SURABAYA-- Marwah Daud Ibrahim memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Jatim kemarin (17/10). Meski berpuasa, perempuan kelahiran Soppeng, Sulawesi Selatan itu mengaku lancar menjawab pertanyaan penyidik. Selama lima jam lebih, dia diperiksa terkait perannya sebagai Ketua Yayasan Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Sekitar pukul 09.10, Marwah masuk ke gedung Ditreskrimum Polda Jatim didampingi oleh kuasa hukumnya Isya Yulianto. Mengenakan kemeja warna ungu dipadu hijab berwarna putih langkahnya lumayan cepat. Pemeriksaan awal berlangsung hingga pukul 11.30. Marwah kemudian diberi waktu untuk menjalankan salat Dzuhur. ”Kami datang untuk mencari kebenaran. Ini eranya penegakkan hukum,” ujar Marwah diplomatis.
Politikus partai Golkar itu lantas menceritakan agenda pemeriksaannya. Penyidik menanyakan tentang perannya sebagai Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng. Dia sendiri mengaku baru dua bulan lalu menduduki posisi tersebut.
Dia lalu menjabarkan bahwa pengikut Dimas Kanjeng ada 23 ribu se-Indonesia. Sedangkan santri yang masih tinggal di padepokan berjumlah 3.116. ”Itu berdasar sensus terakhir,” imbuh Marwah. Selepas salat, Mawah kembali diperiksa lagi hingga sore.
Sekitar pukul 17.20, dia keluar dari gedung Ditreskrimum. Sambil berjalan ke pintu belakang gedung, Marwah mengatakan bahwa dirinya tidak ingat berapa jumlah pertanyaan yang diajukan penyidik. Yang jelas, dia kembali menegaskan bahwa yayasan tersebut baru dibentuk.
Perempuan yang pernah menjadi presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu membeberkan soal yayasan yang dikelolanya. Hal itu juga dijelaskan kepada penyidik. ”Jadi yayasan ini punya tim program yang mendata seluruh santri,” bebernya.
Tim tersebut mensurvey kabupaten-kabupaten yang akan dibangun. Lewat hasil laporan tim itu, yayasan rencananya akan membangun beberapa bangunan yang dibutuhkan. Misalnya saja sekolah dan rumah-rumah ibadah. ”Tidak hanya masjid. Ada juga gereja maupun tempat ibadah agama lainnya,” tuturnya. Selain itu, tim juga berencana memberi santunan kepada mereka yang membutuhkan.
Marwah menegaskan, salah satu yang sudah diaplikasikan adalah padepokan Dimas Kanjeng yang ada di Probolinggo. Dia menyebutnya sebagai contoh yang konkret. Di sana ada masjid, ada pendopo untuk rapat, ada pula koperasi yang sedianya akan dibangun. Nah, dana yang dibutuhkan untuk membangun hal-hal semacam itu berasal dari pengadaan uang oleh Taat Pribadi. ”Saya meyakini apa yang saya lihat. Beliau memperlihatkan kemampuan itu bukan untuk pribadinya, tapi untuk kemaslahatan umat Indonesia,” papar profesor lulusan The American University Washington DC tersebut.
Dana-dana yang dibutuhkan untuk membangun padepokan Dimas Kanjeng bukan berasal dari santri. Marwah menyebut ada program untuk nusantara. Hal itulah yang diupayakan oleh mereka. Para pengikut Taat Pribadi membantu keraton-keraton yang sudah terbangun di beberapa daerah.
Mereka berkontribusi membangun jalan, sumber air, dan rumah-rumah ibadah. Sayangnya, Marwah tidak menyebutkan di mana saja lokasinya.
Selama dicecar oleh penyidik, tak satupun pertanyaan yang mengarah terhadap pembunuhan yang diotaki oleh Taat. Meskipun begitu, Marwah tetap percaya Taat Pribadi tidak terlibat pembunuhan itu. Dia menganggap bahwa pembunuhan itu sebagai sebuah kecelakaan. ”Dari cara bertuturnya saja terlihat bahwa semuanya untuk kemaslahatan umat,” sebut perempuan yang juga pernah menjadi asisten peneliti di Unesco dan World Bank itu.
Secara terpisah, Kasubdit Kamneg Direskrimum Polda Jatim AKBP Cecep Ibrahim mengatakan bahwa agenda pemeriksaan sesuai dengan penjelasan Marwah. Selama lima jam diperiksa, Marwah begitu lancar menjawab pertanyaan penyidik.
