SEMARANG - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jateng, Abhan Misbach khawatir, masa tenang kampanye Pemilu 2017 justru dimanfaatkan petahana untuk bergerilya. Sebab, masa cuti petahana habis bersamaan dengan masa kampanye.
”Tanggal 12 Februari mereka sudah aktif bekerja sebagai kepala daerah. Ini kan rawan ada pergerakan,” ucapnya. Dikatakan, sejak masa cuti kampanye hingga pencoblosan 15 Februari mendatang, merupakan masa-masa krusial. Potensi dugaan pelanggaran semakin besar, terutama bagi petahana. Karena itu, pihaknya akan mengerahkan pengawasan semaksimal mungkin. Terlebih, saat masa tenang, Bawaslu sudah menerjunkan pengawas hingga tingkat TPS.
Menurutnya, di masa tenang dilarang melakukan kegiatan karena bisa dianggap pelanggaran kampanye di luar jadwal. Pelanggaran ini bisa membuat peserta pemilu terjerat sanksi pidana. Kalau sekali diperingatkan masih nekat, bisa didiskualifikasi atau dibatalkan dari peserta pemilu. ”Hal ini berlaku untuk semua calon, bukan hanya petahana. Kalau ada kegiatan atau kampanye di luar jadwal, bisa dipidanakan,” tegasnya.
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo menyadari jika petahana yang sudah aktif bekerja, berpotensi melakukan pelanggaran. Meski waktunya hanya empat hari, ada kemungkinan bisa memengaruhi kebijakan pemilih dengan memanfaatkan jabatan sebagai kepala daerah.
Meski begitu, dia berharap petahana tidak melakukan intervensi agar masyarakat bisa memberikan suara tanpa intimidasi. ”Mungkin seharusnya cutinya tidak sampai masa kampanye, tapi pencobolosan. Jadi incumbent benar-benar tidak terlibat langsung dalam pilkada sebagai orang pemerintahan,” ucapnya.
Dia meminta Bawaslu Jateng untuk terus mengawasi apa yang harus diperhatikan. Jika perlu, bisa melakukan tindakan yang lebih banyak untuk mengurangi risiko pelanggaran.
Pihaknya pun akan mengerahkan desk pilkada Pemprov Jateng untuk ikut memantau agar PNS bisa menjaga netralitas. ”Ini adalah harga demokrasi yang bisa dibeli. Agar masyarakat bisa merasakan kualitas demokrasi yang baik,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng, Joko Purnomo menilai, banyak pihak yang terlalu waswas terkait potensi pemanfaatan jabatan petahana. Menurutnya, waktu empat hari dirasa tidak efektif untuk melakukan pergerakan. ”Apalagi masyarakat sekarang sudah cerdas,” katanya. (amh/ric/ce1)
”Tanggal 12 Februari mereka sudah aktif bekerja sebagai kepala daerah. Ini kan rawan ada pergerakan,” ucapnya. Dikatakan, sejak masa cuti kampanye hingga pencoblosan 15 Februari mendatang, merupakan masa-masa krusial. Potensi dugaan pelanggaran semakin besar, terutama bagi petahana. Karena itu, pihaknya akan mengerahkan pengawasan semaksimal mungkin. Terlebih, saat masa tenang, Bawaslu sudah menerjunkan pengawas hingga tingkat TPS.
Menurutnya, di masa tenang dilarang melakukan kegiatan karena bisa dianggap pelanggaran kampanye di luar jadwal. Pelanggaran ini bisa membuat peserta pemilu terjerat sanksi pidana. Kalau sekali diperingatkan masih nekat, bisa didiskualifikasi atau dibatalkan dari peserta pemilu. ”Hal ini berlaku untuk semua calon, bukan hanya petahana. Kalau ada kegiatan atau kampanye di luar jadwal, bisa dipidanakan,” tegasnya.
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo menyadari jika petahana yang sudah aktif bekerja, berpotensi melakukan pelanggaran. Meski waktunya hanya empat hari, ada kemungkinan bisa memengaruhi kebijakan pemilih dengan memanfaatkan jabatan sebagai kepala daerah.
Meski begitu, dia berharap petahana tidak melakukan intervensi agar masyarakat bisa memberikan suara tanpa intimidasi. ”Mungkin seharusnya cutinya tidak sampai masa kampanye, tapi pencobolosan. Jadi incumbent benar-benar tidak terlibat langsung dalam pilkada sebagai orang pemerintahan,” ucapnya.
Dia meminta Bawaslu Jateng untuk terus mengawasi apa yang harus diperhatikan. Jika perlu, bisa melakukan tindakan yang lebih banyak untuk mengurangi risiko pelanggaran.
Pihaknya pun akan mengerahkan desk pilkada Pemprov Jateng untuk ikut memantau agar PNS bisa menjaga netralitas. ”Ini adalah harga demokrasi yang bisa dibeli. Agar masyarakat bisa merasakan kualitas demokrasi yang baik,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng, Joko Purnomo menilai, banyak pihak yang terlalu waswas terkait potensi pemanfaatan jabatan petahana. Menurutnya, waktu empat hari dirasa tidak efektif untuk melakukan pergerakan. ”Apalagi masyarakat sekarang sudah cerdas,” katanya. (amh/ric/ce1)