KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Pengadilan Tinggi Korupsi Semarang menggelar sidang perdana Adi Pandoyo, terdakwa kasus suap Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Kebumen pada APBD P 2016, Selasa (16/5/2017).
Dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwa Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen non aktif tersebut menerima uang gratifikasi sekitar Rp 3,75 miliar dari Khayub Muhammad Lutfi, mantan calon Bupati Kebumen yang menjadi pesaing Bupati Fuad Yahya saat pilkada silam.
Jaksa Penuntut Umum Joko Hermawan, mengatakan uang tersebut merupakan fee agar Khayub mendapatkan proyek pada APBD P Kebumen 2016. "Terdakwa menerima sejumlah fee dalam beberapa kesempatan terpisah," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Siyoto tersebut.
Atas perintah Bupati Fuad Yahya, lanjut dia, uang fee tersebut kembali didistribusikan ke sejumlah pihak. Dalam realisasinya, sekda beberapa kali menerima upah dari Khayub pada Agustus 2016 sebanyak Rp 1 miliar dan Rp 1,5 miliar.
Sebulan kemudian, terdakwa menerima uang lagi Rp 150 juta. Atas perintah Adi, uang itu diberikan ke Nita Yunita Rp 130 juta dan Teguh Kristiyanto Rp 20 juta. Pada Oktober 2016, sekda kembali menerima uang dari politikus Nasdem tersebut Rp 50 juta.
Selanjutnya, dari seluruh uang itu atas perintah Bupati Yahya diberikan ke seseorang di Hotel Gumaya Semarang Rp 2 miliar. Diberikan ke Probo Indartono Rp 150 juta, Makrifun Rp 40 juta, Imam Satibi Rp 20 juta, dan digunakan operasional penanganan bencana Rp 110 juta.
Sebagai pejabat negara, menurut JPU, terdakwa tidak pernah melaporkan uang yang diterimanya tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga batas waktu 30 hari sesuai ketentuan.
Perbuatan terdakwa menerima gratifikasi tersebut dijerat dengan Pasal 12b Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dalam perkara korupsi tersebut, Adi Pandoyo juga dijerat dengan Pasal 12a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi atas suap yang diterima dalam proyek di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga kabupaten setempat.
Terdakwa diduga menerima sejumlah uang dari dua pemenang lelang proyek di dinas tersebut. Terdakwa diduga menerima suap sebesar Rp135 juta dari Komisaris Utama PT Otoda Sukses Mandiri Abadi, Hartoyo, dan Rp60 juta dari Basikun Suwandi Atmaja yang merupakan mantan tim pemenangan Bupati Fuad Yahya yang juga memperoleh proyek. "Uang tersebut ditujukan terdakwa membantu Hartoyo dan Basikun agar mendapat pekerjaan di proyek dinas pendidikan," katanya.
Atas dakwaan tersebut, terdakwa menyatakan tidak akan mengajukan tanggapan. Majelis hakim selanjutnya memutuskan untuk melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi pada pekan depan.
Uang gratifikasi yang didakwakan kepada Adi Pandoyo sebenarnya pernah terungkap pada persidangan-persidangan sebelumnya. Adi Pandoyo mengaku pernah membagi-bagikan uang kepada sejumlah pihak pada tahun 2016 yang disebut Adi Pandoyo atas perintah Bupati Kebumen, HM Yahya Fuad.
Antara lain kepada seseorang di Hotel Gumaya Semarang, juga kepada anggota DPRD Kabupaten Kebumen, Probo Endartono sebesar Rp 500 juta, Rp 50 juta lagi ke Probo selaku pansel. Berikutnya, Rp 40 juta ke Marifun Arif (anggota DPRD), Rp 20 juta ke Imam Satibi (Rektor IAINU Kebumen).
Setelah dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak, Adi Pandoyo mengaku uang masih tersisa Rp 200 juta yang lantas disimpan di ruang kerjanya. Dari uang tersebut, menurut Adi Pandoyo ada yang dia serahkan kepada Kejaksaan Negeri Kebumen.
Hingga kemudian, Satgas KPK pada Oktober 2016 menyita uang Rp 180 juta dari tempat kerja Adi Pandoyo. Namun demikian, Adi Pandoyo saat itu membantah uang itu adalah uang suap. Menurutnya, uang Rp 200 juta dari Bupati tersebut merupakan dana untuk program Satu 1 perusahaan 1 desa asuh (sapusada). Uang diberikan, kata Adi Pandoyo, lantaran program Sapusada tak juga berjalan optimal.
