JAKARTA – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mengajukan 49 negara yang diberi kebijakan bebas visa kunjungan (BVK) untuk dikaji Ulang. Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar I Gde Pitana mengatakan bahwa kunjungan 49 negara tersebut sangat sedikit. Jumlahnya kurang dari 100 kunjungan. Negara-negara tersebut antara lain Albania, Rwanda, Aljazair, Komoro, Nikaragua, Pantai Gading, Mozambik, dan Madagaskar.
”Negara-negara tersebut kami rekomendasikan untuk diberlakukan Visa on Arrival (VoA) karena kenaikan nominal kunjungannya terendah dan jumlah kunjungannya kurang dari 100 wisman,” tutur Pitana pada rapat Panitia Kerja (Panja) Bebas Visa di Gedung DPR RI kemarin (17/4).
Sementara itu, lonjakan kunjungan terjadi untuk beberapa negara. Mesir menjadi negara dengan lonjakan tingkat kunjungan tertinggi. Yakni 53,35 persen.Bahrain menduduki peringkat selanjutnya dengan kenaikan 41,63 persen. Di bawahnya ada India (28,78 persen), Inggris (27,56 persen), dan Arab Saudi (26,91 persen).
”Untuk Inggris, jarang sekali yang datang langsung dari Inggris. Wisatawan Inggris kebanyakan datang dari negara-negara dekat. Seperti Singapura, Malaysia, Thailand, da Australia,” terang Pitana.
Lebih lanjut Pitana menjelaskan dasar pemberian kebijakan BVK pada 49 negara yang ternyata minim sekali jumlah kunjungannya. Pitana mengatakan, 49 negara tersebut masuk daftar bebas visa karena merupakan negara-negara yang juga dibebaskan visa oleh Malaysia dan SIngapura yang menjadi saingan industri pariwisata Indonesia. ”Dulu kita berikan karena kita benchmarking Malaysia dan Singapura. Mana saja negara yang mereka berikan bebas visa,” ungkapnya.
Hal itu kemudian menjadi salah satu pertimbangan untuk mengajukan kebijakan BVK terhadap negara-negara tersebut. Namun, pada perjalanannya, jumlah kunjungan dari negara-negara tersebut tidak sesuai dengan perkiraan. Karena itu juga, Kemenpar akhirnya mengekuarkan rekomendasi untuk mengkaji ulang negara-negara yang bisa menikmati fasilitas BVK.
Menangapi hal tersebut, Komisi I DPR RI menilai kebijakan BVK itu sudah seharusnya dievaluasi. Ketua Panja Bebas Visa Hanafi Rais mengatakan, hal tersebut harus segera dilakukan harena kebijakan tersebut dinilai tidak banyak menguntungkan dari sisi pendapatan. Kebijakan itu malah menimbulkan sejumlah persoalan baru di Indonesia.
Hanafi menambahkan, kebijakan BVK yang diberikan kpada 169 negara dinilai beluk efektif dan memberikan dampak besar pada Indonesia. sebaliknya, persoalan malah banyak muncul. Seperti masuknya banyak renaga kerja asing yang memanfaatkan fasilitas tersebut, kejahatan, dan yang lainnya. ”Sebanyak 169 negara yang diberi BVK memang pantas dikaji ulang,” kata Hanafi yang juga Wakil Ketua Komisi 1 DPR Ri itu.
Memang, semenjak adanya kebijakan BVK itu, jumlah wisatawan mancanegara yang melancong ke Indonesia bertambah. Devisi negara pun bertambah. Namun, secara jumlah tidak signifikan. ”Jadi, harus dilihat lagi, apakah ditarik bebas visanya atau jadi Visa on Arrival,” tambahnya. (and)
”Negara-negara tersebut kami rekomendasikan untuk diberlakukan Visa on Arrival (VoA) karena kenaikan nominal kunjungannya terendah dan jumlah kunjungannya kurang dari 100 wisman,” tutur Pitana pada rapat Panitia Kerja (Panja) Bebas Visa di Gedung DPR RI kemarin (17/4).
Sementara itu, lonjakan kunjungan terjadi untuk beberapa negara. Mesir menjadi negara dengan lonjakan tingkat kunjungan tertinggi. Yakni 53,35 persen.Bahrain menduduki peringkat selanjutnya dengan kenaikan 41,63 persen. Di bawahnya ada India (28,78 persen), Inggris (27,56 persen), dan Arab Saudi (26,91 persen).
”Untuk Inggris, jarang sekali yang datang langsung dari Inggris. Wisatawan Inggris kebanyakan datang dari negara-negara dekat. Seperti Singapura, Malaysia, Thailand, da Australia,” terang Pitana.
Lebih lanjut Pitana menjelaskan dasar pemberian kebijakan BVK pada 49 negara yang ternyata minim sekali jumlah kunjungannya. Pitana mengatakan, 49 negara tersebut masuk daftar bebas visa karena merupakan negara-negara yang juga dibebaskan visa oleh Malaysia dan SIngapura yang menjadi saingan industri pariwisata Indonesia. ”Dulu kita berikan karena kita benchmarking Malaysia dan Singapura. Mana saja negara yang mereka berikan bebas visa,” ungkapnya.
Hal itu kemudian menjadi salah satu pertimbangan untuk mengajukan kebijakan BVK terhadap negara-negara tersebut. Namun, pada perjalanannya, jumlah kunjungan dari negara-negara tersebut tidak sesuai dengan perkiraan. Karena itu juga, Kemenpar akhirnya mengekuarkan rekomendasi untuk mengkaji ulang negara-negara yang bisa menikmati fasilitas BVK.
Menangapi hal tersebut, Komisi I DPR RI menilai kebijakan BVK itu sudah seharusnya dievaluasi. Ketua Panja Bebas Visa Hanafi Rais mengatakan, hal tersebut harus segera dilakukan harena kebijakan tersebut dinilai tidak banyak menguntungkan dari sisi pendapatan. Kebijakan itu malah menimbulkan sejumlah persoalan baru di Indonesia.
Hanafi menambahkan, kebijakan BVK yang diberikan kpada 169 negara dinilai beluk efektif dan memberikan dampak besar pada Indonesia. sebaliknya, persoalan malah banyak muncul. Seperti masuknya banyak renaga kerja asing yang memanfaatkan fasilitas tersebut, kejahatan, dan yang lainnya. ”Sebanyak 169 negara yang diberi BVK memang pantas dikaji ulang,” kata Hanafi yang juga Wakil Ketua Komisi 1 DPR Ri itu.
Memang, semenjak adanya kebijakan BVK itu, jumlah wisatawan mancanegara yang melancong ke Indonesia bertambah. Devisi negara pun bertambah. Namun, secara jumlah tidak signifikan. ”Jadi, harus dilihat lagi, apakah ditarik bebas visanya atau jadi Visa on Arrival,” tambahnya. (and)