KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Sejumlah program telah dicanangkan dan mulai digulirkan Bupati Kebumen HM Yahya Fuad untuk menanggulangi tingginya angka kemiskinan di Kota Beriman. Namun setelah hampir setahun berjalan, program-program itu dinilai masih belum berjalan sesuai harapan.
Pengamat kebijakan Kebumen Achmad Marzoeki berharap ada evaluasi kembali program-program Bupati HM Yahya Fuad dan Wakil Bupati Yazid Mahfudz. Dan, evaluasi ini diharapkan sudah bisa berjalan tahun 2017 seiring dengan ditetapkannya Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) 2017.
Achmad Marzoeki mengatakan, program dan kegiatan yang sudah dianggarkan dalam APBD 2017, semestinya tidak hanya melaksanakan tapi mampu lebih memberi spirit. Misalnya bantuan sarana produksi pertanian. Fasilitas, jika tidak didasarkan pada pemenuhan kebutuhan, tidak akan berdampak pada peningkatan produktivitas malah bisa menimbulkan rasa malas.
"Sehingga kelompok tani yang akan menerima bantuan sarana produksi mestinya digenjot juga motivasinya untuk meningkatkan produksi. Tanpa motivasi, modernisasi peralatan tidak akan berdampak pada peningkatan produktivitas," ujar pria yang akrab disapa Kang Juki itu.
Selain itu, Kang Juki menyoroti pelaksanaan pengadaan barang/jasa di Kebumen yang menurutnya harus dimaksimalkan untuk menanggulangi kemiskinan. Menurut dia,sebagus apa pun program dan kegiatan pemberantasan kemiskinan akan bermuara pada kegiatan pengadaan barang/jasa. Karena itu tanpa desain yang jelas, bukan tidak mungkin, program pemberantasan kemiskinan hanya berujung pada ‘bancakan’ pengusaha besar. Bantuan peralatan produksi, tentu yang untung produsen alat produksinya.
Padahal pengadaan barang/jasa itu sendiri semestinya juga bisa menjadi sarana pemberdayaan masyarakat dengan memunculkan pengusaha-pengusaha UMKM baru melalui paket-paket pengadaan kecil yang bisa dilakukan dengan pengadaan langsung (PL). "Belum terlihat ada upaya untuk itu, sehingga kegiatan pengadaan yang di-PL-kan belum menjadi bagian dari pemberantasan kemiskinan," ujarnya.
Selain itu, Kang Juki mengatakan, sebagus apapun program, Bupati dan Wakil BUpati tak bisa bekerja sendiri. Melainkan harus didukung para pimpinan SKPD dan jajarannya. Sayangnya, itu belum terlihat hingga kini. Sejauh ini masih perlu waktu bagi Bupati untuk bisa ‘menguasai’ dan mengendalikan birokrasi. "Kesan yang nampak,
Bupati dan juga istri Bupati masih dibawa ke sana-sini. Hal ini bisa dicek dari tindak lanjut setiap acara seremonial yang dilakukan. Ini mestinya jadi sarana bagi Bupati mengevaluasi personal untuk penempatannya dalam SOTK yang baru,"ujarnya.
Disaat bersamaan kang Juki menyoroti kasus Mbah Tugi, kakek renta yang terpaksa hidup di gubuk reot karena saking miskinnya. Menurutnya, sejauh ini Bupati Fuad sudah lumayan responsif memberikan santunan kepada mereka yang memang membutuhkan. Namun, banyaknya kegiatan santunan orang miskin yang digerakan melalui media sosial itu menurutnya masih kurang terkoordinasi. Bahkan terkesan sendiri-sendiri.
Baca juga:
(Di Tengah Megahnya Rumah Para Pejabat, Kakek Buta ini Tinggal di Gubuk Reot)
Padahal semestinya, ada lembaga-lembaga amil zakat yang bisa menangani persoalan semacam itu. "Harusnya kegiatan masing-masing saling melengkapi tidak berjalan sendiri-sendiri seperti yang sekarang tidak terjadi, sehingga penyalurannya tak selalu tepat sasaran dan tepat guna. Kalau pada kasus Mbah Tugi mungkin santunan yang dibutuhkan atau rumah layak huni. Namun pada kasus lainnya, bantuan uang bukan pilihan bijaksana. Kalau sakit, belikan dia obat. Atau kalau miskin namun berusia produktif alangkah baiknya bila bantuan itu diberikan dalam bentuk kesempatan berusaha agar mandiri," ujar Kang Juki. (saefur/mam/cah)
Pengamat kebijakan Kebumen Achmad Marzoeki berharap ada evaluasi kembali program-program Bupati HM Yahya Fuad dan Wakil Bupati Yazid Mahfudz. Dan, evaluasi ini diharapkan sudah bisa berjalan tahun 2017 seiring dengan ditetapkannya Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) 2017.