Program Sapusada sendiri merupakan program unggulan Bupati Kebumen, HM Yahya Fuad yang saat itu baru saja terpilih sebagai Bupati Kebumen periode 2016-2021.
Program ini dimaksudkan untuk mengentaskan kemiskinan ini. Adapun dananya, menurut Adi Pandoyo berasal dari para pengusaha.
Dalam program ini, setiap perusahaan diminta untuk menyisihkan CSRnya untuk pengembangan desa. Pengakuan Adi Pandoyo ini sebelumnya pernah disampaikan pada persidangan sebelumnya, yakni saat menjadi saksi persidangan salah satu terdakwa suap, Komisaris PT OSMA, Hartoyo. Hartoyo sendiri sudah dinyatakan bersalah dan divonis 2,3 tahun.
Bupati Kebumen Muhammad Yahya Fuad sendiri sudah menyangkal pernah memberikan uang Rp 200 juta ke Sekda Kebumen. Ia juga membantah pernah memerintahkan Sekda untuk menyerahkan uang. Fuad menyatakan, ia dengan Ayub sebelumnya adalah rival selama bertarung dalam Pilkada Kebumen.
Sekedar mengingatkan, KPK tengah menangani perkara suap terkait proyek pendidikan di Dikpora Kebumen pada APBD P 2016. Sejak melakukan Operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Oktober 2016, KPK telah menetapkan lima tersangka. Masing-masing, Sekretaris Daerah Adi Pandoyo, Mantan Ketua Komisi A Yudi Trihartanto, Pengusaha Direktur PT OSMA, Hartoyo, Kepala Bidang Pemasaran pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sigit Widodo dan aktivis sekaligus pengusaha, Basikun Suwandi Atmojo alias Ki Petruk.
Dalam prosesnya, KPK juga menggeledah sejumlah tempat. Salah satunya ruang kerja Sekda Adi Pandoyo. Dalam penggeledahan masih di bulan Oktober, KPK menyita uang Rp 185 juta di ruang Sekda Adi Pandoyo. Namun kemudian terungkap di persidangan, angka Rp 185 juta itu menjadi Rp 200 juta.
Dari lima tersangka, Hartoyo sudah dinyatakan bersalah dan divonis 2,3 tahun. (cah)
Dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwa Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen non aktif tersebut menerima uang gratifikasi sekitar Rp 3,75 miliar dari Khayub Muhammad Lutfi, mantan calon Bupati Kebumen yang menjadi pesaing Bupati Fuad Yahya saat pilkada silam.
Jaksa Penuntut Umum Joko Hermawan, mengatakan uang tersebut merupakan fee agar Khayub mendapatkan proyek pada APBD P Kebumen 2016. "Terdakwa menerima sejumlah fee dalam beberapa kesempatan terpisah," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Siyoto tersebut.
Atas perintah Bupati Fuad Yahya, lanjut dia, uang fee tersebut kembali didistribusikan ke sejumlah pihak. Dalam realisasinya, sekda beberapa kali menerima upah dari Khayub pada Agustus 2016 sebanyak Rp 1 miliar dan Rp 1,5 miliar.
Sebulan kemudian, terdakwa menerima uang lagi Rp 150 juta. Atas perintah Adi, uang itu diberikan ke Nita Yunita Rp 130 juta dan Teguh Kristiyanto Rp 20 juta. Pada Oktober 2016, sekda kembali menerima uang dari politikus Nasdem tersebut Rp 50 juta.
Selanjutnya, dari seluruh uang itu atas perintah Bupati Yahya diberikan ke seseorang di Hotel Gumaya Semarang Rp 2 miliar. Diberikan ke Probo Indartono Rp 150 juta, Makrifun Rp 40 juta, Imam Satibi Rp 20 juta, dan digunakan operasional penanganan bencana Rp 110 juta.
Sebagai pejabat negara, menurut JPU, terdakwa tidak pernah melaporkan uang yang diterimanya tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga batas waktu 30 hari sesuai ketentuan.
Perbuatan terdakwa menerima gratifikasi tersebut dijerat dengan Pasal 12b Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dalam perkara korupsi tersebut, Adi Pandoyo juga dijerat dengan Pasal 12a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi atas suap yang diterima dalam proyek di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga kabupaten setempat.
