Pakai Sistem Pemetaan Lebih Tepat Sasaran
Perkembangan pertanian modern saat ini, mulai diwarnai penggunaan teknologi robotika. Salah satunya inovasi Muhammad Ilham Alhari, dengan membuat prototipe drone atau pesawat tanpa awak penyebar pestisida. Berikut kisahnya.
------------------
AHMAD KHAIRUDIN, Sragen
-------------------
BERAWAL dari keprihatinan terhadap petani-petani di Sragen yang masih menggunakan cara konvensional. Muhammad Ilham Alhari salah satu siswa SMA 1 Muhammadiyah Sragen terinspirasi menciptakan mesin terbang untuk membantu petani menyemprot pestisida. Niatannya ini disampaikan kepada gurunya dan ternyata ditindaklanjuti serta dibantu pihak sekolah.
”Saya kan rumahnya desa, setiap lewat itu saya selalu kasihan dengan petani yang membawa alat penyemprot pestisida di punggung. Selain berat dan tidak efektif, ditambah cairan pestisida berbahaya untuk kulit manusia,” ungkapnya usai menghadiri upacara Milad ke-107 Muhammadiyah di Alun-alun Sragen, Jumat (18/11).
Remaja asal desa Jekani kecamatan Mondokan ini mengatakan, selama perakitan drone dia dibantu guru sekaligus pelatihnya di bidang robotika, Burhanudin. Setelah menghabiskan waktu cukup lama, prototype drone berhasil dibuat dan pernah diujicobakan di Desa Karangtalun. Hasilnya karyanya mendapat apresiasi dengan menjuarai Krenova 2016. Karyanya mengalahkan 130 karya lain dari sejumlah siswa.
Dia menjelaskan dalam usahanya membuat prototype ini menghabiskan sekitar Rp 6 juta. Namun jika ingin lebih besar maka juga dibutuhkan dana yang tidak sedikit. ”Kemarin sudah ada kelompok tani yang tertarik. Dengan memanfaatkan ini, mereka tidak lagi repot membawa tangki pestisida dan mengelilingi sawah. Kalau mau mencoba, petani kita pasti bisa,” ungkapnya.
Pesawat berbaling-baling ini terbukti dapat meningkatkan efisiensi aplikasi insektisida. Proses penyemprotan lebih efisien. ”Sebenarnya kalau dengan rakitan yang lebih besar, bisa menyemprot lebih banyak. Targetnya bisa menampung sampai 10 liter. Kalau ini (drone) di pabrik sudah ada. Tapi dengan merakit sendiri akan lebih murah biayanya,” terangnya.
Menurut Ilham, drone yang dirakitnya sudah memiliki aplikasi pemetaan jalur. Sehingga tidak melenceng dari sasaran. Namun jika ingin hasil yang lebih maksimal, masih perlu disempurnakan. (*/edy)
Perkembangan pertanian modern saat ini, mulai diwarnai penggunaan teknologi robotika. Salah satunya inovasi Muhammad Ilham Alhari, dengan membuat prototipe drone atau pesawat tanpa awak penyebar pestisida. Berikut kisahnya.
------------------
AHMAD KHAIRUDIN, Sragen
-------------------
BERAWAL dari keprihatinan terhadap petani-petani di Sragen yang masih menggunakan cara konvensional. Muhammad Ilham Alhari salah satu siswa SMA 1 Muhammadiyah Sragen terinspirasi menciptakan mesin terbang untuk membantu petani menyemprot pestisida. Niatannya ini disampaikan kepada gurunya dan ternyata ditindaklanjuti serta dibantu pihak sekolah.
”Saya kan rumahnya desa, setiap lewat itu saya selalu kasihan dengan petani yang membawa alat penyemprot pestisida di punggung. Selain berat dan tidak efektif, ditambah cairan pestisida berbahaya untuk kulit manusia,” ungkapnya usai menghadiri upacara Milad ke-107 Muhammadiyah di Alun-alun Sragen, Jumat (18/11).
Remaja asal desa Jekani kecamatan Mondokan ini mengatakan, selama perakitan drone dia dibantu guru sekaligus pelatihnya di bidang robotika, Burhanudin. Setelah menghabiskan waktu cukup lama, prototype drone berhasil dibuat dan pernah diujicobakan di Desa Karangtalun. Hasilnya karyanya mendapat apresiasi dengan menjuarai Krenova 2016. Karyanya mengalahkan 130 karya lain dari sejumlah siswa.
Dia menjelaskan dalam usahanya membuat prototype ini menghabiskan sekitar Rp 6 juta. Namun jika ingin lebih besar maka juga dibutuhkan dana yang tidak sedikit. ”Kemarin sudah ada kelompok tani yang tertarik. Dengan memanfaatkan ini, mereka tidak lagi repot membawa tangki pestisida dan mengelilingi sawah. Kalau mau mencoba, petani kita pasti bisa,” ungkapnya.
Pesawat berbaling-baling ini terbukti dapat meningkatkan efisiensi aplikasi insektisida. Proses penyemprotan lebih efisien. ”Sebenarnya kalau dengan rakitan yang lebih besar, bisa menyemprot lebih banyak. Targetnya bisa menampung sampai 10 liter. Kalau ini (drone) di pabrik sudah ada. Tapi dengan merakit sendiri akan lebih murah biayanya,” terangnya.
Menurut Ilham, drone yang dirakitnya sudah memiliki aplikasi pemetaan jalur. Sehingga tidak melenceng dari sasaran. Namun jika ingin hasil yang lebih maksimal, masih perlu disempurnakan. (*/edy)