KARANGANYAR – Tim identifikasi Polres Karanganyar menemukan fakta baru terkait kematian M. Fadhli, 20, peserta pendidikan dasar (diksar) The Great Camping (TGC) mahasiswa pecinta alam (mapala) Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta.
Mahasiswa asal Batam, Kepulauan Riau tersebut sudah meninggal beberapa jam sebelum dibawa ke Puskesmas Tawangmangu. Ini berdasar keterangan kepala puskesmas setempat dr. Supardi kepada polisi kemarin (26/1).
Menurut Supardi, jasad Fadhli diantarkan oleh rekannya yang tiba di puskesmas, Jumat (20/1), sekitar pukul 16.00. “Dari hasil pemeriksaan, diperkirakan (Fadhli, Red) meninggal sekitar tiga jam sebelum dibawa ke puskesmas,” terangnya.
Padahal jarak tempuh dari lokasi diksar di Dusun Tlogodringo, Kelurahan Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu ke puskesmas hanya sekitar 30 menit. ”Kemungkinan saat di lokasi diksar sudah meninggal. Yang jelas sampai sini jenazah sudah mulai kaku kemudian kita kirimkan ke RSUD Karanganyar,” beber Supardi.
Tim medis Puskesmas Tawangmangu menemukan beberapa luka di tubuh Fadhli. Yakni luka goresan di bagian dada bagian bawah, tangan bagian kiri, serta kaki kanan dan kiri. Namun, Supardi tidak dapat menyimpulkan apakah luka itu disebabkan karena penganiayaan atau sebab lainnya. ”Kami hanya melakukan pemeriksaan awal, setelah itu kami laporkan ke polisi,” tandasnya.
Sebelumnya, dari hasil pemeriksaan luar, , Puskesmas Tawangmangu menyatakan, Fadhli meninggal karena mengalami hipotermia alias kedinginan.
Selain mendatangi puskesmas, polisi juga kembali menyisir lokasi diksar. Dimulai dari lapangan Dusun Tlogodringo, menuju ke lapangan Watu Lumbung yang berjarak sekitar 1 kilometer.
Di lokasi, petugas mengamankan barang bukti berupa potongan kayu berdiameter sekitar 10 sentimeter dan panjang 50 sentimeter, kayu sisa api unggun, serta mengambil gambar tebing setinggi 30 meter yang digunakan latihan mapala UII Jogjakarta.
Hingga kemarin, garis polisi masih terpasang di lokasi diksar dan tertutup sementara untuk aktivitas pecinta alam. “Olah TKP ini untuk memperlengkap barang bukti yang sudah diamankan sebelumnya,” terang anggota tim identifikasi Polres Karanganyar Aiptu Iswan.
Sementara itu, Ari, 45, warga Dusun Tlogodringo menuturkan, selama pelaksanaan diksar, 37 peserta tidur di dalam tenda yang didirikan di lapangan Watu Lumbung, sedangkan panitia kegiatan menempati base camp induk di rumah milik Joko Suratin, 35.
Dia mengaku belum lupa dengan ciri-ciri fisik Syaits Asyam, 19, peserta diksar yang juga meninggal dunia setelah pulang ke Jogjakarta. ”Saya ingat salah seorang peserta yang rambutnya sebahu keriting (Asyam, Red) dia sempat dirawat di base camp. Tadinya terlihat sehat, sempat cuci kaki dan berjemur di halaman (base camp, Red). Saya ketemunya hari ke tiga,” beber dia.
Saat bertemu, imbuh Ari, Asyam bercerita mengalami luka lecet di bagian tangan, kaki, dan punggungnya. “Saya tidak menduga kalau meninggal,” jelasnya.
Sementara itu, Joko Suratin menuturkan, Dusun Tlogodringo kerap digunakan kegiatan pecinta alam. ”Dulu pernah ada kejadian tahun 1992. Ada dua orang meninggal karena kedinginan. Tapi kali ini paling banyak. Saya tidak membayangkan bisa sampai seperti ini,” ungkapnya.
