KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menangani perkara korupsi terkait pengelolaan anggaran dana pokok-pokok pikiran (pokir) yang terjadi di APBD Perubahan Kabupaten Kebumen tahun anggaran 2016. Belakangan terungkap, anggaran pokir bagi kalangan legislatif (DPRD) yang bertujuan melahirkan kebijakan pro rakyat tersebut, malah diselewengkan.
Modusnya, para anggota dewan melakukan kongkalingkong dengan pejabat berwenang di tingkat eksekutif. Bahkan, pengusaha hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Itu pula yang sudah terjadi di Dikpora Kebumen dan tengah ditangani KPK saat ini. Pada perkara ini, Komisaris PT OSMA Hartoyo telah menyuap pihak eksekutif dan legislatif agar bisa mendapatkan proyek di Dinas yang mengurusi pendidikan tersebut. Inilah yang disebut ijon proyek, yakni pelaksana proyek sudah diketahui bahkan jauh-jauh hari sebelum lelang dilangsungkan.
Pada kasus ini, Hartoyo didakwa telah menyuap mantan Ketua Komisi A Yudi Trihartanto (legislatif) dan Sigit Widodo, PNS Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (eksekutif). Kemudian, Sekretaris Daerah Kebumen, Adi Pandoyo ikut terseret. Keeempat orang tersebut kini sudah KPK sebagai tersangka .
Praktek korupsi ini terlihat makin masif dan terstruktur, saat seorang aktivis LSM, Basikun Suwandi Atmodjo alias Petruk Basikun Mualim ikut menjadi tersangka. Ditambah fakta di persidangan, uang suap juga mengalir bagi para anggota Komisi A DPRD Kebumen makin menguatkan banyaknya pihak yang terlibat dalam praktek bancakan anggaran ini. Disebut terstruktur, sistematis dan masif karena suap ini melibatkan eksekutif, legislatif, LSM sampai sektor swasta (pengusaha).
Adanya aliran uang kepada Komisi A, dijelaskan secara gamblang oleh Dian Lestari Pertiwi Subekti, salah satu saksi yang dihadirkan pada persidangan terdakwa Hartoyo, di Pengadilan Tinggi Korupsi (Tipikor), Semarang Selasa lalu (24/1). Saat itu, Dian menyebutkan, dia telah menyerahkan uang suap sebesar Rp 60 juta dari Basikun Mualim bersumber pengusaha Agus Mualim. Uang tersebut lantas dibagikan kepada 7 dari 13 anggota Komisi A.
Jumlah tersebut belum termasuk uang suap dari terdakwa Hartoyo yang urung diberikan karena keburu diketahui KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Oktober 2016. Saat itu, Satgas KPK mengamankan Sigit Widodo dan Yudi Trihartanto dan menyita uang Rp 70 juta suap dari Hartoyo.
Dian mengakui, uang suap tersebut terkait pokir. Dan menurutnya, comitmen fee (suap) bagi anggota dewan terkait anggaran pokir sudah hal lumrah. Mengingat, biaya politik (cost politic) mereka yang tinggi. Anggaran pokir termasuk comitmen fee tersebut mereka perlukan untuk banyak keperluan. Dari memenuhi permintaan konstituen, termasuk kebutuhan dewan saat lebaran tiba. "Ada juga kebutuhan lain yang tidak dapat disebutkan," kata anggota DPRD Kebumen tiga periode tersebut.
Pada pelaksanaannya, pokir pun membuat situasi antara anggota dewan menjadi gaduh. Apalagi, ada sejumlah anggota dewan yang tidak cukup hanya menerima comitmen fee dari pokir. Mereka malah menjadi "pemain" dengan mengerjakan sendiri proyek tersebut nantinya. Ini bisa terjadi lantaran ada sebagian anggota dewan yang memiliki perusahaan atau CV yang berkaitan dengan proyek pemerintah.
Menurut Dian Lestari, kegaduhan tersebut juga terjadi pada anggaran pokir pada APBD P 2016. Sejumlah anggota dewan berebut proyek dengan tim ses Bupati Kebumen HM Yahya Fuad.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Dody Sukmono, membenarkan lembaga anti korupsi tengah menangani perkara korupsi pada anggaran pokir pada APBD P 2016. Adapun yang sudah terlihat di publik saat ini, katanya baru sebatas di Komisi A. Menurutnya, praktek serupa juga terjadi di komisi lain di DPRD Kebumen
.
Dan bisa dipastikan, akan melibatkan lebih banyak pihak. Baik seluruh unsur kelengkapan dewan hingga unsur pimpinan DPRD serta para pejabat di lingkungan Pemkab Kebumen.
