ilustrasi |
Jakarta -- Musim hujan diprediksi menyapa sebagian besar wilayah Indonesia lebih awal. Anomali ini terkait dengan fenomena La Nina sebagai dampak El Nino tahun lalu. Fenomena ini diprediksi mendatangkan intensitas hujan berlebih yang berpotensi mengakibatkan bencana hidrologi meningkat.
Kepala BMKG Andi Eka Sakya menyampaikan, banyak fenomena alam yang mendukung meningkatnya curah hujan di Indonesia banyak terjadi tahun ini. Pertama, fenomena La Nina sudah terdeteksi meski masih lemah pada akhir Agustus lalu. Fenomena ini diperkirakan menguat pada November dan bertahan hingga awal 2017.
Bersamaan dengan La Nina, terjadi pula fenomena Dipole Mode negatif yang ditunjukkan oleh suhu muka laut diperairan Hindia bagian Timur. saat keadaan itu, perairan Hindia sebelah barat mengalami pedinginan suhu muka laut. Akibatnya awan-awan akan banyak tumbuh sebelah barat wilayah Indonesia dan sekitarnya.
”Perpaduan ini mengakibatkan majunya awal musim hujan di Indonesia. Sekitar 92,7 persen dari seluruh wilayah di Indonesi mengalami awal musim hujan yang maju sejak Agustus,” tuturnya usai repat koordinasi penanganan bencana di Kantor Kemenko PMK, Jakarta,kemarin (2/9).
Gabungan dua kondisi ini, menyebabkan potensi curah hujan mengalami kenaikan hingga 200 persen di sebagian besar wilayah Indonesia seperti Jawa, Sulawesi bagian timur, Papua bagian tengah dan Kalimantan serta Sumatera bagian selatan.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani mengatakan, prediksi tersebut harus ditanggapi serius oleh seluruh kementerian/ lembaga, tak terkecuali pemerintah daerah. Pasalnya, kombinasi antara La Nina, Dipole Mode, dan anomali suhu muka air laut yang hangat bisa menjadi ancaman serius terhadap resiko bencana di Indonesia.
Kementerian PUPERA diminta melakukan pemeriksaan infrastruktur secara berkala. Kemudian, BMKG agar berkoordinasi dengan BNPB dalam melakukan update data harian terkait dengan kondisi cuaca yang berpotensi bencana serta soal pemasangan sistem deteksi dini bencana.
Kemendagri turut didesak segera mengeluarkan surat edaran berkaitan dengan bahaya banjir dan longsor, Kemenkes menyiapkan obat-obatan, Kemensos menyiapkan shelter dan buffer stock, Kementan menyediakan buffer stock beras, dan Pemda melakukan kesiapsiagaan darurat di daerah. ”Hujan Agustus-September ini diperkirakan terjadi dengan intensitas tinggi. Karenanya, saya instruksikan agar memaksimalkan upaya antisipasi banjir dan longsor,” ungkapnya.
Kepala BNPB Willem Rampanggilei mengaku sudah melakukan langkah antisipasi. Selain melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, BNPB sudah menggelontorkan dana siap pakai sebesar Rp 166 Miliar untuk daerah rawan bencana. ”Kita juga pastikan masyarakat telah mendapat edukasi soal ancaman bencana ini. karena, ada 63,7 juta warga kita terancam banjir dan 40,9 juta warga terancam longsor,” ungkapnya.
Sepanjang 2016 sendiri, BNPB mencatat terdapat 1.495 kejadian bencana di Indonesia yang menyebabkan 257 orang meninggal dunia, 2,86 juta orang menderita dan mengungsi, dan ribuan rumah rusak. Jumlah korban ini lebih besar dari tahun lalu, 167 orang.
”Lebih dari 95 persen dari bencana tersebut adalah bencana hidrometeorologi yang dipengaruhi oleh cuaca,” ungkap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.
Dari bencana hidrologi tersebut, longsor jadi ancaman paling mematikan. Hingga 1 September, tercatat 323 kejadian longsor yang menyebabkan 126 orang meninggal dan 18.655 jiwa menderita dan mengungsi. Sedangkan, banjir menempati posisi kedua. Dari 535 kejadian, sebanyak 70 orang dilaporkan meninggal dan 1,94 juta jiwa mengungsi akibat banjir.
Diprediksi dampak bencana 2016 akan terus meningkat hingga akhir tahun nanti mengingat musim hujan yang lebih panjang,” ungkapnya. Karenanya, masyarakat dihimbau untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap ancaman banji dan longsor ini. Masyarakat dihimbau tidak membuang sampah sembarangan sehingga memicu kenaikan debit air hingga menyebabkan banjir. (mia)