Joko mengakui, rumahnya dijadikan base camp induk dan hanya ditempati panitia diksar. ”Jadi kami sendiri tidak sempat ketemu dengan pesertanya. Karena base camp ini khusus untuk panitia. Peserta dilepas di hutan,” jelas Joko. Ditambahkan Joko, rumahnya kerap digunakan sebagai base camp pecinta alam sejak 1990-an.
Terpisah, Kapolres Karanganyar AKBP Ade Safri Simanjuntak menuturkan, pada pemanggilan pemeriksaan pertama, panitia diksar mapala UII mangkir. Alasannya, tidak ada surat pemanggilan resmi.
Karena itu, Polres Karanganyar segera mengirimkan surat yang dimaksud. “Senin (30/1,Red) mereka akan kita periksa,” jelas Ade di Mapolresta Surakarta saat mendampingi Wakapolda Jateng Brigjen Pol Firli.
Ditambahkan dia, hasil keterangan ahli pidana Universitas Surakarta (UNSA), surat pernyataan yang dilampirkan peserta diksar berisi tidak akan menggugat ketika terjadi hal di luar dugaan, surat tersebut tidak bisa menggugurkan proses pidana. Sebab tidak memiliki kekuatan hukum walaupun sudah ditandatangani di atas materai.
Terkait penetapan dan jumlah tersangka, Ade menargetkan secepatnya setelah pemeriksaan saksi-saksi. “Nanti kalau sudah selesai (penyelidikan, Red) akan kita beberkan,” ucapnya.
Serupa dituturkan Wakapolda Jateng Brigjen Pol Firli. “Saya tidak berwenang dan belum berwenang menyebutkan berapa jumlah tersangka. Biarkan tim penyidik melakukan tugasnya agar tidak terjadi kesalahan,” kata dia mewakili Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono.
Namun, Firli menegaskan, kurang dari satu pekan ini, polisi segera mengungkap para pelaku dugaan penganiayaan. Terkait nama Yudi yang disebut keluarga almarhum Asyam sebagai tertuduh penganiaya, wakapolda belum bisa memastikan. “Tidak bisa berdasarkan katanya saja. Harus melewati beberapa proses. Ya nama tersebut hanya kita masukkan ke dalam BAP saksi,” papar dia. (adi/atn/wa)
Mahasiswa asal Batam, Kepulauan Riau tersebut sudah meninggal beberapa jam sebelum dibawa ke Puskesmas Tawangmangu. Ini berdasar keterangan kepala puskesmas setempat dr. Supardi kepada polisi kemarin (26/1).
Menurut Supardi, jasad Fadhli diantarkan oleh rekannya yang tiba di puskesmas, Jumat (20/1), sekitar pukul 16.00. “Dari hasil pemeriksaan, diperkirakan (Fadhli, Red) meninggal sekitar tiga jam sebelum dibawa ke puskesmas,” terangnya.
Padahal jarak tempuh dari lokasi diksar di Dusun Tlogodringo, Kelurahan Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu ke puskesmas hanya sekitar 30 menit. ”Kemungkinan saat di lokasi diksar sudah meninggal. Yang jelas sampai sini jenazah sudah mulai kaku kemudian kita kirimkan ke RSUD Karanganyar,” beber Supardi.
Tim medis Puskesmas Tawangmangu menemukan beberapa luka di tubuh Fadhli. Yakni luka goresan di bagian dada bagian bawah, tangan bagian kiri, serta kaki kanan dan kiri. Namun, Supardi tidak dapat menyimpulkan apakah luka itu disebabkan karena penganiayaan atau sebab lainnya. ”Kami hanya melakukan pemeriksaan awal, setelah itu kami laporkan ke polisi,” tandasnya.
Sebelumnya, dari hasil pemeriksaan luar, , Puskesmas Tawangmangu menyatakan, Fadhli meninggal karena mengalami hipotermia alias kedinginan.
Selain mendatangi puskesmas, polisi juga kembali menyisir lokasi diksar. Dimulai dari lapangan Dusun Tlogodringo, menuju ke lapangan Watu Lumbung yang berjarak sekitar 1 kilometer.