Disinggung sejauh mana keterlibatan Bupati Kebumen, Dody Sukmono mengatakan masih harus dibuktikan di persidangan. Namun demikian, Dody menyebut sudah ada saksi yang menyebut-nyebut ada keterlibatan Sang Bupati. Orang nomor satu di Kebumen itu disebut para saksi membagi-bagi proyek kepada tim sesnya. Keterangan para saksi, sudah bisa menjadi alat bukti. Itu pula yang membuat JPU menyebut nama Bupati Yahya Fuad dalam surat dakwaan terhadap terdakwa Hartoyo.
Praktis, JPU kini mencari alat bukti lain dipersidangan. "JPU tentunya tidak ambisius dengan menyebut nama Bupati dalam surat dakwaan. Nanti kita lihat di persidangan-persidangn selanjutnya. Kan sudah ada keterangan saksi (Bupati) membagi-bagi proyek," katanya ditemui usai persidangan, di Semarang, Selasa lalu (24/1/2017).
Masih harus ditunggu apakah JPU berhasil mendapatkan bukti pelengkap soal keterlibatan Bupati, Ketua DPRD berikut unsur pimpinan dewan dalam kasus ini.
Yang pasti, dan sudah terungkap di persidangan, anggaran Pokir di DPRD Kebumen ini sudah berjalan sejak penetapan APBD Murni 2016. Praktek penyelewengan anggaran pokir bahkan sudah terjadi sejak saat itu. Pokir bahkan dijadikan anggota Dewan sebagai "alat transaksi" agar APBD ditetapkan sesuai jadwal. Atau dengan kata lain, terjadi tawar menawar antara unsur pimpinan dewan dengan pihak eksekutif.
Dari pihak eksekutif, Sekretaris Daerah Adi Pandoyo disebut orang yang sangat berpengaruh. Adi Pandoyo menjadi penentu untuk menyelesaikan kegaduhan terkait pokir tersebut. Hal sama juga terjadi pada proses pembahasan dan penetapan APBD P 2016. Bahkan, molornya penetapan APB D P 2016 disebut-sebut lantaran ada tawar menawar anggaran pokir. Kalangan dewan meminta penambahan pada APBD Murni yang nilainya Rp 34,5 miliar.
Akhirnya, pihak eksekutif dan legislatif menyepakati kenaikan anggaran pokir menjadi Rp 45 miliar atau ada kenaikan Rp 10,5 miliar. Jumlah tersebut diperuntukkan bagi anggota dewan sebanyak 50 orang, masing-masing sebesar Rp 150 juta. Adapun wakil pimpinan dewan Rp 500 juta dan Ketua DPRD Rp 1,5 miliar. Dalam persidangan terungkap, ada pertemuan antara Bupati, Sekda serta Ketua DPRD Kebumen. Adanya pertemuan itu diungkap saksi Dian Lestari. (cah)
Modusnya, para anggota dewan melakukan kongkalingkong dengan pejabat berwenang di tingkat eksekutif. Bahkan, pengusaha hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Itu pula yang sudah terjadi di Dikpora Kebumen dan tengah ditangani KPK saat ini. Pada perkara ini, Komisaris PT OSMA Hartoyo telah menyuap pihak eksekutif dan legislatif agar bisa mendapatkan proyek di Dinas yang mengurusi pendidikan tersebut. Inilah yang disebut ijon proyek, yakni pelaksana proyek sudah diketahui bahkan jauh-jauh hari sebelum lelang dilangsungkan.
Pada kasus ini, Hartoyo didakwa telah menyuap mantan Ketua Komisi A Yudi Trihartanto (legislatif) dan Sigit Widodo, PNS Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (eksekutif). Kemudian, Sekretaris Daerah Kebumen, Adi Pandoyo ikut terseret. Keeempat orang tersebut kini sudah KPK sebagai tersangka .
Praktek korupsi ini terlihat makin masif dan terstruktur, saat seorang aktivis LSM, Basikun Suwandi Atmodjo alias Petruk Basikun Mualim ikut menjadi tersangka. Ditambah fakta di persidangan, uang suap juga mengalir bagi para anggota Komisi A DPRD Kebumen makin menguatkan banyaknya pihak yang terlibat dalam praktek bancakan anggaran ini. Disebut terstruktur, sistematis dan masif karena suap ini melibatkan eksekutif, legislatif, LSM sampai sektor swasta (pengusaha).
Adanya aliran uang kepada Komisi A, dijelaskan secara gamblang oleh Dian Lestari Pertiwi Subekti, salah satu saksi yang dihadirkan pada persidangan terdakwa Hartoyo, di Pengadilan Tinggi Korupsi (Tipikor), Semarang Selasa lalu (24/1). Saat itu, Dian menyebutkan, dia telah menyerahkan uang suap sebesar Rp 60 juta dari Basikun Mualim bersumber pengusaha Agus Mualim. Uang tersebut lantas dibagikan kepada 7 dari 13 anggota Komisi A.
