ISWARA BAGUS NOVIANTO/RADAR SOLO |
Berdasar audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng, pada proyek renovasi GOR Manahan, negara dirugikan senilai Rp 350 juta.
Dua orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Yakni INA selaku direktur CV Bernief, dan MAT pemilik perusahaan. “Mereka diamankan Senin (22/5,Red) saat pemanggilan untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah diperiksa, status keduanya ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka,” beber Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surakarta Suyanto, Selasa (23/5).
Guna mempermudah proses pemeriksaan, INA dan MAT dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas IA Surakarta. Mereka kembali menjalani pemeriksaan untuk melengkapi berkas yang segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang kemarin.
“Kita akan menyediakan pengacara untuk mendampingi pelaku baik saat pemeriksaan hingga proses persidangan. Sudah ada 25 orang saksi diperiksa terkait kasus ini,” jelas Suyanto mewakili Kepala Kejari Surakarta Sumarjo.
Hasil pemeriksaan terhadap renovasi GOR Manahan, didapati selisih volume fisik pembangunan yang tidak sesuai dengan perjanjiian kontrak kerja. Di antaranya, kualitas atap yang tidak sesuai spesifikasi. Begitu pula dengan keramik, jenis cat, lampu, serta sarana prasarana lainnya.
Apakah ada potensi bertambahnya tersangka? Suyanto menuturkan, tidak menutup kemungkinan muncul tersangka baru dari pihak terkait lainnya. Hal tersebut tergantung proses penyidikan lebih mendalam. “Yang jelas (tersangka, Red) lebih dari dua. Namanya belum bisa saya katakan,” ungkapnya.
Sebagai barang bukti, Kejari Surakarta menyita sejumlah dokumen Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) proyek renovasi GOR Manahan. Kedua tersangka bakal dijerat pasal 2 ayat 1 Jo pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 Jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Dihubungi terpisah, mantan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispendikpora) Surakarta Etty Retnowati menuturkan tidak mengetahui detail proyek renovasi GOR Manahan.
“Semua (perencanaan dan anggaran,Red) dari pusat (Kemenpora, Red). Dinas hanya menikmati manfaatnya. Saya juga tidak tahu apakah pengelolaannya sudah diserahkan ke dinas atau masih masih ditangani pusat,” ungkap Etty yang saat ini menjadi kepala dinas pendidikan Surakarta.
Pakar hukum pidana Universitas Sebelas Maret (UNS) Hartiwiningsih menekankan, proyek pembangunan memang kerap menjadi lahan basah oknum pelaksana proyek menyelewengkan anggaran. Apalagi, jika anggaran bersumber dari pemerintah pusat dan pelaksanaanya di daerah.
“Faktornya (penyebab korupsi, Red) kompleks. Ini bisa karena pelaksana proyek gelap mata dan biasanya dana tersebut diambil sedikit-sedikit. Atau kalau dalam bentuk barang, biasanya jenis dan kualitas di bawah standar perjanjian awal,” bebernya.
Sebab itu, Hartiwiningsih mengimbau peningkatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. “Sudah biasa pengawasan dari pusat longgar, sedangkan daerah tidak berani (ikut mengawasi, Red) karena bukan tanggung jawab mereka. Sehingga pusat sebaiknya juga membentuk tim khusus mengawasi pembangunan di daerah dengan melebatkan dinas setempat,” papar dia.
Selain itu, lanjut Hartiwiningsih, pemerintah pusat harus lebih hati-hati dalam memilih rekanan pelaksana proyek. Cermati secara detail latar belakang perusahaan dan kinerja selama menggarap proyek. (atn/wa)