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Erni Siregar, orang tua pasien korban vaksin palsu di RS Harapan Bunda mengatakan, petugas yang mengaku dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghubunginya sehari sebelum vaksinasi ulang. Warga Pondok Gede ini pun langsung menuju ke ruang vaksinasi yang ditentukan petugas. ”Sebelum divaksin, ada medical checkup dulu,” ungkapnya usai divaksin.
Menurut Erni, vaksinasi dilakukan oleh dokter Puskesmas Pasar Rebo, bukan pihak RS Harapan Bunda. Sayang, Erni enggan menerangkan secara detail jenis vaksin yang diberikan petugas untuk anaknya. ”Gak bayar, gratis,” ujarnya buru-buru meninggalkan wartawan.
Aktivitas di RS Harapan Bunda sejak pagi hingga sore kemarin memang berbeda dari hari biasanya. Pelayanan RS mendadak ditutup. Seluruh akses menuju lantai dua gedung juga dibatasi bagi umum. Bahkan, tidak ada satupun petugas medis atau staf manajemen RS setempat yang mau dikonfirmasi terkait tindaklanjut penanganan vaksin palsu.
Situasi itu membuat ratusan orang tua yang merasa anaknya menjadi pasien korban vaksin palsu geram. Sekitar pukul 12.10, sejumlah orang tua yang sudah menunggu sejak pagi mendesak manajemen RS memberikan penjelasan terkait tindaklanjut penyelesaian masalah vaksin palsu. ”Pihak RS jangan menyembunyikan diri,” pinta Maruli Silaban, orang tua pasien vaksin.
Ketegangan pun terjadi saat para orang tua lainnya juga mendesak manajemen RS menemui mereka. Petugas kepolisian yang berusaha menenangkan justru jadi bulan-bulanan kemarahan para orang tua. Mereka lantas mencari cara sendiri mengejar kejelasan pihak manajemen ke lantai dua.
”Jika RS tidak bertanggungjawab pada anak-anak kami, maka kami akan lebih banyak lagi hadir disini (RS Harapan Bunda, Red),” teriak Maruli yang anaknya divaksin di RS tersebut. Upaya para orang tua itu kandas lantaran tidak ada satupun akses naik ke lantai dua yang dibuka untuk mereka. ”Ini kok malah tertutup seperti ini ?,” kesalnya saat melihat pintu naik ke lantai dua dalam kondisi terkunci.
Ketua Aliansi Korban Vaksin Palsu Augus Siregar mengatakan, manajemen RS sudah mengingkari janji untuk memenuhi tuntutan para orang tua. Menurutnya, ada tujuh poin tuntutan yang sudah disepakati antara perwakilan orang tua dan pihak RS Harapan Bunda pada Jumat (15/7).
Pertama, menerbitkan daftar pasien yang di imunisasi periode 2003-2016 (15 Juli 2016). Kedua, para orang tua meminta RS membiayai medical checkup di fasilitas kesehatan (faskes) lain untuk mengetahui anak mereka korban palsu atau tidak. Ketiga, vaksin ulang dilakukan apabila hasil pemeriksaan kesehatan positif vaksin palsu.
Empat poin tuntutan lainnya berisi tentang permintaan orang tua yang mewajibkan RS Harapan Bunda untuk bertanggungjawab bila terjadi dampak kesehatan terhadap anak mereka. ”Semua anak yang diimunisasi periode 2003-2016 harus diperiksa, karena tidak menutup kemungkinan vaksin palsu itu terjadi sejak 2003,” tegasnya.
Hingga sore kemarin, tercatat ada 300-an pasien diduga korban vaksin palsu yang meyetorkan data ke petugas crisis centre korban vaksin palsu RS Harapan Bunda. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah seiring masih adanya orang tua yang datang ke RS tersebut. ”Ada 1.500 anak yang lahir di RS (Harapan Bunda, Red) ini setiap tahunnya,” imbuh Augus.
