Berburu Kayu Nagasari ke Pemakaman, Kini Merambah Luar Negeri
DI tangan tiga orang kreatif asal Kecamatan Kuwarasan ini, kayu Nagasari dibentuk menjadi aneka bentuk artistik dan bernilai ekonomi tinggi. Dari gelang artistik, ring cincin, hingga wadah senjata dari keris, tombak dan pedang. Inilah cerita para seniman dari Kuwarasan yang menyulap "kayu bertuah" menjadi rupiah.
--------------------------
CAHYO K, Kuwarasan
--------------------------
TUMPUKAN kayu serta sejumlah peralatan langsung terlihat saat wartawan koran ini menyambangi sebuah rumah di RT 01 RW 1 Dukuh Entak, Desa Kuwaru, Kecamatan Kuwarasan. Sementara, tiga orang pria terlihat tenggelam dengan kesibukannya masing-masing.
Ya, itulah suasana di bengkel kerja milik Bandiono (40), Haryadi (38) dan Budi Purwanto. Mengawali karir sebagai pembuat perabot meubeler dari kayu, ketiga orang yang masih punya hubungan saudara tersebut memilih banting setir menekuni kerajinan aksesoris yang juga kayu. Namun, yang ini cukup berbeda.
Ketiganya hanya menggunakan kayu jenis nagasari yang tidak tumbuh sembarangan melainkan kebanyakan berada di area pemakaman. Untuk mendapatkannya pun diperlukan ritual. Tak heran, kayu nagasari dikenal juga sebagai kayu "bertuah". Di tangan kreatif mereka, kayu nagasari disulap menjadi aneka kerajinan dari cincin, ring cincin, gelang ukir, tasbih, rosario, liontin, hingga warangka (sarung) keris, landeyan (batang) tombak atau tongkat. Atau bisa juga patung. Bentuk motif dan ukuran bisa menyesuaikan. Baik polos maupun ukir.
Budi Purwanto kepada Kebumen Ekspres, menceritakan, awalnya mereka menekuni usaha meubeler kayu. Lalu, pada tahun 2012, mereka mendapat saran dari warga Solo yang berkunjung ke rumah untuk beralih kerajinan aksesoris kayu nagasari. Sejak saat itu hingga kini, kayu nagasari menjadi sumber penghidupan bagi keluarga mereka. Biasanya, mereka mendapatkan bahan baku kayu nagasari dari wilayah Kebumen hingga Kabupaten Banyumas. "Mayoritas atau sekitar 90 persen nagasari tumbuh di area pemakaman. Untuk menebangnya pun membutuhkan keahian khusus dan ritual," ujarnya.
Soal berapa harga harus menebus kayu itu, mereka tidak mau menyebutnya. Biasanya sesuai kesepakatan atau dikenal dengan istilah mahar. Soal harga aksesoris yang mereka buat, Budi Purwanto menyebut beragam. Tergantung tingkat kesulitan. Seperti tasbih atau gelang yang seharga Rp 250 ribu hingga jutaan rupiah untuk patung dan bentuk lain. "Makin rumit motifnya, makin mahal," ujarnya tersenyum.
Salah satu yang menjadi favorit konsumen adalah gelang ukir naga. Konon, gelang ukir naga yang mereka produksi hanya ada di Kebumen dan Cirebon. Namun, gelang ukir naga produksi Budi Purwanto dkk diklaim punya kekhasan sendiri. Kendati dari kayu, naga itu seperti hidup saking telitinya mereka membuatnya. Selain ukiran dari kepala hingga ekor yang sangat detail, gelang naga itu juga dilengkapi mata dari batu. "Ini termasuk yang paling rumit. Agar bisa memeroleh detail ukiran seperti ini dipergunakan jarum," terang Budi Purwanto sembari memperlihatkan lekuk liku ukiran naga yang indah itu.
Kini, mereka kewalahan memenuhi pesanan. Tak hanya diminati warga Kebumen, barang-barang buatan mereka kini banyak diambil dari luar luar daerah. Bahkan luar negeri seperti Malaysia. Sebab, selain mengikuti pameran, mereka juga memasarkan produksinya melalui media sosial (medsos) khususnya jejaring facebook. Ada tiga kun facebook yang mereka gunakan, yakni danangwijaya11, Jiwanta Art dan yulifujima. "Biasanya pembeli pesan atau datang langsung ke sini," ujar Budi Purwanto diamini Bandiono dan Haryadi.
Darimana mereka belajar membuatnya? Budi Purwanto mengatakan hasil coba-coba sendiri otodidak. Bahkan, sebagian peralatan yang mereka gunakan adalah hasil modifikasi sendiri. Soal omset, mereka tak mau menyebut. Namun, dari hasil usaha itu, ketiganya menghidupi keluarganya. "Hanya memang kami terkendala modal. Semoga ada perhatian pemerintah agar kami dapat mengembangkan usaha ini sekaligus menjadikannya sebagai aksesoris yang memiliki keunikan di Kebumen," harap mereka. .(*)
DI tangan tiga orang kreatif asal Kecamatan Kuwarasan ini, kayu Nagasari dibentuk menjadi aneka bentuk artistik dan bernilai ekonomi tinggi. Dari gelang artistik, ring cincin, hingga wadah senjata dari keris, tombak dan pedang. Inilah cerita para seniman dari Kuwarasan yang menyulap "kayu bertuah" menjadi rupiah.
