JAKARTA- Sejumlah pemerhati pendidikan meragukan persiapan pemerintah menghentikan ujian nasional (unas), lalu diganti ujian sekolah berstandar nasional (USBN).
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Jimmy Paat mengatakan ada potensi perubahan unas menjadi USBN tidak berlangsung 2017.
Keraguan Jimmy itu dia sampaikan ketika memimpin diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) kemarin (4/12). "Pada prinsipnya kami senang unas dihentikan dan diganti ke USBN," katanya. Namun dia menilai kebijakan ini dibuat cepat-cepat.
Diantaranya adalah dalam pembahasan APBN 2017 Kemendikbud masih mengajukan anggaran untuk unas 2017. Seharusnya ketika sudah ada rencana moratorium unas, Kemendikbud tidak lagi mengajukan anggaran untuk unas. Kalaupun nanti unas tetap diganti USBN, perlu dilakukan perubahan nomenklatur APBN 2017 Kemendikbud. "Mengubahnya tidak bisa cepat," jelasnya.
Indikasi persiapan yang kurang adalah, tidak ada informasi atau pelatihan untuk guru. Khususnya guru pengampu mata pelajaran yang diujikan di unas. Bagi Jimmy informasi itu penting, karena sejak 2005 lalu guru-guru tidak pernah membuat soal ujian akhir. Sebab soal ujian akhir dibuat oleh Kemendikbud.
"Asumsi Kemendikbud, semua guru sudah siap membuat naskah," katanya. Padahal di daerah belum tentu guru siap tanpa ada pembekalan. Apalagi soal yang dibuat, harus merujuk standar nasional. Kecuali Kemendikbud menyiapkan butir soal ujian, sementara daerah tinggal pilih dan cetak. Namun akan menghilangkan semangat mengembalikan unas ke sekolah.
Jika pemerintah benar-benar serius mengubah unas menjadi USBN, dia mendesak supaya segera diputuskan. Supaya siswa, orangtua, guru, dan pihak terkait lainnya secepatnya mendapatkan kepastian.
Jimmy menjelaskan jika USBN berjalan lancar, bisa jadi alat menilai integritas guru. Selama era unas, Jimmy tidak bisa menutup mata ada oknum guru yang membantu siswanya mengerjakan unas.
Perilaku curang ini karena soal yang dibuat Kemendikbud tidak sesuai standar belajar di sekolah. "Kalau sekarang guru yang membuat soal, masih ada indikasi bocor, berarti kebangetan," kata dia.
Peneliti ICW Febri Hendri mengatakan perubahan unas menjadi USBN menunjukkan kentalnya nuansa politik. "Urusan evaluasi pendidikan ditentukan kekuasaan. Bukan murni dunia pendidikan," jelasnya. Dia berharap pengubahan ini bukan untuk meningkatkan popularitas Mendikbud Muhadjir Effendy.
Febri mengatakan keputusan moratorium unas harus segera diputuskan. Sebab keputusan ini akan berdampak pada 34 provinsi yang mengurusi jenjang SMA dan SMK. Kemudian juga berdampak pada 416 kabupaten dan 98 kota. Masing-masing pemda itu nantinya harus membuat butir soal, mencetak, sekaligus mendistribusikan naskah USBN.
Meski meragukan persiapan USBN, febri mengapresiasi moratorium unas. Baginya pendidikan seharusnya diotonomikan ke pemda. Bahkan evaluasi harus menjadi kewenangan guru di sekolah. "Kita berharap Kemendikbud serius mengawal perubahan ini," pungkasnya.
Sementara itu di jajaran Kemendikbud, belum banyak perkembangan terkait pelaksanaan USBN 2017. Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan persiapan USBN sudah 70 persen. "Tinggal menunggu inpres dari Presiden," kata dia. Muhadjir belum bersedia membeber persiapan USBN yang sudah mencapai 70 persen itu. Kemendikbud sampai saat ini juga belum mengumumkan rencana lelang naskah ujian. (wan)
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Jimmy Paat mengatakan ada potensi perubahan unas menjadi USBN tidak berlangsung 2017.