Terdakwa diduga menerima sejumlah uang dari dua pemenang lelang proyek di dinas tersebut. Terdakwa diduga menerima suap sebesar Rp135 juta dari Komisaris Utama PT Otoda Sukses Mandiri Abadi, Hartoyo, dan Rp60 juta dari Basikun Suwandi Atmaja yang merupakan mantan tim pemenangan Bupati Fuad Yahya yang juga memperoleh proyek. "Uang tersebut ditujukan terdakwa membantu Hartoyo dan Basikun agar mendapat pekerjaan di proyek dinas pendidikan," katanya.
Atas dakwaan tersebut, terdakwa menyatakan tidak akan mengajukan tanggapan. Majelis hakim selanjutnya memutuskan untuk melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi pada pekan depan.
Uang gratifikasi yang didakwakan kepada Adi Pandoyo sebenarnya pernah terungkap pada persidangan-persidangan sebelumnya. Adi Pandoyo mengaku pernah membagi-bagikan uang kepada sejumlah pihak pada tahun 2016 yang disebut Adi Pandoyo atas perintah Bupati Kebumen, HM Yahya Fuad.
Antara lain kepada seseorang di Hotel Gumaya Semarang, juga kepada anggota DPRD Kabupaten Kebumen, Probo Endartono sebesar Rp 500 juta, Rp 50 juta lagi ke Probo selaku pansel. Berikutnya, Rp 40 juta ke Marifun Arif (anggota DPRD), Rp 20 juta ke Imam Satibi (Rektor IAINU Kebumen).
Setelah dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak, Adi Pandoyo mengaku uang masih tersisa Rp 200 juta yang lantas disimpan di ruang kerjanya. Dari uang tersebut, menurut Adi Pandoyo ada yang dia serahkan kepada Kejaksaan Negeri Kebumen.
Hingga kemudian, Satgas KPK pada Oktober 2016 menyita uang Rp 180 juta dari tempat kerja Adi Pandoyo. Namun demikian, Adi Pandoyo saat itu membantah uang itu adalah uang suap. Menurutnya, uang Rp 200 juta dari Bupati tersebut merupakan dana untuk program Satu 1 perusahaan 1 desa asuh (sapusada). Uang diberikan, kata Adi Pandoyo, lantaran program Sapusada tak juga berjalan optimal.
Program Sapusada sendiri merupakan program unggulan Bupati Kebumen, HM Yahya Fuad yang saat itu baru saja terpilih sebagai Bupati Kebumen periode 2016-2021.
Program ini dimaksudkan untuk mengentaskan kemiskinan ini. Adapun dananya, menurut Adi Pandoyo berasal dari para pengusaha.
Dalam program ini, setiap perusahaan diminta untuk menyisihkan CSRnya untuk pengembangan desa. Pengakuan Adi Pandoyo ini sebelumnya pernah disampaikan pada persidangan sebelumnya, yakni saat menjadi saksi persidangan salah satu terdakwa suap, Komisaris PT OSMA, Hartoyo. Hartoyo sendiri sudah dinyatakan bersalah dan divonis 2,3 tahun.
Bupati Kebumen Muhammad Yahya Fuad sendiri sudah menyangkal pernah memberikan uang Rp 200 juta ke Sekda Kebumen. Ia juga membantah pernah memerintahkan Sekda untuk menyerahkan uang. Fuad menyatakan, ia dengan Ayub sebelumnya adalah rival selama bertarung dalam Pilkada Kebumen.
Sekedar mengingatkan, KPK tengah menangani perkara suap terkait proyek pendidikan di Dikpora Kebumen pada APBD P 2016. Sejak melakukan Operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Oktober 2016, KPK telah menetapkan lima tersangka. Masing-masing, Sekretaris Daerah Adi Pandoyo, Mantan Ketua Komisi A Yudi Trihartanto, Pengusaha Direktur PT OSMA, Hartoyo, Kepala Bidang Pemasaran pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sigit Widodo dan aktivis sekaligus pengusaha, Basikun Suwandi Atmojo alias Ki Petruk.
Dalam prosesnya, KPK juga menggeledah sejumlah tempat. Salah satunya ruang kerja Sekda Adi Pandoyo. Dalam penggeledahan masih di bulan Oktober, KPK menyita uang Rp 185 juta di ruang Sekda Adi Pandoyo. Namun kemudian terungkap di persidangan, angka Rp 185 juta itu menjadi Rp 200 juta.
Dari lima tersangka, Hartoyo sudah dinyatakan bersalah dan divonis 2,3 tahun. (cah)