JAKARTA – Meski masih berpolemik, pemerintah tetap mantap dalam penyelenggaraan program studi dokter layanan primer (DLP). Segala persiapan tengah disusun untuk pembukaan perdana kelas regular tahun depan. Sebanyak 300 kursi juga siap diberikan gratis pada dokter yang ingin meningkatkan kualifikasinya.
Kepala Pusat Perencanaan & Pendayagunaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan Ahmad Subagyo menuturkan, bantuan pendidikan tersebut akan diberikan pada dua jenis jalur pendidikan DLP. Yakni, pendidikan regular dan masa transisi. Pendidikan masa transisi sendiri dikhususkan bagi dokter umum yang telah mengabdi lebih dari lima tahun.
Saat ini, salah satu universitas yang telah menyelenggarakan pendidikan masa transisi adalah Universitas Padjajaran. ”Sesuai yang direncanakan, 300 orang yang akan dibiayai oleh Kementerian Kesehatan sesuai dengan universitas masing-masing,” ujarnya di Jakarta, kemarin (6/12).
Alokasi biaya pun sudah disiapkan. Meski saat ini, pihaknya masih berhitung terkait jumlah keseluruhan. karena penyelenggaraan pendidikan DLP jalur regular baru dibuka tahun depan. Itu pun, tergantung dari berapa jumlah fakultas kedokteran yang membuka program studi tersebut. Karena diperkirakan, dari 17 Universitas yang menyatakan siap tidak serempak membuka prodi DLP pada tahun depan.
Adapun 17 universitas yang menyatakan kesiapannya itu meliputi Universitas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Lampung, Universitas Indonesia, Universitas Tarumanagara, Universitas Atmajaya, Universitas Padjajaran, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, Universitas
Airlangga, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Islam Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Yarsi, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.”Kalau dilihat tidak terlalu besar juga (biaya yang dikeluarkan, red). Sama seperti pendidikan spesialis lainnya,” ungkap Ahmad.
Untuk bisa memeperoleh bantuan pembiayaan ini, tidak ada persyaratan khusus. Ahmad mengatakan, para dokter cukup mengikuti tes seleksi yang diadakan oleh masing-masing fakultas kedokteran di universitas yang ditujuh. Jika lolos, mereka langsung diarahkan apakah masuk kelas regular atau masa transisi. Untuk masuk pendidikan masa transisi sendiri, dokter akan kembali mengikuti tes untuk menentukan kompetensi yang telah dijalani. Bila lolos, mereka cukup menempuh pendidikan masa transisi selama enam bulan.
”Ini kan program prioritas. Sudah jadi keputusan untuk menguatkan layanan primer. Jadi kemungkinan bantuan ini nantinya diberikan secara kontinu. Nanti selain dokter juga akan menyusul untuk peningkatan perawat dan tenaga medis lainnya,” paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Ratna Sitompul menyampaikan, pihaknya sudah siap untuk menyelenggarakan program DLP ini. UI sudah menyiapkan kurikulum untuk pembukaan prodi ini tahun depan. Kerja sama dengan dinas Kesehatan DKI juga sudah dilakukan.
”Kita kerja sama dengan dinkes untuk penyediaan wahananya. Karena persyaratan dari Kementerian Riset, teknologi dan Pendidikan Tinggi kan memang ada syarat soal ini,” ungkapnya.
Wakil Dekan FK UI Pratiwi Sudarmono menambahkan, program studi baru ini akan banyak manfaat bagi penguatan layanan primer. Menurutnya, pendidikan ini perlu dan tak cukup hanya ditempuh dengan penambahan kompetensi melalui workshop-workshop saja. ”Karena kalau workshop kan tidak ada bersentuhan langsung dengan masyarakat. Mana bisa sesuai dengan di lapangan. Kalau DLP memang kuliahnya langsung praktek di wahana yang disiapkan,” tuturnya.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Gajah Mada Laksono Trisnantoro mengungkapkan, polemik yang muncul harus segera diakhiri. Karena, kalau tetap seperti ini dan menghambat perbaikan layanan maka masyarakat yang akan tersandra dan rugi. ”Ini tetap dijalankan sesuai dengan Undang-undang dengan melakukan komunikasi yang baik antar pihak,” ungkapnya.
