Dapat Mengurangi Syarat Minimal 24 Jam/Pekan
JAKARTA – Kehebohan pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy tidak berhenti soal sistem full day school. Menteri asal Malang itu juga sempat melontarkan pemangkasan beban jam mengajar guru. Dari semula 24 jam pelajaran/pekan, menjadi 12 jam pelajaran/pekan.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GKT) Kemendikbud Sumarna Surapranata menuturkan, yang dimaksud oleh Muhadjir itu bukan pengurangan batas minimal. ’’Batas minimal mengajarnya tetap 24 jam tatap muka per pekan sesuai undang-undang,’’ katanya di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan yang sedang digodok Kemendikbud adalah, memperbanyak ekuivalensi atau penyetaraan beban mengajar. Dengan ekuivalensi itu, guru tidak perlu lagi repot lagi mengajar di banyak sekolah untuk mengejar beban minimal 24 jam pelajaran/pekan. Hasil evaluasi Kemendikbud, pembelajaran oleh guru yang mengajar di banyak sekolah tidak efektif.
’’Karena capek, di kelas menggunakan model catat buku sampai abis,’’ jelasnya lantas tertawa. Pejabat yang akrab disapa Pranata itu menjelaskan Kemendikbud akan memperbanyak kegiatan-kegiatan guru yang bisa digunakan untuk ekuivalensi atau pengurangan beban mengajar.
Diantaranya adalah guru yang menjadi pengurus organisasi profesi akan mendapatkan pemotongan 2 jam pelajaran. Sehingga di dalam kelas dia tinggal memenuhi 22 jam pelajaran per pekan. Lalu guru yang mengajar peer group atau dua guru dalam satu rombongan belajar (rombel), juga bisa dihitung beban mengajar.
Pranata mengatakan guru-guru produktif di SMK sangat memungkinkan mengajar secara peer group. Sebab pembelajaran praktek-praktek dengan jumlah siswa yang banyak, lebih efektif dipegang oleh beberapa guru. Sehingga siswa menjadi kelompok-kelompok kecil di bengkel atau laboratorium.
Pejabat yang hobi makan durian itu menuturkan aturan baru ekuivalensi itu akan keluar bulan ini juga. Dia menegaskan bahwa acuan utama beban mengajar guru tetap 24 jam pelajaran per pekan. Jika dikonversi ke jam normal, dalam sepekan guru bekerja minimal 17,5 jam. Bandingkan dengan rata-rata PNS non guru yang bekerja mencapai 37,5 jam per pekan.
Plt Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menyambut baik kebijakan ekuivalensi beban mengajar itu. Dia mengatakan selama ini sudah ada ketentuan ekuivalensi atau penyetaraan, namun di lapangan tidak berjalan dengan baik. Sehingga masih banyak guru yang terpaksa mengajar di banyak sekolah untuk mengejar 24 jam per pekan.
Guru-guru itu nekat mengajar di banyak tempat, karena syarat utama mendapatkan tunjangan profesi guru adalah mengajar minimal 24 jam per pekan. ’’Guru juga ada tugas seperti menjadi wali kelas, mengisi rapor, guru ekstrakurikuler, itu harus dihargai sebagai jam mengajar,’’ tandasnya. (wan)
JAKARTA – Kehebohan pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy tidak berhenti soal sistem full day school. Menteri asal Malang itu juga sempat melontarkan pemangkasan beban jam mengajar guru. Dari semula 24 jam pelajaran/pekan, menjadi 12 jam pelajaran/pekan.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GKT) Kemendikbud Sumarna Surapranata menuturkan, yang dimaksud oleh Muhadjir itu bukan pengurangan batas minimal. ’’Batas minimal mengajarnya tetap 24 jam tatap muka per pekan sesuai undang-undang,’’ katanya di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan yang sedang digodok Kemendikbud adalah, memperbanyak ekuivalensi atau penyetaraan beban mengajar. Dengan ekuivalensi itu, guru tidak perlu lagi repot lagi mengajar di banyak sekolah untuk mengejar beban minimal 24 jam pelajaran/pekan. Hasil evaluasi Kemendikbud, pembelajaran oleh guru yang mengajar di banyak sekolah tidak efektif.
’’Karena capek, di kelas menggunakan model catat buku sampai abis,’’ jelasnya lantas tertawa. Pejabat yang akrab disapa Pranata itu menjelaskan Kemendikbud akan memperbanyak kegiatan-kegiatan guru yang bisa digunakan untuk ekuivalensi atau pengurangan beban mengajar.
Diantaranya adalah guru yang menjadi pengurus organisasi profesi akan mendapatkan pemotongan 2 jam pelajaran. Sehingga di dalam kelas dia tinggal memenuhi 22 jam pelajaran per pekan. Lalu guru yang mengajar peer group atau dua guru dalam satu rombongan belajar (rombel), juga bisa dihitung beban mengajar.
Pranata mengatakan guru-guru produktif di SMK sangat memungkinkan mengajar secara peer group. Sebab pembelajaran praktek-praktek dengan jumlah siswa yang banyak, lebih efektif dipegang oleh beberapa guru. Sehingga siswa menjadi kelompok-kelompok kecil di bengkel atau laboratorium.
Pejabat yang hobi makan durian itu menuturkan aturan baru ekuivalensi itu akan keluar bulan ini juga. Dia menegaskan bahwa acuan utama beban mengajar guru tetap 24 jam pelajaran per pekan. Jika dikonversi ke jam normal, dalam sepekan guru bekerja minimal 17,5 jam. Bandingkan dengan rata-rata PNS non guru yang bekerja mencapai 37,5 jam per pekan.
Plt Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menyambut baik kebijakan ekuivalensi beban mengajar itu. Dia mengatakan selama ini sudah ada ketentuan ekuivalensi atau penyetaraan, namun di lapangan tidak berjalan dengan baik. Sehingga masih banyak guru yang terpaksa mengajar di banyak sekolah untuk mengejar 24 jam per pekan.
Guru-guru itu nekat mengajar di banyak tempat, karena syarat utama mendapatkan tunjangan profesi guru adalah mengajar minimal 24 jam per pekan. ’’Guru juga ada tugas seperti menjadi wali kelas, mengisi rapor, guru ekstrakurikuler, itu harus dihargai sebagai jam mengajar,’’ tandasnya. (wan)