Keraguan Jimmy itu dia sampaikan ketika memimpin diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) kemarin (4/12). "Pada prinsipnya kami senang unas dihentikan dan diganti ke USBN," katanya. Namun dia menilai kebijakan ini dibuat cepat-cepat.
Diantaranya adalah dalam pembahasan APBN 2017 Kemendikbud masih mengajukan anggaran untuk unas 2017. Seharusnya ketika sudah ada rencana moratorium unas, Kemendikbud tidak lagi mengajukan anggaran untuk unas. Kalaupun nanti unas tetap diganti USBN, perlu dilakukan perubahan nomenklatur APBN 2017 Kemendikbud. "Mengubahnya tidak bisa cepat," jelasnya.
Indikasi persiapan yang kurang adalah, tidak ada informasi atau pelatihan untuk guru. Khususnya guru pengampu mata pelajaran yang diujikan di unas. Bagi Jimmy informasi itu penting, karena sejak 2005 lalu guru-guru tidak pernah membuat soal ujian akhir. Sebab soal ujian akhir dibuat oleh Kemendikbud.
"Asumsi Kemendikbud, semua guru sudah siap membuat naskah," katanya. Padahal di daerah belum tentu guru siap tanpa ada pembekalan. Apalagi soal yang dibuat, harus merujuk standar nasional. Kecuali Kemendikbud menyiapkan butir soal ujian, sementara daerah tinggal pilih dan cetak. Namun akan menghilangkan semangat mengembalikan unas ke sekolah.
Jika pemerintah benar-benar serius mengubah unas menjadi USBN, dia mendesak supaya segera diputuskan. Supaya siswa, orangtua, guru, dan pihak terkait lainnya secepatnya mendapatkan kepastian.
Jimmy menjelaskan jika USBN berjalan lancar, bisa jadi alat menilai integritas guru. Selama era unas, Jimmy tidak bisa menutup mata ada oknum guru yang membantu siswanya mengerjakan unas.
Perilaku curang ini karena soal yang dibuat Kemendikbud tidak sesuai standar belajar di sekolah. "Kalau sekarang guru yang membuat soal, masih ada indikasi bocor, berarti kebangetan," kata dia.
Peneliti ICW Febri Hendri mengatakan perubahan unas menjadi USBN menunjukkan kentalnya nuansa politik. "Urusan evaluasi pendidikan ditentukan kekuasaan. Bukan murni dunia pendidikan," jelasnya. Dia berharap pengubahan ini bukan untuk meningkatkan popularitas Mendikbud Muhadjir Effendy.
Febri mengatakan keputusan moratorium unas harus segera diputuskan. Sebab keputusan ini akan berdampak pada 34 provinsi yang mengurusi jenjang SMA dan SMK. Kemudian juga berdampak pada 416 kabupaten dan 98 kota. Masing-masing pemda itu nantinya harus membuat butir soal, mencetak, sekaligus mendistribusikan naskah USBN.
Meski meragukan persiapan USBN, febri mengapresiasi moratorium unas. Baginya pendidikan seharusnya diotonomikan ke pemda. Bahkan evaluasi harus menjadi kewenangan guru di sekolah. "Kita berharap Kemendikbud serius mengawal perubahan ini," pungkasnya.
Sementara itu di jajaran Kemendikbud, belum banyak perkembangan terkait pelaksanaan USBN 2017. Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan persiapan USBN sudah 70 persen. "Tinggal menunggu inpres dari Presiden," kata dia. Muhadjir belum bersedia membeber persiapan USBN yang sudah mencapai 70 persen itu. Kemendikbud sampai saat ini juga belum mengumumkan rencana lelang naskah ujian. (wan)