IMAM/EKSPRES |
Aboge yang berasal dari kata dari Alip Rebo Wage itu merupakan salah satu ajaran Islam yang konon diajarkan atau dibawa oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Di Kebumen penganut aliran Aboge ini dapat ditemui di Kecamatan Karanggayam.
Sama seperti aliran keagamaan yang mempunyai perhitungan dalam menentukan waktu puasa, Aboge juga mempunyai perhitungan sendiri. Dalam perhitungan Aboge terdapat delapan tahun yakni Tahun Alib Be, Alib He, Jim, Je, Dal, Ba, Wawu dan Jim Akhir.
Penentuan awal setiap tahun dalam metode Aboge juga ditentukan dengan rumusan baku. “Untuk tahun Alif Be, Bulan Sura-nya dimulai pada Hari Kamis Legi (Misgi). Tahun Alif He, Bulan Sura-nya dimulai Hari Minggu Pon (Gupon). Untuk tahun Jim Bulan, Sura-nya dimulai pada Hari Jumat Pon (Mapon),” tutur Kepala Desa Clapar Kecamatan Karanggayam Mislan, Jumat (26/5/2017).
Untuk tahun Je, lanjutnya, Bulan Sura-nya dimulai pada Hari Selasa Pahing (Saing). Tahun Dal, Bulan Sura-nya dimulai Hari Sabtu Legi (Tugi). Tahun Wawu Bulan Sura-nya dimulai pada Hari Senen Kliwon (Nenwon) dan untuk tahun Jim Akhir Bulan Suran-ya dimulai pada Hari Jumat Wage (Mage). “Dengan rumus yang ada tersebut, kami sudah dapat menentukan awal hari dari setiap bulannya,” jelasnya.
Tahun 2017 ini, dalam bertepatan dengan tahun Je, yakni tahun keempat dalam dari perhitungan Aboge. Bulan Sura tahun Jim jatuh pada Hari Selasa Pahing. Rumusan baku untuk menentukan awal setiap bulannya dalam metode Aboge yaitu, Bulan Sura 1-1, Sapar 3-1, Mulud 4-5, Robingulakhir 6-5, Jumadil Awal 7-4, Jumadil Akhir 2-4, Rajab 3-3, Saban 5-3, Puasa 6-2, Syawal 1-2, Dulkaidah 2-1 dan Besar 4-1. “Angka depan untuk adalah hari sedangkan angka belakang merupakan pasaran. Dengan demikian maka awal puasa atau tanggal 1 Ramadhan tahun 2017 menurut perhitungan Aboge jatuh pada Minggu Pon,” ucapnya.
Sementara itu, menyambut datangnya bulan Ramadan, warga Kabupaten Kebumen menjalankan tradisi ziarah kubur. Hal itu pula terlihat di Pemakamam Umum Kelurahan Tamanwinangun Kebumen.
Bukannya hanya dari Kelurahan setempat saja, warga dari luar kelurahan bahkan luar Kebumen juga turut berdatangan. Warga yang berziarah umumnya mempunyai leluhur yang dimakamkan di Pemakaman Umum Kelurahan Tamanwinangun.
Agus Setiawan (27) salah satu peziarah mengatakan, pihaknya datang beserta keluarga untuk berziarah ke makam simbahnya. Berziarah secara bersama-sama telah menjadi tradisi menjelang Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. “Kalau sendirian terkadang kami lakukan setiap Kamis atau Jumat. Namun Kalau bersama-sama biasanya jelang Ramadhan dan Idul Fitri,” tuturnya.
Ziarah lanjutnya, dilaksanakan untuk mendoakan arwah para leluhur. Hal ini dilaksanakan dengan membaca Surat Yasin dan Tahlilah. Selain itu ada pula yang membaca doa-doa lainnya. Selain sebuah tradisi, berziarah menurutnya juga merupakan bagian dari bentuk berbakti kepada leluhur. “Saya pernah mendengar katanya, kepedulian orang yang sudah meninggal kepada orang hidup itu lebih tinggi dari pada kepedulian orang yang hidup kepada yang telah meninggal. Maka dari itu sebagai bentuk bakti kita yang masih hidup salah satunya yakni mendoakan mereka,” paparnya.(mam)