Di lokasi, petugas mengamankan barang bukti berupa potongan kayu berdiameter sekitar 10 sentimeter dan panjang 50 sentimeter, kayu sisa api unggun, serta mengambil gambar tebing setinggi 30 meter yang digunakan latihan mapala UII Jogjakarta.
Hingga kemarin, garis polisi masih terpasang di lokasi diksar dan tertutup sementara untuk aktivitas pecinta alam. “Olah TKP ini untuk memperlengkap barang bukti yang sudah diamankan sebelumnya,” terang anggota tim identifikasi Polres Karanganyar Aiptu Iswan.
Sementara itu, Ari, 45, warga Dusun Tlogodringo menuturkan, selama pelaksanaan diksar, 37 peserta tidur di dalam tenda yang didirikan di lapangan Watu Lumbung, sedangkan panitia kegiatan menempati base camp induk di rumah milik Joko Suratin, 35.
Dia mengaku belum lupa dengan ciri-ciri fisik Syaits Asyam, 19, peserta diksar yang juga meninggal dunia setelah pulang ke Jogjakarta. ”Saya ingat salah seorang peserta yang rambutnya sebahu keriting (Asyam, Red) dia sempat dirawat di base camp. Tadinya terlihat sehat, sempat cuci kaki dan berjemur di halaman (base camp, Red). Saya ketemunya hari ke tiga,” beber dia.
Saat bertemu, imbuh Ari, Asyam bercerita mengalami luka lecet di bagian tangan, kaki, dan punggungnya. “Saya tidak menduga kalau meninggal,” jelasnya.
Sementara itu, Joko Suratin menuturkan, Dusun Tlogodringo kerap digunakan kegiatan pecinta alam. ”Dulu pernah ada kejadian tahun 1992. Ada dua orang meninggal karena kedinginan. Tapi kali ini paling banyak. Saya tidak membayangkan bisa sampai seperti ini,” ungkapnya.
Joko mengakui, rumahnya dijadikan base camp induk dan hanya ditempati panitia diksar. ”Jadi kami sendiri tidak sempat ketemu dengan pesertanya. Karena base camp ini khusus untuk panitia. Peserta dilepas di hutan,” jelas Joko. Ditambahkan Joko, rumahnya kerap digunakan sebagai base camp pecinta alam sejak 1990-an.
Terpisah, Kapolres Karanganyar AKBP Ade Safri Simanjuntak menuturkan, pada pemanggilan pemeriksaan pertama, panitia diksar mapala UII mangkir. Alasannya, tidak ada surat pemanggilan resmi.
Karena itu, Polres Karanganyar segera mengirimkan surat yang dimaksud. “Senin (30/1,Red) mereka akan kita periksa,” jelas Ade di Mapolresta Surakarta saat mendampingi Wakapolda Jateng Brigjen Pol Firli.
Ditambahkan dia, hasil keterangan ahli pidana Universitas Surakarta (UNSA), surat pernyataan yang dilampirkan peserta diksar berisi tidak akan menggugat ketika terjadi hal di luar dugaan, surat tersebut tidak bisa menggugurkan proses pidana. Sebab tidak memiliki kekuatan hukum walaupun sudah ditandatangani di atas materai.
Terkait penetapan dan jumlah tersangka, Ade menargetkan secepatnya setelah pemeriksaan saksi-saksi. “Nanti kalau sudah selesai (penyelidikan, Red) akan kita beberkan,” ucapnya.
Serupa dituturkan Wakapolda Jateng Brigjen Pol Firli. “Saya tidak berwenang dan belum berwenang menyebutkan berapa jumlah tersangka. Biarkan tim penyidik melakukan tugasnya agar tidak terjadi kesalahan,” kata dia mewakili Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono.
Namun, Firli menegaskan, kurang dari satu pekan ini, polisi segera mengungkap para pelaku dugaan penganiayaan. Terkait nama Yudi yang disebut keluarga almarhum Asyam sebagai tertuduh penganiaya, wakapolda belum bisa memastikan. “Tidak bisa berdasarkan katanya saja. Harus melewati beberapa proses. Ya nama tersebut hanya kita masukkan ke dalam BAP saksi,” papar dia. (adi/atn/wa)