Cecep mengaku belum mendapat laporan dari anak buahnya. Semua hasil penyidikan itu masih dikumpulkan. ”Yang jelas saksi (Marwah, Red) besikap kooperatif. Masih belum ada agenda untuk pemanggilan selanjutnya,” ujarnya singkat. (did)
Sekitar pukul 09.10, Marwah masuk ke gedung Ditreskrimum Polda Jatim didampingi oleh kuasa hukumnya Isya Yulianto. Mengenakan kemeja warna ungu dipadu hijab berwarna putih langkahnya lumayan cepat. Pemeriksaan awal berlangsung hingga pukul 11.30. Marwah kemudian diberi waktu untuk menjalankan salat Dzuhur. ”Kami datang untuk mencari kebenaran. Ini eranya penegakkan hukum,” ujar Marwah diplomatis.
Politikus partai Golkar itu lantas menceritakan agenda pemeriksaannya. Penyidik menanyakan tentang perannya sebagai Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng. Dia sendiri mengaku baru dua bulan lalu menduduki posisi tersebut.
Dia lalu menjabarkan bahwa pengikut Dimas Kanjeng ada 23 ribu se-Indonesia. Sedangkan santri yang masih tinggal di padepokan berjumlah 3.116. ”Itu berdasar sensus terakhir,” imbuh Marwah. Selepas salat, Mawah kembali diperiksa lagi hingga sore.
Sekitar pukul 17.20, dia keluar dari gedung Ditreskrimum. Sambil berjalan ke pintu belakang gedung, Marwah mengatakan bahwa dirinya tidak ingat berapa jumlah pertanyaan yang diajukan penyidik. Yang jelas, dia kembali menegaskan bahwa yayasan tersebut baru dibentuk.
Perempuan yang pernah menjadi presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu membeberkan soal yayasan yang dikelolanya. Hal itu juga dijelaskan kepada penyidik. ”Jadi yayasan ini punya tim program yang mendata seluruh santri,” bebernya.
Tim tersebut mensurvey kabupaten-kabupaten yang akan dibangun. Lewat hasil laporan tim itu, yayasan rencananya akan membangun beberapa bangunan yang dibutuhkan. Misalnya saja sekolah dan rumah-rumah ibadah. ”Tidak hanya masjid. Ada juga gereja maupun tempat ibadah agama lainnya,” tuturnya. Selain itu, tim juga berencana memberi santunan kepada mereka yang membutuhkan.
Marwah menegaskan, salah satu yang sudah diaplikasikan adalah padepokan Dimas Kanjeng yang ada di Probolinggo. Dia menyebutnya sebagai contoh yang konkret. Di sana ada masjid, ada pendopo untuk rapat, ada pula koperasi yang sedianya akan dibangun. Nah, dana yang dibutuhkan untuk membangun hal-hal semacam itu berasal dari pengadaan uang oleh Taat Pribadi. ”Saya meyakini apa yang saya lihat. Beliau memperlihatkan kemampuan itu bukan untuk pribadinya, tapi untuk kemaslahatan umat Indonesia,” papar profesor lulusan The American University Washington DC tersebut.
Dana-dana yang dibutuhkan untuk membangun padepokan Dimas Kanjeng bukan berasal dari santri. Marwah menyebut ada program untuk nusantara. Hal itulah yang diupayakan oleh mereka. Para pengikut Taat Pribadi membantu keraton-keraton yang sudah terbangun di beberapa daerah.
Mereka berkontribusi membangun jalan, sumber air, dan rumah-rumah ibadah. Sayangnya, Marwah tidak menyebutkan di mana saja lokasinya.
Selama dicecar oleh penyidik, tak satupun pertanyaan yang mengarah terhadap pembunuhan yang diotaki oleh Taat. Meskipun begitu, Marwah tetap percaya Taat Pribadi tidak terlibat pembunuhan itu. Dia menganggap bahwa pembunuhan itu sebagai sebuah kecelakaan. ”Dari cara bertuturnya saja terlihat bahwa semuanya untuk kemaslahatan umat,” sebut perempuan yang juga pernah menjadi asisten peneliti di Unesco dan World Bank itu.
Secara terpisah, Kasubdit Kamneg Direskrimum Polda Jatim AKBP Cecep Ibrahim mengatakan bahwa agenda pemeriksaan sesuai dengan penjelasan Marwah. Selama lima jam diperiksa, Marwah begitu lancar menjawab pertanyaan penyidik.
Cecep mengaku belum mendapat laporan dari anak buahnya. Semua hasil penyidikan itu masih dikumpulkan. ”Yang jelas saksi (Marwah, Red) besikap kooperatif. Masih belum ada agenda untuk pemanggilan selanjutnya,” ujarnya singkat. (did)