Seperti diketahui, program DLP ini mendapat penolakan besar oleh PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI). DLP dinilai akan memberatkan dokter. Selain itu, ditakutkan ada tumpang tindih antara ruang kerja dokter umum dan DLP. (mia)
Kepala Pusat Perencanaan & Pendayagunaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan Ahmad Subagyo menuturkan, bantuan pendidikan tersebut akan diberikan pada dua jenis jalur pendidikan DLP. Yakni, pendidikan regular dan masa transisi. Pendidikan masa transisi sendiri dikhususkan bagi dokter umum yang telah mengabdi lebih dari lima tahun.
Saat ini, salah satu universitas yang telah menyelenggarakan pendidikan masa transisi adalah Universitas Padjajaran. ”Sesuai yang direncanakan, 300 orang yang akan dibiayai oleh Kementerian Kesehatan sesuai dengan universitas masing-masing,” ujarnya di Jakarta, kemarin (6/12).
Alokasi biaya pun sudah disiapkan. Meski saat ini, pihaknya masih berhitung terkait jumlah keseluruhan. karena penyelenggaraan pendidikan DLP jalur regular baru dibuka tahun depan. Itu pun, tergantung dari berapa jumlah fakultas kedokteran yang membuka program studi tersebut. Karena diperkirakan, dari 17 Universitas yang menyatakan siap tidak serempak membuka prodi DLP pada tahun depan.
Adapun 17 universitas yang menyatakan kesiapannya itu meliputi Universitas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Lampung, Universitas Indonesia, Universitas Tarumanagara, Universitas Atmajaya, Universitas Padjajaran, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, Universitas
Airlangga, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Islam Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Yarsi, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.”Kalau dilihat tidak terlalu besar juga (biaya yang dikeluarkan, red). Sama seperti pendidikan spesialis lainnya,” ungkap Ahmad.
Untuk bisa memeperoleh bantuan pembiayaan ini, tidak ada persyaratan khusus. Ahmad mengatakan, para dokter cukup mengikuti tes seleksi yang diadakan oleh masing-masing fakultas kedokteran di universitas yang ditujuh. Jika lolos, mereka langsung diarahkan apakah masuk kelas regular atau masa transisi. Untuk masuk pendidikan masa transisi sendiri, dokter akan kembali mengikuti tes untuk menentukan kompetensi yang telah dijalani. Bila lolos, mereka cukup menempuh pendidikan masa transisi selama enam bulan.
”Ini kan program prioritas. Sudah jadi keputusan untuk menguatkan layanan primer. Jadi kemungkinan bantuan ini nantinya diberikan secara kontinu. Nanti selain dokter juga akan menyusul untuk peningkatan perawat dan tenaga medis lainnya,” paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Ratna Sitompul menyampaikan, pihaknya sudah siap untuk menyelenggarakan program DLP ini. UI sudah menyiapkan kurikulum untuk pembukaan prodi ini tahun depan. Kerja sama dengan dinas Kesehatan DKI juga sudah dilakukan.
”Kita kerja sama dengan dinkes untuk penyediaan wahananya. Karena persyaratan dari Kementerian Riset, teknologi dan Pendidikan Tinggi kan memang ada syarat soal ini,” ungkapnya.
Wakil Dekan FK UI Pratiwi Sudarmono menambahkan, program studi baru ini akan banyak manfaat bagi penguatan layanan primer. Menurutnya, pendidikan ini perlu dan tak cukup hanya ditempuh dengan penambahan kompetensi melalui workshop-workshop saja. ”Karena kalau workshop kan tidak ada bersentuhan langsung dengan masyarakat. Mana bisa sesuai dengan di lapangan. Kalau DLP memang kuliahnya langsung praktek di wahana yang disiapkan,” tuturnya.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Gajah Mada Laksono Trisnantoro mengungkapkan, polemik yang muncul harus segera diakhiri. Karena, kalau tetap seperti ini dan menghambat perbaikan layanan maka masyarakat yang akan tersandra dan rugi. ”Ini tetap dijalankan sesuai dengan Undang-undang dengan melakukan komunikasi yang baik antar pihak,” ungkapnya.
Seperti diketahui, program DLP ini mendapat penolakan besar oleh PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI). DLP dinilai akan memberatkan dokter. Selain itu, ditakutkan ada tumpang tindih antara ruang kerja dokter umum dan DLP. (mia)