MIFTAHULHAYAT/JAWAPOS |
Bila saja, bahan peledak itu sempat digunakan melakukan aksi teror. Bukan tidak mungkin, ledakan bom yang jauh lebih besar dari bom Bali I dan II terjadi. Dari hasil uji laboratorium, diketahui kekuatan bahan peledak itu masuk kategori high explosive. Yang biasanya, hanya bisa dihasilkan bahan peledak pabrikan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Kombespol Rikwanto menuturkan, RPW ditangkap di rumahnya di Majalengka, Jawa Barat. Ternyata, setelah diperiksa kepolisian, diketahuilah rumah tersebut dijadikan clandestine lab untuk membuat bahan peledak. ”Bahan peledak ini ternyata high explosive,” tuturnya.
Temuan bahan peledak high explosive ini cukup mengejutkan Polri karena sudah cukup lama tidak ada jaringan teror yang mampu untuk membuat bahan peledak seberbahaya itu. Kalau dulu bahan peledak high explosive ini hanya dibuat kombatan alumni Afghanistan.”Sekarang kami temukan lagi,” jelasnya.
Setelah ditelusuri, ternyata RPW ini memang sejak usia sekolah menengah pertama (SMP) telah menggandrungi percobaan kimia. Maka, semua pengetahuannya dan pemahamannya membuat RPW bisa membuat bahan peledak yang sangat berbahaya itu. ”Ini menunjukkan salah satu bukti keberhasilan jaringan teror dalam merekrut anak muda yang menyukai ilmu eksak,” ungkapnya.
RPW ini pernah tercatat menjadi mahasiswa pertanian salah satu kampus di Majalengka. Namun, akhirnya keluar karena diprediksi bergabung dengan jaringan teror JAD, pimpinan Amman Abdurrahman. ”Kami temukan sejumlah buku tulisan Amman di rumahnya,” tuturnya.
Yang juga penting, ternyata RPW juga kerap berkomunikasi dengan Bahrun Naim, WNI yang menjadi anggota ISIS di Suriah. Kemungkinan besar, Bahrun Naim juga member arahan dalam meracik bahan peledak ini. ”Kami ketahui ini dari hasil pemeriksaan,” terangnya.
Apa bahan kimia yang diracik menjadi bahan peledak itu? Rikwanto menuturkan ada belasan bahan kimia, namun hanya dua yang bisa disebutkan yakni, kalium nitrat dan black powder. ”Semua bahan kimia diracik sendiri,” tuturnya.
Sementara seorang anggota Laboratorium Forensik Polri yang tidak ingin namanya disebutkan mengatakan, bahan peledak yang diracik RPW ini dibandingkan dengan bahan peledak bom Bali I dan II, ternyata bahan peledak ini begitu kuat. ”Dua kali hingga tiga kali lipat kekuatannya dari Bom Bali I dan II,” tuturnya didampingi Rikwanto.
Bahan peledak itu akan bisa lebih berbahaya bila dirakit dengan metode yang tepat. hanya ditambah booster atau pendorong dan paku, maka kekuatannya bisa berlipat ganda. ”Yang mengherankan, bahan peledak ini bisa dibuat dengan peralatan dan bahan yang tidak memadai di rumah pelaku. Laboratoriumnya kecil, tapi hasilnya maksimal,” tuturnya.
Soal asal bahan kimia, dia menuturkan bahwa bahan kimia didapatkan dari sejumlah toko kimia. Bahan kimia itu juga didapatkan dari sejumlah toko online. ”Dia pesan dari penjual di dunia maya,” ungkapnya ditemui di kantor Divhumas kemarin.
Menurutnya, bahan peledak itu memang belum 100 persen selesai. Hanya ada sebagian kecil yang telah sempurna. ”Ada sebagian kecil yang sudah sempurna peracikannya,” tuturnya.
Rikwanto menambahkan, sebenarnya pembuat bahan peledak ini telah melakukan uji coba peledakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya, pelaku telah siap untuk memproduksi bahan peledak ini dalam skala besar. ”Ujicoba pernah dilakukan sekali di sekitar tempat tinggalnya yang diarea perkebunan,” jelasnya.
RPW ini dalam jaringan teroris JAD berperan sebagai pemberi bahan peledak. Dia mengatakan, setiap kelompok teror yang akan melakukan aksi itu bisa memesan bahan peledak dari RPW. ”Kami masih mendalami bagaimana peran-perannya,” ungkapnya.
Yang pasti, bahan peledak ini rencananya akan digunakan untuk aksi akhir tahun. Ada sejumlah lokasi yang menjadi target, diantaranya gedung DPR, Mabes Polri, sejumlah kedutaan besar, stasiun televisi dan tempat hiburan. ”Lokasi ini ditarget karena representasi demokrasi, ideologi yang mereka benci,” jelasnya.
Darimana dana untuk membuat clandestine lab tersebut? Rikwanto menuturkan, ada sejumlah sumberdana dalam meracik bahan peledak ini. Dari informasi awal, selain dari Bahrun Naim, ternyata terdapat delapan tenaga kerja Indonesia dari Taiwan, Arab Saudi dan Malaysia yang memberikan uang sekitar Rp 2 juta hingga 3 juta pada RPW. ”Total ada uang Rp 32 juta yang diterima RPW,” jelasnya.
Sementara seorang anggota Densus yang didampingi Rikwanto mengatakan, selain RPW, masih ada tiga orang lagi yang dikejar Densus 88. ”Empat orang ini bekerjasama dalam meracik bahan peledak ini. Pengejaran tiga orang lain masih dilakukan,” ungkapnya.
Yang juga penting, RPW ini sebelumnya tidak meracik bahan peledak. Namun, berupaya untuk membuat narkotika jenis sabu. Namun, karena pengetahuannya yang minim, dia gagal meraciknya. ”Ya, kami melihat ada sisa bahan untuk sabu itu,” ungkapnya.
Untuk apa dia membuat sabu? Dia mengatakan, kemungkinan besar narkotika itu akan dijual dan hasilnya akan digunakan untuk melakukan aksi teror. ”yang semacam ini, beberapa kali ditemukan,” tuturnya.(idr)