SUBEKAN/RADAR KUDUS |
Pengorbanan Sersan M. Joesoef memperjuangkan Kemerdekaan NKRI dari tangan penjajah seakan tak ada artinya. Usai Presiden pertama R1 Soekarno dilengserkan, mantan anggota Resimen Tjakrabirawa ini dituduh terlibat kasus 1965. Dia pun merasakan dinginnya jeruji penjara. Bahkan rumah beserta istrinya yang hamil tujuh bulan dibakar.
-----------------------
SUBEKAN, Blora
----------------------
KULITNYA sudah keriput. Giginya ompong. Usianya sesuai KTP 90 tahun, yakni kelahiran 16 Mei 1926. Namun aslinya lelaki bernama Sersan M. Joesoef ini berusia 94 tahun. Ketika membuat KTP, sengaja dimudakan empat tahun.
Meski sudah tua, namun bicaranya masih begitu jelas. Ketika menceritakan masa mudanya, matanya memerah. Dia masih terngiang-ngiang kenangan pahit yang menimpanya.
Sersan M. Joesoef merupakan pejuang Kemerdekaan NKRI. Namun perjuangannya seakan sia-sia. Bahkan, pengorbanannya yang diberikan kepada negara ini berubah menjadi petaka. Bagaimana tidak, sejak presiden pertama Soekarno dilengserkan, laki-laki tujuh bersaudara ini dituduh ikut terlibat dalam kasus 1965 oleh pemerintahan Soeharto.
Akibatnya, suami dari istri yang menjadi korban keganasan pemerintahan Soeharto ini, dimasukkan dalam penjara untuk mempertanggungjawabkan tuduhan kasus 1965 yang tidak dia lakukan.
Putra dari pasangan Kiai Kusnan dan Siti Zaenab ini mengaku, kali pertama bergabung menjadi tentara di usia 22 tahun. Saat itu dia bergabung Tentara Pelajar. Sejak bergabung menjadi pejuang, laki-laki yang tingal di Desa Doplang, Kecamatan Jati, Blora, ini banyak mengikuti peperangan.
Di antaranya, terlibat bersama para pemuda Bandung dalam peristiwa Bandung Lautan Api tahun 1946; penumpasan pemberontakan Andi Aziz tahun 1950; penumpasan RMS pada Oktober 1950; dan merebut kembali lapangan Jailolo di Maluku pada tahun 1953.
Sersan M. Joesoef juga ikut berjuang di Palembang; Padang Bukit Tinggi tahun 1958; Riau tahun 1961-1962 dan lain sebagainya. ”Setelah peperangan itu, saya sempat juga pergi ke Malaysia pada tanggal 12 Januari hingga 15 Januari untuk mengikuti pimpinan saya. Setelah itu kembali lagi berjuang bersama pejuang lainnya,” jelasnya.
Lelaki kelahiran Desa Balun Sudagaran, Kecamatan Cepu, Blora, ini menambahkan, pada 1965 dia direkrut menjadi anggota Resimen Tjakrabirawa. Sejak menjadi anggota resimen inilah, petaka mulai terjadi. Dia dibidik orang-orang yang anti-Soekarno.
”Saya diburu. Rumah saya di Jakarta dan Bandung dibakar. Istri saya yang hamil tujuh bulan meninggal dunia dalam kebakaran itu. Saat dibakar, istri di dalam rumah,” ungkap laki-laki yang tidak bisa melupakan kenangan pahit itu.
Selain kehilangan istri dan rumah, seluruh arsip miliknya juga terbakar. Hal itu membuatnya sangat gelisah. Bahkan, dia juga ikut ditahan di rezim pemerintahan Soeharto.
Sersan M. Joesoef sempat meringkuk di LP Salemba Tengah. Dia mengaku pernah disiksa bersama teman-temannya. Kuku di kaki dan tangannya dicopot dengan paksa hingga berdarah-darah. Dia pun disiksa hingga sempat putus asa untuk bertahan hidup.
Beruntung tahun 1967 Sersan M. Joesoef dilepaskan dari LP. Dia pun mengawali hidup barunya itu dengan mengontrak sebuah rumah di Jalan Pramuka Jakarta. Dia tidak punya apa-apa. Rumahnya sudah hangus dibakar.
Untungnya, saat itu dia masih mempunyai becak yang sempat disewa para tetangganya. Sehingga dalam kebakaran itu, becaknya tidak ikut terbakar. ”Dulu saya punya 13 becak yang disewa tetangga. Becaknya dibawa ke rumah masing-masing penyewa. Akhirnya becak saya ambil untuk saya gunakan bekerja dan memulai hidup baru,” jelasnya.
Pada 1982, M. Joesoef kembali ke Blora hingga sekarang. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia menyibukkan diri menjadi tukang cat minyak dan plester kayu.
Hingga sekarang, Sersan M. Joesoef masih hidup sendirian. Dia begitu sayang terhadap almarhumah istrinya yang dibakar hidup-hidup. Untuk itu, dia memutuskan tidak menikah lagi. Saat ini M. Joesoef hidup bersama adiknya yang juga sudah berusia lanjut.
Kecintaannya terhadap tanah air dan keinginan untuk merdeka, membuat M. Joesoef tidak pernah menyesali seluruh perjuangannya. Saat ini M Joesoef hanya mempunyai kenangan perjuangan dan dua lencana yang dibawanya. Sementara delapan lencana lainnya sudah hangus dan hilang saat rumahnya dibakar orang tak bertanggung jawab. ”Seragam saya juga sudah terbakar bersama rumah saya,” ucapnya. (*/lil)