ARIEF BUDIMAN/RASO |
LHA KENAPA? Apa alasannya? Terus biar apa? Bla….bla…bla. Deretan pertanyaan tersebut banyak dilontarkan kepada redaksi Jawa Pos Radar Solo.
Untuk menjawab rasa penasaran itu, koran ini menanyakan langsung kepada manajemen beberapa hotel berbintang. Diantaranya The Alana Hotel and Convention Center. Mereka tidak menyertakan nomor 4 pada urutan lantainya.
“Kebetulan owner merupakan keturunan Tiongkok yang memahami betul fengsui. Angka empat itu pembacaannya sama dengan mati dalam bahasa Mandarin, makanya ditiadakan,” ujar Front Office Manager The Alana Hotel and Convention Center Sumarno awal pekan lalu.
“Namun jika dikaitkan dengan mitos, ya mitos tetap mitos, bisnis ya bisnis. Sudah berbeda pembahasan. Berbeda dengan Jawa, fengsui sangat detail dan bagi yang memercayainya pasti akan memilih untuk mematuhi,” imbuh dia.
Bukan hanya penomoran lantai, manajemen The Alana Hotel and Convention Center juga menghilangkan angka yang sama pada urutan nomor kamarnya. “Contohnya dari 511, 512, pasti langsung melompat ke 515, 516 begitu seterusnya dengan menghindari angka 4. Kalau berbicara bisnis, sepertinya ini tidak begitu mempengaruhi. Tetapi ini masalah keyakinan saja,” terang Sumarno.
Seirama dengan manajemen The Alana Hotel and Convention Center, Alila Hotel yang memiliki 30 lantai juga tidak menyematkan angka 4 pada lantai lift-nya. Artinya setelah angka 1, 2, dan 3 langsung melompat ke angka 5. Mereka tidak mengganti angka 4 dengan alphabet atau jenis lainnya.
Alasan hampir sama diungkapkan Event Marketing Executive Alila Solo Tesa Pujiastuti. Owner memiliki keyakinan terhadap fengsui. Penataan ruang hotel seperti lobi, tata letak restoran, kamar dan sebagainya juga diserahkan kepada ahli fengsui agar hotel memiliki banyak aura positif.
“Mengutip kata owner, (angka, Red) empat itu tidak selalu jelek, hanya saja untuk penempatan di bangunan memang buruk. Secara bisnis (fengsui, Red), kalau kami memengaruhi. Kalau di Alila hanya sebatas penomoran lantai gedung saja, tidak sampai ke digit kamar,” bebernya.
Penghilangan angka empat pada urutan lantai juga diterapkan di hotel dengan konsep syariah. Seperti di Syariah Hotel Solo. Public Relations hotel setempat Paramita Sari Indah menjelasskan, pihak owner dimungkinkan mendapat masukan dari beberapa pemborong gedung untuk menghindari penomoran lantai empat.
“Kalau disangkutkan dengan hoki atau tidak, justru hoki kita malah dari (konsep, Red) syariah-nya sendiri. Dengan konsep syariah justru membuat hotel kita menjadi memiliki power yang cukup tinggi bersaing dengan hotel-hotel yang lain,” terangnya.
Sementara itu, di Novotel Hotel dan Ibis Style yang dimiliki satu pemilik, ternyata menerapkan penomoran lantai secara berbeda. Di Novotel masih menggunakan angka 4 pada lantainya. Sedangkan di Ibis Style, seperti hotel lainnya, menghindari angka tersebut.
Public Relation Novotel Solo dan Ibis Style Tiwik Widowati menjelaskan, pada awal pembangunan Novotel, owner tidak begitu menghiraukan fengsui. Namun, setelah sepuluh tahun berjalan dan membangun Ibis Style, fengsui diterapkan di dalamnya.
“Memengaruhi okupansi atau tidak, secara realita ternyata tidak. Perbedaan income atau okupansi antara Novotel dan Ibis tidak jauh berbeda. Jika Novotel mencapai 80 persen, Ibis dibawahnya, 70 persen atau sebaliknya. Kalau perbedaan signifikan tidak ada. Bahkan ini saling melengkapi,” pungkas Tiwik. (gis/wa)