ILUSTRASI |
Vonis majelis hakim tersebut rupanya jauh lebih tinggi daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni hanya 12 tahun penjara. Teddy dinyatakan bersalah dengan melakukan korupsi pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) saat menjabat sebagai Kepala Bidang Pelaksanaan Pembiayaan Kemhan pada perione 2010–2014. Saat itu Teddy masih berpangkat kolonel TNI AD.
Inspektur Jederal Kemhan Marsdya Hadi Tjahjanto menjelaskan, pihaknya akan melakukan evaluasi ke dalam jajaran Kemhan. Khususnya, di sektor yang mengelola keuangan. Sebab, sejak awal tim Kemhan sendiri yang melaporkan Teddy atas dugaan penyalaghgunaan wewenang.
Dia menjelaskan, jabatan Teddy adalah Kabidlak, atau istilah teknisnya bendahara. ’’Dalam juknisnya, tidak dibenarkan mengeluarkan uang sepeserpun,’’ terangnya saat dikonfirmasi kemarin. seharusnya, yang berhak mengeluarkan uang adalah penanggung jawab kas (Pekas). Di titik itulah pihaknya akan menutup celah agar kasus serupa tidak sampai terulang.
Hingga saat ini, Teddy memang masih menyandang pangkat Brigjen. Namun, sejatinya dia sudah tidak memiliki jabatan apapun sejak lama. ’’Ketika menjadi tersangka dalam proses hukum, maka yang bersangkutan langsung kita nonjobkan,’’ lanjut mantan Sekretaris Militer Presiden itu. tujuannya agar dia fokus mengikuti proses hukum.
Dia juga menyatakan, Kemhan akan mengambil pelajaran dari kasus tersebut, yakni memperketat pengajuan promosi jabatan di lingkungan Kemhan. “Pasti akan diperketat,” tegas dia.
Disinggung mengenai nasib karier Teddy selanjutnya, Hadi menyatakan Kemhan tidak berwenang menentukan. Pembina militer Teddy adalah TNI AD selaku kesatuan Induk. Sehingga, sanksi administratif untuk dia merupakan wewenang TNI AD. ’’Mestinya kalau enam bulan lebih (penjara) sudah dipecat. ’’Kalau ini kan seumur hidup,’’ tambahnya.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Wuryanto mengatakan bawha TNI mendukung semua yang menjadi keputusan Pengadilan Militer. TNI dipastikan tidak mengintervensi majelis hakim dalam pengambilan keputusan vonis terhadap Teddy.
Wuryanto juga menyatakan bahwa vonis berat majelis hakim Pengadilan Militer yang dijatuhkan kepada prajurit TNI berpangkat brigadir jenderal itu merupakan langkah baik bagi citra Pengadilan Militer. “Kalau melihat selama ini peradilan militer itu kesannya tertutup, kemudian penuh intervensi dari pimpinan dari jajaran TNI. Hari ini ditunjukkan. Jadi tuntutan hanya 12 tahun tapi vonisnya ternyata seumur hidup. Ini kan luar biasa,” kata Wuryanto.
Wuryanto mengatakan bawha vonis tersebut sejalan dengan komitmen TNI dalam memberantas korupsi di internal. “TNI bukan hanya bersih-bersih terhadap korupsi, tapi semua jenis pelanggaran. Dan pimpinan TNI tidak mentolerir pelanggaran sekecil apapun yang dilakukan oleh prajurit,” tegasnya.
Dia juga menilai bahwa kasus korupsi Brigjen Teddy layak untuk dijadikan bahan intropeksi dan evaluasi bagi TNI. Karena, meski pangkat seorang prajurit telah mencapai puncak, namun bukan berarti keinginan untuk melakukan korupsi tidak ada. “Tentu saja ini menjadi bahan evaluasi bagi institusi TNI dari semua aspek. Kita jadikan momen ini sebagai bahan evaluasi khususnya dalam aspek pembinaan prajurit,” tuturnya.
Jabatan Teddy di Kemenhan dipastikan dicopot. Namun, secara kepangkatan, menunggu proses hukum terhadap Teddy inckrach atau berkekuatan hukum tetap. “Kalau soal pangkat, TNI tidak dapat semena-mena melakukan pencopotan. Yang pasti, TNI tetap akan memenuhi hak-haknya sebagai prajurit,” kata katanya. (byu/dod/ca)