KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Pakar hukum Kabupaten Kebumen, Dr Drs M Khambali SH MH mendorong Pemkab Kebumen mengajukan rancangan peraturan daerah (raperda) baru sebagai pengganti Raperda Penyelenggaraan Pariwisata yang gagal ditetapkan pada rapat paripurna DPRD Kebumen, belum lama ini.
"Diulang lagi aja, dengan perbaikan. Saya mencermati dua kubu yang pro dan kontra sama-sama memaksakan kehendak. Menurut saya, sepertinya Bupati menghendaki di Kebumen tidak diperbolehkan ada tempat karaoke. Dan ternyata keinginan bupati ini didukung oleh banyak pihak. Meski ada sebagian pihak lain yang menolak atau kontra. Bila perlu lakukan referendum rakyat mengenai karaoke," ujar Khambali, Senin (8/5/2017) saat dimintai tanggapan soal polemik berkepanjangan soal tempat karaoke di Kebumen.
Seperti diketahui, Raperda penyelenggaraan pariwisata gagal ditetapkan karena Bupati Kebumen HM Yahya Fuad, menolak menandatangani Raperda Penyelenggaraan Pariwisata. "Keengganan" bupati menandatangani Raperda tersebut sekaligus menjadikan polemik keberadaan tempat karaoke dan tempat hiburan malam di Kebumen kembali bergulir. Kini masyarakat Kebumen bahkan "terbelah" yakni antara pihak yang mendukung tempat karaoke dan pihak yang menolak pada bagian lain.
Khambali mengatakan, adalah hak Bupati untuk tidak setuju, meski Raperda itu inisiatif eksekutif. Bupati juga boleh tidak mau tanda tangan atas Raperda yang telah disetujui bersama menjadi Perda.
"Eksekutif tidak mau tanda tangan sebagai tanda tidak setuju penetapan raperda, atau bahkan pengesahan Perda itu hal biasa. Fenomena semacam itu banyak terjadi. Maka diatur dalam UU 11/2012 tentang Pembentukan Peraturan PerUU jika eksekutif tidak mau tanda tangan," ujar Khambali, kemarin.
Dalam UU 11/2012 disebutkan bila ada peraturan yang gagal disahkan maka akan kembali ke Perda awal Perda no 45/2004 tentang izin usaha kepariwisataan. "Dengan gagalnya Raperda penyelenggaraan pariwisata ditetapkan, otomatis Perda yang akan diganti oleh Raperda tersebut tetap berlaku. Dalam hal ini Perda no 45/2004 tentang izin usaha kepariwisataan," kata Khambali.
Dengan demikian, menurut Khambali, seharusnya tidak ada pihak-pihak yang terganggu dengan keputusan Bupati menolak menyetujui Raperda Pariwisata. Apalagi bila sampai membuat hubungan eksekutif dan legislatif tidak harmonis. "Kalau ada yang terganggu dengan sikap Bupati (yang tidak setuju menandatangani Raperda) itu namanya tidak dewasa," katanya.
Lalu apa yang harus dilakukan agar pro dan kontra tempat karaoke tak terus berkepanjangan? Khambali mengatakan ada dua hal yang bisa dilakukan Pemkab. Yakni kembali mengajukan draft Raperda baru untuk menggantikan Raperda yang gagal ditetapkan kemarin.
Namun kali ini, dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, pengusaha, pakar hukum, eksekutif, legislatif, dan ahli agar duduk bersama. Adanya gegeran polemik tempat karaoke berujung gagalnya Raperda Kepariwisataan itu menunjukkan hal itu belum dilakukan.
Atau alternatif kedua,Pemkab dalam hal ini Bupati menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang larangan usaha karaoke. Hal itu bisa dilakukan bupati sepanjang larangan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya.
Hingga saat ini, baru ada Peraturan Daerah Kabumen nomor 45 tahun 2004 tentang Izin Usaha Kepariwisataan yang salah satunya menyinggung soal tempat karaoke. Adanya Perda warisan Bupati Kebumen Rustiningsih itu membuat keberadaan tempat karaoke diijinkan di Kebumen karena tak menyebutkan adanya larangan untuk membuka karaoke.