--------------------------
CAHYO K, Kuwarasan
--------------------------
TUMPUKAN kayu serta sejumlah peralatan langsung terlihat saat wartawan koran ini menyambangi sebuah rumah di RT 01 RW 1 Dukuh Entak, Desa Kuwaru, Kecamatan Kuwarasan. Sementara, tiga orang pria terlihat tenggelam dengan kesibukannya masing-masing.
Ya, itulah suasana di bengkel kerja milik Bandiono (40), Haryadi (38) dan Budi Purwanto. Mengawali karir sebagai pembuat perabot meubeler dari kayu, ketiga orang yang masih punya hubungan saudara tersebut memilih banting setir menekuni kerajinan aksesoris yang juga kayu. Namun, yang ini cukup berbeda.
Ketiganya hanya menggunakan kayu jenis nagasari yang tidak tumbuh sembarangan melainkan kebanyakan berada di area pemakaman. Untuk mendapatkannya pun diperlukan ritual. Tak heran, kayu nagasari dikenal juga sebagai kayu "bertuah". Di tangan kreatif mereka, kayu nagasari disulap menjadi aneka kerajinan dari cincin, ring cincin, gelang ukir, tasbih, rosario, liontin, hingga warangka (sarung) keris, landeyan (batang) tombak atau tongkat. Atau bisa juga patung. Bentuk motif dan ukuran bisa menyesuaikan. Baik polos maupun ukir.
Budi Purwanto kepada Kebumen Ekspres, menceritakan, awalnya mereka menekuni usaha meubeler kayu. Lalu, pada tahun 2012, mereka mendapat saran dari warga Solo yang berkunjung ke rumah untuk beralih kerajinan aksesoris kayu nagasari. Sejak saat itu hingga kini, kayu nagasari menjadi sumber penghidupan bagi keluarga mereka. Biasanya, mereka mendapatkan bahan baku kayu nagasari dari wilayah Kebumen hingga Kabupaten Banyumas. "Mayoritas atau sekitar 90 persen nagasari tumbuh di area pemakaman. Untuk menebangnya pun membutuhkan keahian khusus dan ritual," ujarnya.
Soal berapa harga harus menebus kayu itu, mereka tidak mau menyebutnya. Biasanya sesuai kesepakatan atau dikenal dengan istilah mahar. Soal harga aksesoris yang mereka buat, Budi Purwanto menyebut beragam. Tergantung tingkat kesulitan. Seperti tasbih atau gelang yang seharga Rp 250 ribu hingga jutaan rupiah untuk patung dan bentuk lain. "Makin rumit motifnya, makin mahal," ujarnya tersenyum.
Salah satu yang menjadi favorit konsumen adalah gelang ukir naga. Konon, gelang ukir naga yang mereka produksi hanya ada di Kebumen dan Cirebon. Namun, gelang ukir naga produksi Budi Purwanto dkk diklaim punya kekhasan sendiri. Kendati dari kayu, naga itu seperti hidup saking telitinya mereka membuatnya. Selain ukiran dari kepala hingga ekor yang sangat detail, gelang naga itu juga dilengkapi mata dari batu. "Ini termasuk yang paling rumit. Agar bisa memeroleh detail ukiran seperti ini dipergunakan jarum," terang Budi Purwanto sembari memperlihatkan lekuk liku ukiran naga yang indah itu.
Kini, mereka kewalahan memenuhi pesanan. Tak hanya diminati warga Kebumen, barang-barang buatan mereka kini banyak diambil dari luar luar daerah. Bahkan luar negeri seperti Malaysia. Sebab, selain mengikuti pameran, mereka juga memasarkan produksinya melalui media sosial (medsos) khususnya jejaring facebook. Ada tiga kun facebook yang mereka gunakan, yakni danangwijaya11, Jiwanta Art dan yulifujima. "Biasanya pembeli pesan atau datang langsung ke sini," ujar Budi Purwanto diamini Bandiono dan Haryadi.
Darimana mereka belajar membuatnya? Budi Purwanto mengatakan hasil coba-coba sendiri otodidak. Bahkan, sebagian peralatan yang mereka gunakan adalah hasil modifikasi sendiri. Soal omset, mereka tak mau menyebut. Namun, dari hasil usaha itu, ketiganya menghidupi keluarganya. "Hanya memang kami terkendala modal. Semoga ada perhatian pemerintah agar kami dapat mengembangkan usaha ini sekaligus menjadikannya sebagai aksesoris yang memiliki keunikan di Kebumen," harap mereka. .(*)