Sementara itu, tidak ada satupun petugas, staf ataupun direksi RS Harapan Bunda yang mau dikonfirmasi terkait tindaklanjut penanganan vaksin palsu. Mereka selalu menghindar ketika wartawan mencoba mengkonfirmasi masalah tersebut.
Sementara itu, Kasus pemalsuan vaksin bayi diprediksi akan menyeret lebih banyak dokter. Tidak hanya tiga dokter, Bareskrim memastikan memang ada informasi bahwa dokter yang berperan sebagai distributor vaksin palsu itu jumlahnya tidak hanya segelintir. Dalam waktu dekat, bisa jadi banyak dokter dan tenaga medis lain yang harus berurusan dengan kepolisian karena kasus tersebut.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya menuturkan, memang ada data yang baru diterima Bareskrim soal adanya banyak dokter yang diduga terlibat. Namun, penanganan kasus ini tidak boleh gegabah, sehingga data tersebut perlu diklarifikasi. ”Proses penelusuran terus berjalan,” paparnya.
Bahkan, memang ada data yang menyebut bahwa sejumlah dokter telah mendistribusikan vaksin palsu dalam waktu yang lama. Lebih lama dari pada dr Indra Sugiarno yang mendistribusikan vaksin palsu sejak Maret 2016. ”Kami harus mengacu pada data yang sesungguhnya,” jelasnya ditemui di kantor Bareskrim kemarin.
Agung juga angkat bicara soal kemungkinan para dokter itu juga tertipu oleh sales dan produsen vaksin palsu. Menurutnya, nanti akan dibuktikan satu per satu semua fakta yang ditemukan oleh Bareskrim. ”Kalau ditanya, apakah tertipu atau ada unsur kesengajaan, itu semua materi penyidikan. Tunggu di persidangan,” tegasnya.
Pengembangan kasus vaksin palsu ini dipastikan tidak hanya melibatkan 14 rumah sakit. Sebab, Bareskrim memastikan sedang bergerak memeriksa enam lokasi baru. Saat ditanya, apakah enam lokasi baru itu rumah sakit atau klinik, dia enggan blak-blakan. ”Nanti ya, masih dicek satgas vaksin palsu,” ucapnya.
Yang pasti, dalam waktu dekat akan ada sejumlah berkas kasus vaksin palsu yang akan selesai penyidikannya. Targetnya, minggu ini sudah ada berkas kasus yang dilimpahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). ”Tunggu penyidikan selesai, minggu ini targetnya,” terang mantan Wakil Dirtipideksus tersebut.
Hingga saat ini dari 23 tersangka yang ditetapkan Bareskrim, telah ada 20 tersangka yang ditahan. Ada tiga tersangka yang tidak ditahan karena alasan kemanusiaan. ”Ada tersangka yang baru memiliki anak dan membutuhkan perawatan,” paparnya.
Soal kemungkinan keterlibatan rumah sakit? Dia mengatakan bahwa alat bukti sedang ditelusuri kearah tersebut. Namun, tentu asas praduga tidak bersalah tetap harus diutamakan. ”Semua membutuhkan bukti ya,” jelasnya singkat.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa memang ada indikasi rumah sakit yang terdaftar membeli vaksin palsu rentan terjadi tindakan kekerasan. Karena itu, selain pengamanan yang perlu diperbaiki, ada langkah lain yang juga ditempuh. ”Ini soal tata cara pengumuman daftar rumah sakit pembeli vaksin palsu,” ujarnya.
Jadi, kalau sebelumnya daftar itu langsung diumumkan ke khalayak. Kedepan, Polri perlu untuk berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah (Polda) terlebih dahulu sebelum melakukan pengumuman. ”Biar penjagaan diperketat dulu, baru diumumkan,” terangnya.
Sementara Kuasa Hukum salah satu tersangka kasus vaksin palsu dr Indra Sugianto, Fahmi Rajab menuturkan bahwa sesuai pengakuan dr Indra, sebenarnya banyak dokter lain yang mendistribusikan vaksin palsu ke pasien. ”Namun, semua dokter itu juga tertipu dan tidak mengetahui bahwa vaksinnya palsu,” terangnya ditemui di kantor Bareskrim.
