JAKARTA – Asap hitam membumbung dari cerobong incinerator narkoba Badan Narkotika Nasional (BNN) di silang Monas kemarin (6/12). Meski tidak banyak, baunya cukup menyengat dan membuat pernapasan menjadi tidak nyaman. Asap itu merupakan hasil pembakaran barang bukti narkoba oleh Presiden Joko Widodo, hasil tangkapan BNN dua bulan terakhir.
Presiden masih belum puas dengan penanganan kasus narkoba yang dilakukan selama ini. Dia menyebutkan, banyaknya korban berjatuhan akibat narkoba. Di sisi lain, hanya sedikit pengedar dan bandar yang mendapat ganjaran. ’’15 ribu generasi muda kita mati setiap tahun karena narkoba. Berapa pengedar dan bandar yang mati setiap tahunnya?’’ tanya Jokowi.
Ayah tiga anak itu menegaskan, pertanyaan tersebut memang ditujukan ke BNN. Dia ingin BNN mencermati besarnya angka kematian akibat narkoba. Sementara itu, masih sedikit pengedar dan bandar yang mati, sehingga perbandingannya menjadi jomplang. ’’Tolong ini diberi garis bawah. Kita harus, sekali lagi menyatakan perang besar terhadap narkoba,’’ tambahnya.
Barang bukti yang dimusnahkan kemarin cukup banyak. Terdiri atas 445 kilogram sabu-sabu, 190.840 butir ekstasi, 422 kilogram ganja kering, dan 323 ribu butir happy five. Secara keseluruhan, selama 2016 hingga akhir November lalu sebanyak 990 kilogram sabu-sabu berhasil diamankan. Kemudian 3,051 ton ganja dan 616.534 butir ekstasi. Nilai barang sitaan itu secara keseluruhan mencapai Rp 261 miliar. Jumlah tersangka mencapai 196 orang.
Kepala BNN Komjen Budi Waseso menjelaskan, saat ini narkotika sintetis seperti ekstasi dan sabu makin menjadi tren mengalahkan narkotika alami. Berdasarkan laporan UN Asia Pacific Global, sepertiga dari total narkotika sintetis dan separo dari sabu yang berhasil disita berasal dari Asia Timur dan Tenggara.
’’Sampai saat ini narkotika sintetis terus diproduksi di Tiongkok, Myanmar, dan Filipina secara besar-besaran,’’ terangnya. Bahkan, negara-negara yang sebelumnya hanya menjadi tempat transit, seperti Malaysia dan Indonesia, kini juga berkembang ke arah produksi. Dari 21 kasus yang saat ini sedang ditangani BNN, ada satu yang memiliki nilai transaksi fantastis. ’’Transaksi dari tersangka ini mencapai Rp 3,6 triliun,’’ ujarnya. Saat ini, kasus itu masih dialami oleh BNN bekerja sama dengan PPATK, OJK, dan Kemenkum HAM.
Berdasarkan hitungan BNN, pemusnahan narkoba kemarin menyelamatkan sedikitnya tiga juta jiwa. Itu merupakan perkiraan jumlah pengguna bila mengonsumsi seluruh narkoba yang dimusnahkan secara bersamaan. Narkoba tersebut merupakan hasil ungkap selama dua bulan terakhir dan sudah mendapat penetapan dari kejaksaan untuk dimusnahkan.
Disinggung mengenai sindiran presiden, Buwas mengakui dari segi kuantitas jumah bandar dan pengedar yang tertangkap memang tidak sebanyak korban meninggal. ’’Yang kami lakukan penindakan, termasuk dengan hukuman berat relatif kecil, hanya puluhan,’’ lanjut mantan Kabareskrim Polri itu.
Apakah itu berarti BNN akan lebih keras lagi saat menangani kasus narkotika, Buwas tidak menjawab tegas. Termasuk ketika ditanya kemungkinan penerapan sistem seperti di Filipina. ’’Bila memang diharuskan karena ada suatu tindakan perlawanan, kami akan lakukan itu,’’ tutur alumnus Akpol 1984 itu.
