KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Bupati Kebumen, HM Yahya Fuad diminta segera menemukan solusi menyusul terganggunya kondisi psikologis para aparatur Pemkab sebagai imbas penanganan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan perkara dugaan suap ijon proyek pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora). Malah di situasi "krisis" ini diharapkan menjadi momentum Bupati untuk membawa Kebumen ke arah yang lebih baik.
Sejak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Oktober 2016, KPK hingga kini masih menangani perkara dugaan suap ijon proyek pada Dikpora Kebumen. Sudah puluhan saksi sudah diperiksa KPK. Namun hingga saat ini, proses masih terus berjalan dengan pemanggilan para saksi. Menjadi masalah, ketika sebagian besar saksi yang dipanggil adalah para penyelenggara negara, baik PNS, pejabat maupun dari kalangan anggota dan pimpinan DPRD Kabupaten Kebumen. Bahkan, Bupati pun ikut dimintai keterangan. Sudah begitu, kemarin (6/12/2016), KPK kembali memeriksa Sekretaris Daerah (Sekda), Adi Pandoyo.
Namun, KPK hingga saat ini belum menentukan "ujung" kasus tersebut. Kondisi itu lantas membuat sejumlah pihak menilai, Pemkab termasuk Bupati "tersandera" dengan adanya OTT KPK. Kesan itu diperkuat dengan adanya perkembangan terkini seperti terlambatnya pembahasan RAPBD 2017, dan terbaru sejumlah proyek yang terkait dengan perbaikan mengalami gagal lelang. Belum lagi adanya isu yang menyebut pengunduran diri Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kebumen, Edi Riyanto serta sejumlah hal lain yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat.
Diminta tanggapannya soal itu, pengamat kebijakan Kebumen, Achmad Marzoeki mengatakan, diakui atau tidak, adanya penanganan perkara ijon proyek Dikpora oleh KPK telah memengaruhi kondisi psikologis birokrasi serta kalangan dewan. Adanya perkara ijon proyek, kata dia, juga menjelaskan secara gamblang kepada publik adanya praktek-praktek korupsi, kolusi pada proses lahirnya kebijakan.
Celakanya, praktek semacam itu sudah berlangsung lama bahkan menjadi "tradisi" yang sulit dihilangkan. Jadi, ketika praktek semacam itu terendus aparat hukum, apalagi KPK, imbasnya akan sangat terasa. "Tidak mudah menghilangkan sesuatu yang sudah terlanjur menjadi kebiasaan dalam penyusunan anggaran dan pengadaan barang atau jasa di lingkungan pemerintah. Apalagi kalau kegiatan yang dibiayai dengan dana APBN dan APBD Provinsi masih mengindikasikan praktek serupa," ujarnya.
Masih katanya, praktek kotor dalam proses lahirnya kebijakan itu sulit dibuktikan, karena hanya orang tertentu yang tahu dan pasti sangat dilematis untuk menginformasikannya. Apalagi, hal semacam tersebut jamak terjadi di kalangan pemerintah daerah di Indonesia. "Praktek yang terjadi di Pemkab (Kebumen) menurut saya karena mereka juga meniru institusi di atasnya. Meski motif korupsi bisa dimiliki tapi secara teknis orang pasti memulai dari meniru yang sudah ada sebelumnya, baru berkreasi mengembangkan teknis-teknis baru," kata pria yang akrab disapa Kang Juki tersebut.
Lalu apa yang harus dilakukan Bupati Kebumen? Menurut Kang Juki, kepada jajaran birokrasi, Bupati mesti mengenali kendala teknis dan non teknis dari penyusunan anggaran, pelaksanaan sampai realisasinya. Lalu berupaya menemukan solusinya bersama-sama.
"Sebagai pemimpin Bupati harus bisa menjadi motor dan motivator. Mesti bergerak dan mampu menggerakkan. Momentum ini juga bisa dimanfaatkan Bupati untuk menghadapi "kenakalan" oknum anggota DPRD yang masih "minta jatah proyek".