Banyaknya, dokter yang menggunakan vaksin dari Sales berinisial S itulah yang membuat dr Indra berani untuk membeli vaksin dari tersangka S. ”dr Indra saat membeli vaksin palsu itu sudah menanyakan pada si sales, palsu atau tidak. Salesnya menjawab asli dan bahkan bersumpah demi Tuhan,” ungkapnya.
Dia menuturkan, dr Indra yang tertipu itu bahkan juga melakukan vaksinasi pada anaknya yang berinisial B,8, dan cucunya yang berinisial N,4. ”Vaksinasi itu dilakukan pada Juni lalu. Bahkan ada catatan medisnya kalau keduanya divaksin,” terangnya.
Indra sendiri mengenal sales S saat ditawari vaksin palsu tersebut pada Januari 2016. Setelah itu, pada Februari, Indra akhirnya memesan 64 botol vaksin. ”Vaksinnya baru diterima pada Maret,” ujarnya.
Mengapa dr Indra membeli vaksin secara langsung? Dia menjelaskan bahwa pada Januari itu terjadi kelangkaan vaksin di Rumah Sakit RS Harapan Bunda. Namun, tidak terlihat adanya niatan rumah sakit tersebut memenuhi kebutuhan vaksin. ”Padahal, pasien dr Indra itu banyak yang meminta untuk vaksinasi. Makanya, dia berinisiatif sendiri,” paparnya.
Karena itu, seharusnya rumah sakit yang menaungi dr Indra juga harus diperiksa. Selain karena tidak menyediakan vaksin, rumah sakit juga pengawasannya sangat kurang. ”Botol-botol vaksin palsu itu juga dari rumah sakitkan,” terangnya.
Bagian lain, kakak kandung dr Indra, Darmayanti mengaku bahwa adiknya tersebut menyuntikkan vaksin palsu ke anak dan cucunya. ”Bagaimana mungkin tega seorang ayah dan kakek itu menyuntikkan racun ke darah dagingnya sendiri,” ungkapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Karena itulah, dia meminta pada semua pihak agar tidak lagi menghujat dr Indra. ”Dia hanya korban tertipu saja. Jangan diperlakukan seperti penjahat saja,” ujarnya ditemui di depan kantor Bareskrim.
Sementara itu, Bio Farma yang menjadi penyedia vaksin program imunisasi nasional juga angkat bicara soal fenomena vaksin palsu yang membuat resah masyarakat. Corporate Secretary PT Bio Farma M. Rahman Rustan menegaskan bahwa vaksin produksi Bio Farma selama ini tidak pernah kosong atau langka.
Setiap tahun, mereka bisa memproduksi sedikitnya 2 miliar dosis. Sedangkan angka pertumbuhan bayi setiap tahun hanya 5 ribu jiwa saja. ”Kami perlu perjelas yang dikatakan langka itu vaksin impor. Kalau produksi Bio Farma tidak sama sekali,” ujar Rahman usai menerima penghargaan dari Kementerian Hukum dan HAM di Istana Wakil Presiden Jalan Medan Merdeka Selatan, kemarin.
Selama ini Bio Farma sudah berhasil memproduksi 12 jenis vaksin. Antara lain DTP-HB (difteri, tetanus, pertusis, hepatitis B rekombian), DTP (difteri, tetanus, pertusis), DT (difteri, tetanus), Td (Tetanus difteri), TT (tetanus toksoid), OPV (oral polio vaccine), mOPV1 (Monovalent Oral Poliomyelitis tipe 1), Measles (campak), BCG (Bacile Calmete Guerin), Pentabio, Flubio, dan HepatitisB.
Rahman menuturkan bahwa di dunia ada sekitar 200 perusahaan pemproduksi vaksin. Tapi, dari jumlah tersebut kurang dari 30 perusahaan yang diakui oleh WHO. ”Bio Farma saalah satu yang diakui. Sudah sejak 1997. Kamipun sudah bisa produksi 12 jenis vaksin,” ungkap dia.
