SOLO – Pengawasan terhadap penjualan dan pengggunaan senapan angin cenderung lemah. Hal tersebut meningkatkan potensi penyalahgunaan senapan angin dan mengancam kelestarian satwa.
Ini ditegaskan aktivis Centre For Orangutan Protection saat menggelar aksi simpatik di bundaran Gladak kemarin (14/9). "Korban tembakan senapan angin banyak ditemukan pada satwa liar yang selamat dari perburuan dan perdagangan liar," tegas koordinator aksi Eka Wahyu.
Dia menegaskan pada 2004- 2016, setidaknya ada 23 kasus penembakan orangutan dengan senapan angin. Akibatnya, satwa yang dilindungi ini mengalami cacat permanen hingga berujung kematian.
Bukan hanya di wilayah yang banyak terdapat orangutan, penyalahgunaan senapan angin, lanjut Eka, juga terjadi di wilayah Eks Karesidenan Surakarta. Pihaknya masih melakukan pendataan satwa jenis apa saja yang menjadi sasaran tembak.
Dampak lain penyalahgunaan senapan angin adalah terhambatnya upaya konservasi satwa liar. Karena itu, Eka berharap pihak kepolisian serius melaksanakan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga.
Ditekankan Eka, pada pasal 4 disebutkan bahwa senapan angin digunakan untuk kepentingan olahraga. Sedangkan pasal 5 mengatur penggunaan senapan angin hanya di lokasi pertandingan dan latihan. "Untuk itu kami meminta kepolisian memperketat peredaran dan penggunaan senapan angin. Sekaligus melakukan razia dan penegakan hukum. Aturannya sudah ada tapi kami lihat penindakannya belum menyeluruh,” ujar Eka.
Sementara itu, Jawa Pos Radar Solo menelusuri bagaimana mudahnya mendapatkan senapan angin di sjumlah toko. Senapan angin ini dijual bebas tanpa ada syarat khusus untuk membelinya.
Senapan angin pabrikan Bandung dibanderol Rp 275 ribu. Sedangkan hasil rakitan Jepang dijual lebih dari Rp 2 juta. Belum termasuk aksesorinya.
"Kalau teropong antara Rp 275- Rp 2,2 juta, peredamnya sekitar Rp 400 ribu. Peluru yang paling murah harganya Rp 95 ribu dengan isi 500 butir," ujar penjaga toko.Salah seorang pengguna senapan angin Sunaryo, 38, menegaskan, tidak perlu repot untuk membeli senapan angin. "Ya kalau duitnya ada, pasti dapat. Paling cuma ditanya mau buat mbedil (menembak, Red) apa," jelasnya.
Dia menggunakan senapan angin untuk berburu burung di sawah. "Saya cuma hobi. Biasanya kalau dapat burung, ya dibawa pulang untuk pakan ular," tutur Sunaryo. (ves/wa)
Ini ditegaskan aktivis Centre For Orangutan Protection saat menggelar aksi simpatik di bundaran Gladak kemarin (14/9). "Korban tembakan senapan angin banyak ditemukan pada satwa liar yang selamat dari perburuan dan perdagangan liar," tegas koordinator aksi Eka Wahyu.
Dia menegaskan pada 2004- 2016, setidaknya ada 23 kasus penembakan orangutan dengan senapan angin. Akibatnya, satwa yang dilindungi ini mengalami cacat permanen hingga berujung kematian.
Bukan hanya di wilayah yang banyak terdapat orangutan, penyalahgunaan senapan angin, lanjut Eka, juga terjadi di wilayah Eks Karesidenan Surakarta. Pihaknya masih melakukan pendataan satwa jenis apa saja yang menjadi sasaran tembak.
Dampak lain penyalahgunaan senapan angin adalah terhambatnya upaya konservasi satwa liar. Karena itu, Eka berharap pihak kepolisian serius melaksanakan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga.
Ditekankan Eka, pada pasal 4 disebutkan bahwa senapan angin digunakan untuk kepentingan olahraga. Sedangkan pasal 5 mengatur penggunaan senapan angin hanya di lokasi pertandingan dan latihan. "Untuk itu kami meminta kepolisian memperketat peredaran dan penggunaan senapan angin. Sekaligus melakukan razia dan penegakan hukum. Aturannya sudah ada tapi kami lihat penindakannya belum menyeluruh,” ujar Eka.
Sementara itu, Jawa Pos Radar Solo menelusuri bagaimana mudahnya mendapatkan senapan angin di sjumlah toko. Senapan angin ini dijual bebas tanpa ada syarat khusus untuk membelinya.
Senapan angin pabrikan Bandung dibanderol Rp 275 ribu. Sedangkan hasil rakitan Jepang dijual lebih dari Rp 2 juta. Belum termasuk aksesorinya.
"Kalau teropong antara Rp 275- Rp 2,2 juta, peredamnya sekitar Rp 400 ribu. Peluru yang paling murah harganya Rp 95 ribu dengan isi 500 butir," ujar penjaga toko.Salah seorang pengguna senapan angin Sunaryo, 38, menegaskan, tidak perlu repot untuk membeli senapan angin. "Ya kalau duitnya ada, pasti dapat. Paling cuma ditanya mau buat mbedil (menembak, Red) apa," jelasnya.
Dia menggunakan senapan angin untuk berburu burung di sawah. "Saya cuma hobi. Biasanya kalau dapat burung, ya dibawa pulang untuk pakan ular," tutur Sunaryo. (ves/wa)