BATANG – Kunjungan kerja Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di lokasi pembangunan Fly Over jalan tol ruas Batang-Semarang, Rabu (22/3), disambut aksi unjuk rasa oleh warga Dukuh Johosari, Desa/Kecamatan Kandeman.
Warga menuntut agar orang nomor satu di Jawa Tengah itu dapat menyelesaikan masalah ganti rugi lahan terdampak proyek jalan tol milik mereka, yang tidak sesuai dengan kesepakatan. Karena diketahui, tanah milik warga hanya dihargai seniliai Rp 260 ribu/meternya, sedangkan harga pasaran tanah di wilayah kandeman saat ini sudah mencapai Rp500-Rp1 juta/meternya.
Kordintor aksi Muflikhun mengatakan bahwa selama ini tim pembebasan lahan tol tidak pernah mengajak musyawarah untuk membahas harga tanah pasaran di Desa Kandeman, dan hanya ditentukan dengan harga sepihak yaitu per meter Rp260 ribu.
“Padahal patokan harga tanah disini mulai tahun 2015 keatas itu harganya sudah mencapai Rp500-1 juta. Masa tanah kami hanya di hargai Rp260 ribu saja. Dan yang membuat warga kesal juga kenapa harga ganti rugi tanah kas desa lebih tinggi Rp1.450 ribu, dan tanah milik perusahaan itu Rp1.500 ribu, itu tidak benar namanya, sudah menyalahi warga masyarakat” ujar Muflikhun saat berdialog dengan Ganjar Pranowo.
Dengan pemberian harga ganti rugi yang tidak sesuai itulah, warga menuntut agar dapat dilakukan survey ulang oleh tim Appraisal. Namun, sayang permintaan warga itu tidak mendapatkan respon baik, tim Appraisal hingga kini enggan melakukan survey ulang. Malah kini PPK telah mengjukan langkah konsinyasi (penitipan uang ganti rugi) ke Pengadilan Negeri Batang.
“Dari awal kami hanya meminta agar bisa dilakukan survey ulang kepada tim pembebasan lahan. Tetapi tidak ada respon sama sekali dan selalu menekan masyarakat. Dan setiap kali ada pertemuan tidak pernah mencarikan solusi seperti apa, supaya masyarakat itu bisa tenang. Tapi kenyataannya malah mereka menekan dan selalu memberikan intimidasi dengan membawa kasus ini ke pengadilan untuk dilakukan konsinyasi,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Muflihkun, langkah konsinyasi itu harus sesuai dengan peraturan dan Undang-Undang yang ada, seperti yang tercantum pada UU nomor 2 tahun 2012 tentang pembebasan lahan untuk kepentingan umum. Sedangkan asas-asas yang terkandung didalamnya tersebut, menurut Muflikhun belum diberikan kepada masyarakat. Seperti asas keadilan, kesejahteraan, serta asas-asas yang lainnya juga belum diberikan.
“Dulu ada sekitar 45 an bidang lahan yang belum terbebaskan, tapi berhubung masyarakat itu pada takut katanya nanti di pengadilan dipersulit dan lain sebagainya. Hingga akhirnya sampai kini tinggal tersisa 25 bidang saja yang belum dilepaskan dari masyarakat. Untuk itu, saya mohon kepada pimpinan-pimpinan, seperti bapak Gubernur atau Kementerian PU supaya bisa merespon dan menindaklanjuti masalah kami ini,” terang Muflikhun.
Sementara itu, dihadapan warga Ganjar Pranowo mengatakan agar warga yang merasa tanahnya dibeli dengan harga tidak sesuai untuk melakukan gugatan di Pengadilan. Sehingga masalah yang dialami warga akan jelas dan menemui titik akhir. ”Bapak dan ibu silakan mengajukan gugatan ke Pengadilan, sehingga masalah ini bisa diselesaikan secepatnya,” tuturnya.