Jumlah tersebut belum termasuk uang suap dari terdakwa Hartoyo yang urung diberikan karena keburu diketahui KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Oktober 2016. Saat itu, Satgas KPK mengamankan Sigit Widodo dan Yudi Trihartanto dan menyita uang Rp 70 juta suap dari Hartoyo.
Dian mengakui, uang suap tersebut terkait pokir. Dan menurutnya, comitmen fee (suap) bagi anggota dewan terkait anggaran pokir sudah hal lumrah. Mengingat, biaya politik (cost politic) mereka yang tinggi. Anggaran pokir termasuk comitmen fee tersebut mereka perlukan untuk banyak keperluan. Dari memenuhi permintaan konstituen, termasuk kebutuhan dewan saat lebaran tiba. "Ada juga kebutuhan lain yang tidak dapat disebutkan," kata anggota DPRD Kebumen tiga periode tersebut.
Pada pelaksanaannya, pokir pun membuat situasi antara anggota dewan menjadi gaduh. Apalagi, ada sejumlah anggota dewan yang tidak cukup hanya menerima comitmen fee dari pokir. Mereka malah menjadi "pemain" dengan mengerjakan sendiri proyek tersebut nantinya. Ini bisa terjadi lantaran ada sebagian anggota dewan yang memiliki perusahaan atau CV yang berkaitan dengan proyek pemerintah.
Menurut Dian Lestari, kegaduhan tersebut juga terjadi pada anggaran pokir pada APBD P 2016. Sejumlah anggota dewan berebut proyek dengan tim ses Bupati Kebumen HM Yahya Fuad.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Dody Sukmono, membenarkan lembaga anti korupsi tengah menangani perkara korupsi pada anggaran pokir pada APBD P 2016. Adapun yang sudah terlihat di publik saat ini, katanya baru sebatas di Komisi A. Menurutnya, praktek serupa juga terjadi di komisi lain di DPRD Kebumen
.
Dan bisa dipastikan, akan melibatkan lebih banyak pihak. Baik seluruh unsur kelengkapan dewan hingga unsur pimpinan DPRD serta para pejabat di lingkungan Pemkab Kebumen.
Disinggung sejauh mana keterlibatan Bupati Kebumen, Dody Sukmono mengatakan masih harus dibuktikan di persidangan. Namun demikian, Dody menyebut sudah ada saksi yang menyebut-nyebut ada keterlibatan Sang Bupati. Orang nomor satu di Kebumen itu disebut para saksi membagi-bagi proyek kepada tim sesnya. Keterangan para saksi, sudah bisa menjadi alat bukti. Itu pula yang membuat JPU menyebut nama Bupati Yahya Fuad dalam surat dakwaan terhadap terdakwa Hartoyo.
Praktis, JPU kini mencari alat bukti lain dipersidangan. "JPU tentunya tidak ambisius dengan menyebut nama Bupati dalam surat dakwaan. Nanti kita lihat di persidangan-persidangn selanjutnya. Kan sudah ada keterangan saksi (Bupati) membagi-bagi proyek," katanya ditemui usai persidangan, di Semarang, Selasa lalu (24/1/2017).
Masih harus ditunggu apakah JPU berhasil mendapatkan bukti pelengkap soal keterlibatan Bupati, Ketua DPRD berikut unsur pimpinan dewan dalam kasus ini.
Yang pasti, dan sudah terungkap di persidangan, anggaran Pokir di DPRD Kebumen ini sudah berjalan sejak penetapan APBD Murni 2016. Praktek penyelewengan anggaran pokir bahkan sudah terjadi sejak saat itu. Pokir bahkan dijadikan anggota Dewan sebagai "alat transaksi" agar APBD ditetapkan sesuai jadwal. Atau dengan kata lain, terjadi tawar menawar antara unsur pimpinan dewan dengan pihak eksekutif.
Dari pihak eksekutif, Sekretaris Daerah Adi Pandoyo disebut orang yang sangat berpengaruh. Adi Pandoyo menjadi penentu untuk menyelesaikan kegaduhan terkait pokir tersebut. Hal sama juga terjadi pada proses pembahasan dan penetapan APBD P 2016. Bahkan, molornya penetapan APB D P 2016 disebut-sebut lantaran ada tawar menawar anggaran pokir. Kalangan dewan meminta penambahan pada APBD Murni yang nilainya Rp 34,5 miliar.
Akhirnya, pihak eksekutif dan legislatif menyepakati kenaikan anggaran pokir menjadi Rp 45 miliar atau ada kenaikan Rp 10,5 miliar. Jumlah tersebut diperuntukkan bagi anggota dewan sebanyak 50 orang, masing-masing sebesar Rp 150 juta. Adapun wakil pimpinan dewan Rp 500 juta dan Ketua DPRD Rp 1,5 miliar. Dalam persidangan terungkap, ada pertemuan antara Bupati, Sekda serta Ketua DPRD Kebumen. Adanya pertemuan itu diungkap saksi Dian Lestari. (cah)