Di bagian lain, rencana penggunaan uang hasil TPPU narkotika untuk operasional BNN sampai saat ini belum mendapatkan lampu hijau. Buwas menjelaskan, uang itu tidak bisa serta merta digunakan. ’’Tapi untuk mendukung operasional dalam P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba) kan kami tidak bsia menunggu dari dana pemerintah, tambahnya. (byu/oki)
Presiden masih belum puas dengan penanganan kasus narkoba yang dilakukan selama ini. Dia menyebutkan, banyaknya korban berjatuhan akibat narkoba. Di sisi lain, hanya sedikit pengedar dan bandar yang mendapat ganjaran. ’’15 ribu generasi muda kita mati setiap tahun karena narkoba. Berapa pengedar dan bandar yang mati setiap tahunnya?’’ tanya Jokowi.
Ayah tiga anak itu menegaskan, pertanyaan tersebut memang ditujukan ke BNN. Dia ingin BNN mencermati besarnya angka kematian akibat narkoba. Sementara itu, masih sedikit pengedar dan bandar yang mati, sehingga perbandingannya menjadi jomplang. ’’Tolong ini diberi garis bawah. Kita harus, sekali lagi menyatakan perang besar terhadap narkoba,’’ tambahnya.
Barang bukti yang dimusnahkan kemarin cukup banyak. Terdiri atas 445 kilogram sabu-sabu, 190.840 butir ekstasi, 422 kilogram ganja kering, dan 323 ribu butir happy five. Secara keseluruhan, selama 2016 hingga akhir November lalu sebanyak 990 kilogram sabu-sabu berhasil diamankan. Kemudian 3,051 ton ganja dan 616.534 butir ekstasi. Nilai barang sitaan itu secara keseluruhan mencapai Rp 261 miliar. Jumlah tersangka mencapai 196 orang.
Kepala BNN Komjen Budi Waseso menjelaskan, saat ini narkotika sintetis seperti ekstasi dan sabu makin menjadi tren mengalahkan narkotika alami. Berdasarkan laporan UN Asia Pacific Global, sepertiga dari total narkotika sintetis dan separo dari sabu yang berhasil disita berasal dari Asia Timur dan Tenggara.
’’Sampai saat ini narkotika sintetis terus diproduksi di Tiongkok, Myanmar, dan Filipina secara besar-besaran,’’ terangnya. Bahkan, negara-negara yang sebelumnya hanya menjadi tempat transit, seperti Malaysia dan Indonesia, kini juga berkembang ke arah produksi. Dari 21 kasus yang saat ini sedang ditangani BNN, ada satu yang memiliki nilai transaksi fantastis. ’’Transaksi dari tersangka ini mencapai Rp 3,6 triliun,’’ ujarnya. Saat ini, kasus itu masih dialami oleh BNN bekerja sama dengan PPATK, OJK, dan Kemenkum HAM.
Berdasarkan hitungan BNN, pemusnahan narkoba kemarin menyelamatkan sedikitnya tiga juta jiwa. Itu merupakan perkiraan jumlah pengguna bila mengonsumsi seluruh narkoba yang dimusnahkan secara bersamaan. Narkoba tersebut merupakan hasil ungkap selama dua bulan terakhir dan sudah mendapat penetapan dari kejaksaan untuk dimusnahkan.
Disinggung mengenai sindiran presiden, Buwas mengakui dari segi kuantitas jumah bandar dan pengedar yang tertangkap memang tidak sebanyak korban meninggal. ’’Yang kami lakukan penindakan, termasuk dengan hukuman berat relatif kecil, hanya puluhan,’’ lanjut mantan Kabareskrim Polri itu.
Apakah itu berarti BNN akan lebih keras lagi saat menangani kasus narkotika, Buwas tidak menjawab tegas. Termasuk ketika ditanya kemungkinan penerapan sistem seperti di Filipina. ’’Bila memang diharuskan karena ada suatu tindakan perlawanan, kami akan lakukan itu,’’ tutur alumnus Akpol 1984 itu.
Di bagian lain, rencana penggunaan uang hasil TPPU narkotika untuk operasional BNN sampai saat ini belum mendapatkan lampu hijau. Buwas menjelaskan, uang itu tidak bisa serta merta digunakan. ’’Tapi untuk mendukung operasional dalam P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba) kan kami tidak bsia menunggu dari dana pemerintah, tambahnya. (byu/oki)