Achmad Marzoeki mengatakan, program dan kegiatan yang sudah dianggarkan dalam APBD 2017, semestinya tidak hanya melaksanakan tapi mampu lebih memberi spirit. Misalnya bantuan sarana produksi pertanian. Fasilitas, jika tidak didasarkan pada pemenuhan kebutuhan, tidak akan berdampak pada peningkatan produktivitas malah bisa menimbulkan rasa malas.
"Sehingga kelompok tani yang akan menerima bantuan sarana produksi mestinya digenjot juga motivasinya untuk meningkatkan produksi. Tanpa motivasi, modernisasi peralatan tidak akan berdampak pada peningkatan produktivitas," ujar pria yang akrab disapa Kang Juki itu.
Selain itu, Kang Juki menyoroti pelaksanaan pengadaan barang/jasa di Kebumen yang menurutnya harus dimaksimalkan untuk menanggulangi kemiskinan. Menurut dia,sebagus apa pun program dan kegiatan pemberantasan kemiskinan akan bermuara pada kegiatan pengadaan barang/jasa. Karena itu tanpa desain yang jelas, bukan tidak mungkin, program pemberantasan kemiskinan hanya berujung pada ‘bancakan’ pengusaha besar. Bantuan peralatan produksi, tentu yang untung produsen alat produksinya.
Padahal pengadaan barang/jasa itu sendiri semestinya juga bisa menjadi sarana pemberdayaan masyarakat dengan memunculkan pengusaha-pengusaha UMKM baru melalui paket-paket pengadaan kecil yang bisa dilakukan dengan pengadaan langsung (PL). "Belum terlihat ada upaya untuk itu, sehingga kegiatan pengadaan yang di-PL-kan belum menjadi bagian dari pemberantasan kemiskinan," ujarnya.
Selain itu, Kang Juki mengatakan, sebagus apapun program, Bupati dan Wakil BUpati tak bisa bekerja sendiri. Melainkan harus didukung para pimpinan SKPD dan jajarannya. Sayangnya, itu belum terlihat hingga kini. Sejauh ini masih perlu waktu bagi Bupati untuk bisa ‘menguasai’ dan mengendalikan birokrasi. "Kesan yang nampak,
Bupati dan juga istri Bupati masih dibawa ke sana-sini. Hal ini bisa dicek dari tindak lanjut setiap acara seremonial yang dilakukan. Ini mestinya jadi sarana bagi Bupati mengevaluasi personal untuk penempatannya dalam SOTK yang baru,"ujarnya.
Disaat bersamaan kang Juki menyoroti kasus Mbah Tugi, kakek renta yang terpaksa hidup di gubuk reot karena saking miskinnya. Menurutnya, sejauh ini Bupati Fuad sudah lumayan responsif memberikan santunan kepada mereka yang memang membutuhkan. Namun, banyaknya kegiatan santunan orang miskin yang digerakan melalui media sosial itu menurutnya masih kurang terkoordinasi. Bahkan terkesan sendiri-sendiri.
Baca juga:
(Di Tengah Megahnya Rumah Para Pejabat, Kakek Buta ini Tinggal di Gubuk Reot)
Padahal semestinya, ada lembaga-lembaga amil zakat yang bisa menangani persoalan semacam itu. "Harusnya kegiatan masing-masing saling melengkapi tidak berjalan sendiri-sendiri seperti yang sekarang tidak terjadi, sehingga penyalurannya tak selalu tepat sasaran dan tepat guna. Kalau pada kasus Mbah Tugi mungkin santunan yang dibutuhkan atau rumah layak huni. Namun pada kasus lainnya, bantuan uang bukan pilihan bijaksana. Kalau sakit, belikan dia obat. Atau kalau miskin namun berusia produktif alangkah baiknya bila bantuan itu diberikan dalam bentuk kesempatan berusaha agar mandiri," ujar Kang Juki. (saefur/mam/cah)