ISWARA BAGUS NOVIANTO/RADAR SOLO |
KLATEN – Aksi teroris memang layak dikutuk. Sudah tak terhitung berapa nyawa melayang akibat ulah mereka. Bukan hanya itu, luka mendalam menggores keluarga yang ditinggalkan untuk selamanya.
Seperti dialami keluarga besar Briptu Anumerta Imam Gilang Adinata yang gugur dalam tugas akibat terkena ledakan bom di halte Transjakarta Terminal Bus Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu malam (24/5).
Ening Wiyarti, berkali-kali menyebut nama Gilang, sapaan akrab Imam Gilang Adinata. Dia tak kuasa menahan tangis ketika menyambut kedatangan jenazah putra sulungnya di halaman terminal kargo Bandara Internasional Adi Sumarmo, Kamis (25/5).
Jenazah Briptu Gilang yang dibawa menggunakan pesawat Garuda Indonesia GA-228 tiba di Bandara Internasional Adi Soemarmo sekitar pukul 15.20. Sebelum menuju rumah duka Kampung Srago Gede RT 05/ RW 07 Kelurahan Mojayan, Kecamatan Klaten Tengah, dilakukan penyerahan jenazah dari Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Suntana kepada Wakapolda Jateng Brigjen Pol Indradjit.
Peti jenazah yang diselimuti bendera Merah Putih tersebut digotong anggota TNI dan Polri menuju ambulans. “Keluarga besar Polri dirundung duka. Salah seorang anggota terbaik kita gugur dalam tugas. Untuk itu, tadi pagi (kemarin,Red) oleh Polda Metro Jaya, almarhum mendapat penghargaan kenaikan pangkat dari sebelumnya Bripda menjadi Briptu,” jelas Indrajit mewakili Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono.
“Saya mewakili keluarga besar Polda Jateng mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya. Semoga almarhum mendapatkan tempat terindah di sisi Tuhan. Dan bagi keluarga yang ditinggalkan diberi kelapangan dada, kesabaran, dan keikhlasan,” imbuhnya. Indrajit juga mengingatkan seluruh anggotanya tetap berhati-hati dan waspada saat bertugas.
Sementara itu, kerabat dan pelayat memadati rumah duka sejak pagi. Puluhan karang bunga belasungkawa memenuhi halaman. Di antaranya dari Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, wakapolri, kapolda Metro Jaya, kapolda Jawa Tengah dan dari para kapolres se-Jateng.
Salah seorang kerabat Gilang, Suryani menuturkan, sebelum musibah tersebut, keluarga besar berencana melamar pujaan hati Imam bernama Dinda. “Habis lebaran rencananya mau melamar dulu. Dinda ini orang Delanggu tapi bekerja di Jakarta sebagai perawat rumah sakit di sana. Informasi yang saya tahu seperti itu,” jelasnya.
Di lokasi yang sama, paman Briptu Gilang, Rohmat Sugiyarta menjelaskan, kabar duka diterimanya sekitar Kamis (25/5) sekitar pukul 03.00. Dia sempat tidak percaya keponakannya menjadi korban ledakan bom.
“Saya langsung konfirmasi ke orang tuanya. Sekitar pukul 03.30 baru ada kepastinya kalau polisi yang meninggal itu memang Gilang,” katanya.
Gilang merupakan anak sulung dari dua bersaudara pasangan Muh Sri Sarjono dan Ening Wiyarti. Kedua orang tua Gilang tinggal di Jalan Klingkit RT 5 RW 1 Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Namun sejak kecil Gilang tinggal di Klaten bersama sang paman hingga lulus SMA.
“Setelah lulus SMAN 1 Karanongko langsung mendaftar di kepolisian. Daftar di Klaten tetapi tidak lolos. Bahkan sempat daftar di (TNI,Red) Angkatan Udara tetapi tidak lolos juga. Kemudian mendaftar polisi di Jakarta dan diterima sejak 2013,” beber Rohmat.
Gilang kemudian ditempatkan di Polda Metro Jaya. Terakhir bertugas sebagai anggota Subdit Gasum Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya.
Menurut Rohmat, menjadi polisi memang cita-cita Gilang sejak kecil. Komitmennya itu diperlihatkan pada kedisiplinannya tidak pernah merokok apalagi minum-minuman keras.
Terakhir Gilang pulang ke Klaten sekitar akhir pekan lalu untuk tradisi sadranan. “Di rumah hanya sehari semalam. Sempat ziarah ke makam kakeknya. Karena memang sejak kecil dia tinggal di sini bersama saya walau orang tuanya kerja di Jakarta,” ucap Rohmat.
Ketika kali terakhir bertemu Gilang, Rohmat melihat keponakannya tersebut tidak bersemangat dan terlihat kelelahan. Padahal sebelumnya Gilang selalu ceria. “Pas pulang terakhir kemarin kok wajahnya tampak kusut, loyo dan seperti tidak punya semangat. Padahal kalau pulang biasanya main dengan teman-teman kampung sebayanya. Kan besarnya di sini, sudah seperti anak saya sendiri,” bebernya.
Salah seorang teman Gilang juga tak percaya sahabat karibnya itu ikut gugur dalam ledakan bom. “Saya akrab sekali dengan Gilang, orangnya supel. Sering pulang ke Klaten. Biasanya langsung mengajak main dengan teman-teman lainnya juga,” jelasnya.
Setelah menunggu beberapa saat, rombongan pengantar jenazah Gilang tiba di rumah duka sekitar pukul 16.45 dan langsung disolatkan di masjid kampung setempat lalu dimakamkan di pemakaman Gedong Kampung Srago Gede, Kelurahan Mojayan, Kecamatan Klaten Tengah.
Upacara persada dipimpin Kepala Biro Sumber Daya Manusia Polda Jateng Kombes Pol Edy Murobowo. Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Suntana yang ikut ke rumah duka menuturkan, aksi bom bunuh diri tidak boleh menyebabkan ketakutan masyarakat. Namun, menjadi cambuk melawan terorisme.
“Terlebih lagi untuk rekan-rekan anggota, teman kita gugur menjadi pahlawan, Gilang menjadi pahlawan dan teladan bagi kita. Jangan menjadikan kita justru lebih takut dalam melaksanakan tugas,” pesannya.
Selain itu, peristiwa tersebut juga memperkuat koordinasi TNI dan Polri dalam memerangi terorisme. “Bersama-sama masyarakat dan TNI, kita harus hadapi orang-orang yang memiliki niat menghancurkan bangsa dan negara,” tegas Suntana. (atn/ren/wa)