Namun demikian, bila Bupati Kebumen saat ini HM Yahya Fuad tidak menginginkan ada karaoke di Kebumen tetap bisa dilakukan dengan mengeluarkan Perbup. "Dengan ditetapkannya Perbub yang melarang adanya usaha karaoke, maka usaha karaoke tidak dapat dilaksanakan dengan legal di wilayah Kabupaten Kebumen. Kalau ada Perbub yang melarang usaha karaoke, maka terdapat peraturan yang melarang usaha karaoke. Dengan demikian tentunya usaha karaoke dilarang di Kebumen,” kata Khambali.(mam/cah
)
"Diulang lagi aja, dengan perbaikan. Saya mencermati dua kubu yang pro dan kontra sama-sama memaksakan kehendak. Menurut saya, sepertinya Bupati menghendaki di Kebumen tidak diperbolehkan ada tempat karaoke. Dan ternyata keinginan bupati ini didukung oleh banyak pihak. Meski ada sebagian pihak lain yang menolak atau kontra. Bila perlu lakukan referendum rakyat mengenai karaoke," ujar Khambali, Senin (8/5/2017) saat dimintai tanggapan soal polemik berkepanjangan soal tempat karaoke di Kebumen.
Seperti diketahui, Raperda penyelenggaraan pariwisata gagal ditetapkan karena Bupati Kebumen HM Yahya Fuad, menolak menandatangani Raperda Penyelenggaraan Pariwisata. "Keengganan" bupati menandatangani Raperda tersebut sekaligus menjadikan polemik keberadaan tempat karaoke dan tempat hiburan malam di Kebumen kembali bergulir. Kini masyarakat Kebumen bahkan "terbelah" yakni antara pihak yang mendukung tempat karaoke dan pihak yang menolak pada bagian lain.
Khambali mengatakan, adalah hak Bupati untuk tidak setuju, meski Raperda itu inisiatif eksekutif. Bupati juga boleh tidak mau tanda tangan atas Raperda yang telah disetujui bersama menjadi Perda.
"Eksekutif tidak mau tanda tangan sebagai tanda tidak setuju penetapan raperda, atau bahkan pengesahan Perda itu hal biasa. Fenomena semacam itu banyak terjadi. Maka diatur dalam UU 11/2012 tentang Pembentukan Peraturan PerUU jika eksekutif tidak mau tanda tangan," ujar Khambali, kemarin.
Dalam UU 11/2012 disebutkan bila ada peraturan yang gagal disahkan maka akan kembali ke Perda awal Perda no 45/2004 tentang izin usaha kepariwisataan. "Dengan gagalnya Raperda penyelenggaraan pariwisata ditetapkan, otomatis Perda yang akan diganti oleh Raperda tersebut tetap berlaku. Dalam hal ini Perda no 45/2004 tentang izin usaha kepariwisataan," kata Khambali.
Dengan demikian, menurut Khambali, seharusnya tidak ada pihak-pihak yang terganggu dengan keputusan Bupati menolak menyetujui Raperda Pariwisata. Apalagi bila sampai membuat hubungan eksekutif dan legislatif tidak harmonis. "Kalau ada yang terganggu dengan sikap Bupati (yang tidak setuju menandatangani Raperda) itu namanya tidak dewasa," katanya.
Lalu apa yang harus dilakukan agar pro dan kontra tempat karaoke tak terus berkepanjangan? Khambali mengatakan ada dua hal yang bisa dilakukan Pemkab. Yakni kembali mengajukan draft Raperda baru untuk menggantikan Raperda yang gagal ditetapkan kemarin.
Namun kali ini, dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, pengusaha, pakar hukum, eksekutif, legislatif, dan ahli agar duduk bersama. Adanya gegeran polemik tempat karaoke berujung gagalnya Raperda Kepariwisataan itu menunjukkan hal itu belum dilakukan.
Atau alternatif kedua,Pemkab dalam hal ini Bupati menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang larangan usaha karaoke. Hal itu bisa dilakukan bupati sepanjang larangan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya.
Hingga saat ini, baru ada Peraturan Daerah Kabumen nomor 45 tahun 2004 tentang Izin Usaha Kepariwisataan yang salah satunya menyinggung soal tempat karaoke. Adanya Perda warisan Bupati Kebumen Rustiningsih itu membuat keberadaan tempat karaoke diijinkan di Kebumen karena tak menyebutkan adanya larangan untuk membuka karaoke.
Namun demikian, bila Bupati Kebumen saat ini HM Yahya Fuad tidak menginginkan ada karaoke di Kebumen tetap bisa dilakukan dengan mengeluarkan Perbup. "Dengan ditetapkannya Perbub yang melarang adanya usaha karaoke, maka usaha karaoke tidak dapat dilaksanakan dengan legal di wilayah Kabupaten Kebumen. Kalau ada Perbub yang melarang usaha karaoke, maka terdapat peraturan yang melarang usaha karaoke. Dengan demikian tentunya usaha karaoke dilarang di Kebumen,” kata Khambali.(mam/cah
)