saefur/ekspres |
Fenomena itupun tak ingin disia-siakan oleh sekelompok siswa SMK N 2 Kebumen yang rela mendaki Gunung Pranji pada malam Minggu kemarin. Fenomena langka itu terlihat pada pukul 20.00-21.00 WIB. Sayangnya, mereka tak bisa melihat fenomena langka itu karena cuaca tidak mendukung. Pada malam itu, langit Kebumen hujan turun.
Guru pendamping Siswa SMK N 2 Kebumen, Prio Bagong (28) mengatakan, kegiatan pendakian Pranji kemarin sekaligus dalam rangka kegiatan ekstra kurikuler pecinta alam dan Teater OMOP. Melalui kegiatan di alam, diharapkan akan mendekatkan para siswa dengan alam indah maha karya Tuhan.
Awalnya, mereka sempat kecewa tak dapat melihat gugusan bintang indah itu. Namun, kekecewaan itu sedikit terobati karena mereka sempat melihatnya pada Minggu dini hari sekitar pukul 02.00 WIB. Rombongan yang terdiri dari 14 orang itu sempat melihat gugusan bintang dan galaksi Bimasakti. "Kami merasa takjub dengan keindahan yang diciptakan oleh Allah SWT," katan Prio.
Roni Noviana (18) siswa kelas XII SMK N 2 Kebumen pun mengungkapkan kekagumannya. Meski sempat harus berlindung dalam tenda saat hujan mengguyur, akhirnya dia dapat menyaksikan galaksi Bimasakti. "Saya sangat takjub dengan keindahan yang Maha Kuasa ciptakan dengan taburan bintang yang indah dan luas. Apalagi banyak juga bintang bintang berjatuhan membuat saya semakin terpukau dengan fenomena ini," katanya.
Keindahan itu berlanjut pada pagi hari saat matahari terbit. Kesempatan itu tak disia-siakan para siswa SMKN 2 Kebumen untuk berswafoto di atas Gunung Pranji.
Dari sejumlah sumber, Galaksi kita Bima Sakti memiliki banyak nama, antara lain Sungai Perak atau Gingga dalam bahasa Jepang, Jalur Susu atau Milky Way dalam bahasa Inggris, atau Selendangnya Bima atau Bima Sakti dalam bahasa Indonesia, adalah gugusan ratusan miliaran bintang yang redup namun mampu menampilkan panorama langit yang sangat indah.
Sayangnya, bagi kita yang tinggal di perkotaan, polusi cahaya dari hamburan cahaya lampu perkotaan menyebabkan langit tampak terang, sehingga mengalahkan cahaya bintang-bintang di langit malam.
Namun, fenomena itu bisa terlihat. Ahli astronomi dan astrofisika, Thomas Djamaluddin menggagas “kampanye langit gelap” untuk kembali menikmati indahnya malam bertabur bintang. Caranya, pada malam itu semua lampu di luar ruangan, sedapat mungkin termasuk lampu jalan dimatikan. Cukup satu jam saja, pukul 20.00–21.00.
Saat itu ketika langit mulai gelap total (karena matahari sudah jauh terbenam dan cahaya senja sudah menghilang) dan aktivitas di luar ruangan mulai berkurang, semua lampu luar dimatikan. Dengan demikian, kita berpeluang besar untuk mengamati langit yang cerah bertabur bintang kalau gangguan polusi cahaya diminimalkan. (saefur/cah)