Vaksin yang dipalsu antara lain jenis pediacel dan tripacel. Vaksin tersebut sebenarnya juga diproduksi oleh Bio Farma. Tripacel misalnya adalah vaksin yang dipakai untuk DTP.
Saat ini, Bio Farma terus berkoordinasi dengan Kemenkes dan BPOM untuk menyediakan vaksin yang terbaik untuk masyarakat. Sebab, dikhawatirkan masyarakat jadi ragu dengan vaksin yang dibuat oleh perusahaan pelat merah itu. ”Kami sarankan imunisasi dari fasilitas kesehatan pemerintah,” ujara Rahman.
Terseretnya tiga orang dokter dalam aksi penyebaran vaksin palsu seolah jadi sambaran petir ditengah siang bolong. Masyarakat langsung gusar. Rasa tidak percaya pada profesi ini mulai menyeruak.
Menyikapi hal ini, Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ilham Oetama Marsis meminta agar posisi dokter dipertegas. Apakah yang bersangkutan betul-betul terlibat atau tidak. Dia turut mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera mengambil tindakan, supaya sikap paranoid masyarakat tidak berlarut. Terlebih, mulai muncul tindakan anarkis yang ditujukan pada sejumlah dokter di rumah sakit dan fasilitas kesehatan, tempat penyebaran vaksin palsu.
”Harus dijelaskan. Posisi dokter ini apakah memang sengaja terlibat atau justru tidak tahu,” ungkapnya.
Dari kacamata profesi sendiri, tenaga medis, terutama dokter, merupakan salah satu korban dari aksi kriminal tersebut. Pasalnya, dokter tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengadaan vaksin yang digunakan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan. pihaknya justru mempertanyakan pengawasan rumah sakit bagian farmasi, Badan POM dan Kemenkes atas penyebaran vaksin palsu ini.
”Dokter adalah pengguna. Tidak ada satupun aturan yang mengatur dokter bertanggung jawab terhadap pemalsuan vaksin di rumah sakit,” tegasnya.
Sementara itu, terkait proses hukum ketiga dokter yang dijadikan tersangka oleh Bareskrim, PB IDI akan terus mengawal proses yang berjalan. Dia mengatakan, pihaknya bersama Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Perssi) dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) juga akan memberikan bantuan advodkasi. Sehingga, proses hukum berjalan dengan baik.
Sementara itu, Komisi IX DPR telah menyepakati membentuk panitia pengawas untuk khusus memantau langkah pemerintah menanggulangi vaksin palsu. Anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay menyatakan, pembentukan panitia pengawas itu akan dilakukan bersamaan dengan rapat Komisi IX dengan pemerintah.
”Saat terbentuk, kita punya waktu leluasa terkait banyak hal, ini terkait banyak lembaga pemerintah. Bisa saja panja mengerjakan di luar yang dikerjakan kepolisian dan BPOM,” kata Saleh.
Komisi IX dalam hal ini memberi apresiasi atas langkah pemerintah menerapkan kebijakan vaksin ulang. Sedikit banyak, hal ini bisa meredam kegelisahan masyarakat. Ketua DPP Partai Amanat Nasional itu menyarankan, sebelum vaksin ulang, harus dilengkapi dengan medical check up yang memadai. ”Ini untuk melihat apa dampak kesehatan. Kalau ada dampak vaksin palsu, dirawat dulu,” jelasnya.
Saleh menegaskan bahwa Komisi IX meminta kasus ini diusut sampai tuntas. Dugaan-dugaan yang muncul diserahkan sepenuhnya pada proses penyidikan di kepolisian. DPR dalam hal ini akan mengawasi seluruh kinerja pemerintah. ”Kita akan awasi apakah langkah pemerintah sesuai dengan Undang Undang atau tidak,” tandasnya. (byu/tyo/idr/jun/mia/bay)