ILUSTRASI |
Pengungkapan kasus pungli di tubuh Kemenag itu disampaikan Irjen Kemenag Mochammad Jasin. Dia merinci kasus pungli di KUA melibatkan 60 orang ASN dan sisanya sebanyak 30 orang ASN di madrasah."Sanksi yang dijatuhkan beragam. Sampai yang paling berat ada, "katanya di Jakarta kemarin.
Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menjelaskan sanksi terberat berupa pemberhentian sebagai ASN dijatuhkan kepada 4 orang pegawai KUA. Selain itu jga ada empat orang ASN di KUA dan tiga orang ASN di madrasah yang disanksi penundaan kenaikan gaji. Lalu ada 21 ASN di KUA dan 5 ASN di madrasah dijatuhi sanksi penurunan pangkat. Pegawai siswanya dikenai sanksi ringan seperti teguran lisan, tertulis, dan pernyataan tidak puas dari pimpinannya.
Jasin menjelaskan audit praktek pungli di lingkungan Kemenag, sudah mereka lakukan sebelum dibentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Pungli di KUA yang paling banyak adalah pemberian jasa pencatatan nikah kepada penghulu atau petugas pencatat nikah.
Jasin menyayangkan masih ada pungli dalam pencatatan nikah. Pasalnya sudah ada regulasi bahwa pencatatan nikah digratiskan, selama digelar di KUA dan di hari kerja. Sementara pencatatan nikah di luar itu, dikenai biaya Rp 600 ribu. "Uangnya dibayar ke bank. Bukan diberikan atau dititipkan ke petugas pencatat nikah, " jelasnya.
Sementara pungli di madrasah, hasil temuan audit Itjen Kemenag, beragam modusnya. Seperti penggunaan dana komite madrasah tidak sesuai ketentuan. Contohnya dana komite dipakai untuk honorarium ASN yang bersifat rutin. Jasin menegakan ASN di madrasah sudah mendapatkan gaji dan tunjangan. Sehingga tidak perlu lagi menerima atau memungut dari uang komite.
Pengadaan seragam juga masih jadi ladang pungli. Itjen pernah menemukan oknum madrasah yang mengatrol harga seragam hingga lipat dua. Sejatinya total biaya pembuatan seragam hanya Rp 900 ribu. Tetapi dipungut oleh oknum madrasah sampai Rp 2,4 juta.
Alokasi dana bantuan operasional sekolah juga rentan dipungli. Diantaranya dengan cara membuat kegiatan fiktif. "Kegiatannya ada. Tetapi konsumsi dan pembelian alat tulisnya fiktif,’’ jelasnya. Bahkan ada juga uang pungli dikumpulkan, lalu dipakai rekreasi oknum tenaga pendidik di madrasah.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengatakan KUA dan madrasah adalah unit terkecil dari Kemenag. Karena lokasinya yang ada di kecamatan-kecamatan, pemantauan kegiatan sehari-hari kurang. Sehingga potensi terjadinya pungli semakin besar.
Dia menjelaskan di madrasah meskipun sudah ada uang bantuan operasional, masih ada aneka pungutan. "Supaya pencegahan pungli lebih efektif, Kemenag pusat harus bekerjasama dengan tim Saber Pungli, "tuturnya.
Febri juga berharap partisipasi masyarakat untuk mengawasi kinerja jajaran Kemenag di lapisan terkecil untuk ditingkatkan. Dia prihatin ketika mungcul partisipasi masyarakat justru dicap penghambat birokrasi. Febri berharap KUA maupun madrasah harus lebih transparan kepada publik. (wan)