Mendengar jawaban Gubernur warga merasa kecewa karena tidak sesuai dengan harapan. Warga merasa kesal karena selama ini merasa di ping pong oleh pihak Appraisal. Warga sangat berharap Gubernur bisa melakukan Investigasi. Sehingga jika hasilnya terbukti ada yang bermain harga tanah bisa dilakukan tindakan tegas. (ap6)
Warga menuntut agar orang nomor satu di Jawa Tengah itu dapat menyelesaikan masalah ganti rugi lahan terdampak proyek jalan tol milik mereka, yang tidak sesuai dengan kesepakatan. Karena diketahui, tanah milik warga hanya dihargai seniliai Rp 260 ribu/meternya, sedangkan harga pasaran tanah di wilayah kandeman saat ini sudah mencapai Rp500-Rp1 juta/meternya.
Kordintor aksi Muflikhun mengatakan bahwa selama ini tim pembebasan lahan tol tidak pernah mengajak musyawarah untuk membahas harga tanah pasaran di Desa Kandeman, dan hanya ditentukan dengan harga sepihak yaitu per meter Rp260 ribu.
“Padahal patokan harga tanah disini mulai tahun 2015 keatas itu harganya sudah mencapai Rp500-1 juta. Masa tanah kami hanya di hargai Rp260 ribu saja. Dan yang membuat warga kesal juga kenapa harga ganti rugi tanah kas desa lebih tinggi Rp1.450 ribu, dan tanah milik perusahaan itu Rp1.500 ribu, itu tidak benar namanya, sudah menyalahi warga masyarakat” ujar Muflikhun saat berdialog dengan Ganjar Pranowo.
Dengan pemberian harga ganti rugi yang tidak sesuai itulah, warga menuntut agar dapat dilakukan survey ulang oleh tim Appraisal. Namun, sayang permintaan warga itu tidak mendapatkan respon baik, tim Appraisal hingga kini enggan melakukan survey ulang. Malah kini PPK telah mengjukan langkah konsinyasi (penitipan uang ganti rugi) ke Pengadilan Negeri Batang.
“Dari awal kami hanya meminta agar bisa dilakukan survey ulang kepada tim pembebasan lahan. Tetapi tidak ada respon sama sekali dan selalu menekan masyarakat. Dan setiap kali ada pertemuan tidak pernah mencarikan solusi seperti apa, supaya masyarakat itu bisa tenang. Tapi kenyataannya malah mereka menekan dan selalu memberikan intimidasi dengan membawa kasus ini ke pengadilan untuk dilakukan konsinyasi,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Muflihkun, langkah konsinyasi itu harus sesuai dengan peraturan dan Undang-Undang yang ada, seperti yang tercantum pada UU nomor 2 tahun 2012 tentang pembebasan lahan untuk kepentingan umum. Sedangkan asas-asas yang terkandung didalamnya tersebut, menurut Muflikhun belum diberikan kepada masyarakat. Seperti asas keadilan, kesejahteraan, serta asas-asas yang lainnya juga belum diberikan.
“Dulu ada sekitar 45 an bidang lahan yang belum terbebaskan, tapi berhubung masyarakat itu pada takut katanya nanti di pengadilan dipersulit dan lain sebagainya. Hingga akhirnya sampai kini tinggal tersisa 25 bidang saja yang belum dilepaskan dari masyarakat. Untuk itu, saya mohon kepada pimpinan-pimpinan, seperti bapak Gubernur atau Kementerian PU supaya bisa merespon dan menindaklanjuti masalah kami ini,” terang Muflikhun.
Sementara itu, dihadapan warga Ganjar Pranowo mengatakan agar warga yang merasa tanahnya dibeli dengan harga tidak sesuai untuk melakukan gugatan di Pengadilan. Sehingga masalah yang dialami warga akan jelas dan menemui titik akhir. ”Bapak dan ibu silakan mengajukan gugatan ke Pengadilan, sehingga masalah ini bisa diselesaikan secepatnya,” tuturnya.
Mendengar jawaban Gubernur warga merasa kecewa karena tidak sesuai dengan harapan. Warga merasa kesal karena selama ini merasa di ping pong oleh pihak Appraisal. Warga sangat berharap Gubernur bisa melakukan Investigasi. Sehingga jika hasilnya terbukti ada yang bermain harga tanah bisa dilakukan tindakan tegas. (ap6)