joko susanto/radarsemarang |
Enam saksi itu adalah, Ketua Komisi A DPRD Kebumen nonaktif; Yudhi Tri Hartanto, PNS di dinas Pariwisata Kebumen; Sigit Widodo, mantan tim pemenangan Bupati Kebumen Yahya Fuad; Basikun Suwandi Atmaja alias Petruk, mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasana Dinas Pendidikan, Pemuda Olahraga Kabupaten Kebumen; Yasinta Suasti Mahargiani, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kebumen Ahmad Ujang Sugiono dan anggota Dewan Komisi A DPRD Kebumen; Dian Lestari.
Dalam pemeriksaan saksi tersebut terungkap ada uang fee yang mengalir ke sejumlah nama untuk anggota DPRD Kebumen terkait Pokir tersebut. Hal itu diungkapkan saksi Dian Lestari, yang mengatakan kalau sempat menerima uang Rp 60juta dibungkus dalam plastik kresek dari Agus Mualim (rekan dari Petruk), kemudian ia mengaku langsung melaporkan ke Yudhi Tri Hartanto dan diminta bagikan ke semua anggota.
“Pak Sarimun lewat handphone pak Yudhi sempat meminta uang segera dibagikan. Seingat saya saya berikan kepada Sarwono, Parwati, Nur, Yudhi dan Sarimun masing-masing Rp 5juta. Sedangkan Muhsinun diberi Rp 10juta diperoleh dari Agus (Agus Mualim),” kata Dian Lestari saat dicecar majelis hakim yang dipimpin Siyoto didampingi dua hakim anggota yakni, Kalimatul Jumro dan Edy Sepjengkaria.
Dian mengaku sebelumnya sempat ada cerita dari Danang yang mengatakan kalau terkait kegiatan yang sama, ada fee mencapai 10 persen. Akhirnya anggota DPRD terprovokasi dan mengikuti. Ia juga mengaku yang ditugaskan oleh pimpinannya berhubungan dengan Petruk mengenai fee tersebut.
“Teman-teman dewan memang selalu mendesak ke Pak Yudhi. Mereka khawatir fee itu lari, apalagi sudah diketok anggaran APBDP-nya. Kemudian sehari setelah itu, saya menerima uang dari Agus Mualim,”ungkapnya.
Sebelum proyek pokir tersebut dilaksanakan, Dian mengaku Petruk sempat menemui dirinya dan mengaku kalau sudah menerima restu dari ramanya (rama yang dimaksud adalah Bupati Kebumen).
“Kang Agus Hasan juga menemui saya. Dikatakan kalau pokir sudah dapat restu ramane. Seingat saya nilai 13x150juta angka dari Bupati, karena waktu itu juga sempat ada pertemuan bersama fraksi PDIP, Demokrat dan Gerindra tapi saya terlambat,”sebutnya.
Saksi Ujang mengaku tidak pernah memberikan fee terhadap terdakwa. Hanya saja kalau honor diakuinya pernah, namun apabila terdakwa sebagai Sekda masuk dalam tim. “Memang kita berikan honor tapi sesuai ketentuan, termasuk proyek-proyek sebelumnya juga ndak pernah memberikan fee,”tandasnya.
Mendengar kesaksian tersebut, terdakwa Adi Pandoyo langsung memberikan keterangan bahwa mengenai pembahasan pokir sudah ada pembahasan di banggar, sehingga ia menyatakan tidak muncul tiba-tiba. “Jadi bukan dari kami eksekutif yang memunculkan Pokir itu. Masalah fee kami memang pernah membahas rapat mengenai pokir itu,”ujarnya. (jks)