"Mudah-mudahan saja pasca OTT KPK, DPRD benar-benar berfungsi sebagai legislatif, tidak ada yang mencoba mengambil peran eksekutif," katanya.(cah)
Sejak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Oktober 2016, KPK hingga kini masih menangani perkara dugaan suap ijon proyek pada Dikpora Kebumen. Sudah puluhan saksi sudah diperiksa KPK. Namun hingga saat ini, proses masih terus berjalan dengan pemanggilan para saksi. Menjadi masalah, ketika sebagian besar saksi yang dipanggil adalah para penyelenggara negara, baik PNS, pejabat maupun dari kalangan anggota dan pimpinan DPRD Kabupaten Kebumen. Bahkan, Bupati pun ikut dimintai keterangan. Sudah begitu, kemarin (6/12/2016), KPK kembali memeriksa Sekretaris Daerah (Sekda), Adi Pandoyo.
Namun, KPK hingga saat ini belum menentukan "ujung" kasus tersebut. Kondisi itu lantas membuat sejumlah pihak menilai, Pemkab termasuk Bupati "tersandera" dengan adanya OTT KPK. Kesan itu diperkuat dengan adanya perkembangan terkini seperti terlambatnya pembahasan RAPBD 2017, dan terbaru sejumlah proyek yang terkait dengan perbaikan mengalami gagal lelang. Belum lagi adanya isu yang menyebut pengunduran diri Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kebumen, Edi Riyanto serta sejumlah hal lain yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat.
Diminta tanggapannya soal itu, pengamat kebijakan Kebumen, Achmad Marzoeki mengatakan, diakui atau tidak, adanya penanganan perkara ijon proyek Dikpora oleh KPK telah memengaruhi kondisi psikologis birokrasi serta kalangan dewan. Adanya perkara ijon proyek, kata dia, juga menjelaskan secara gamblang kepada publik adanya praktek-praktek korupsi, kolusi pada proses lahirnya kebijakan.
Celakanya, praktek semacam itu sudah berlangsung lama bahkan menjadi "tradisi" yang sulit dihilangkan. Jadi, ketika praktek semacam itu terendus aparat hukum, apalagi KPK, imbasnya akan sangat terasa. "Tidak mudah menghilangkan sesuatu yang sudah terlanjur menjadi kebiasaan dalam penyusunan anggaran dan pengadaan barang atau jasa di lingkungan pemerintah. Apalagi kalau kegiatan yang dibiayai dengan dana APBN dan APBD Provinsi masih mengindikasikan praktek serupa," ujarnya.
Masih katanya, praktek kotor dalam proses lahirnya kebijakan itu sulit dibuktikan, karena hanya orang tertentu yang tahu dan pasti sangat dilematis untuk menginformasikannya. Apalagi, hal semacam tersebut jamak terjadi di kalangan pemerintah daerah di Indonesia. "Praktek yang terjadi di Pemkab (Kebumen) menurut saya karena mereka juga meniru institusi di atasnya. Meski motif korupsi bisa dimiliki tapi secara teknis orang pasti memulai dari meniru yang sudah ada sebelumnya, baru berkreasi mengembangkan teknis-teknis baru," kata pria yang akrab disapa Kang Juki tersebut.
Lalu apa yang harus dilakukan Bupati Kebumen? Menurut Kang Juki, kepada jajaran birokrasi, Bupati mesti mengenali kendala teknis dan non teknis dari penyusunan anggaran, pelaksanaan sampai realisasinya. Lalu berupaya menemukan solusinya bersama-sama.
"Sebagai pemimpin Bupati harus bisa menjadi motor dan motivator. Mesti bergerak dan mampu menggerakkan. Momentum ini juga bisa dimanfaatkan Bupati untuk menghadapi "kenakalan" oknum anggota DPRD yang masih "minta jatah proyek".
"Mudah-mudahan saja pasca OTT KPK, DPRD benar-benar berfungsi sebagai legislatif, tidak ada yang mencoba mengambil peran eksekutif," katanya.(cah)