KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Gagalnya raperda penyelenggaraan pariwisata menjadi perda terus menuai pro dan kontra. Hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya perdebatan yang terjadi di tengah masyarakat, baik melalui media konvensional maupun media sosial.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) membela Bupati Mohammad Yahya Fuad, yang menjadi "bulan-bulanan" akibat keputusannya menolak raperda penyelenggaraan pariwisata. Sekretaris FPKB, Muhsinun, menegaskan adanya pendapat sebagian masyarakat yang berkembang di media, dengan menyebut bupati telah melakukan blunder dan berkonsekuensi hukum, FPKB menyatakan hal tersebut tidak benar.
"FPKB justru menilai bahwa bupati telah konsisten dengan visinya, yaitu Masyarakat Kebumen yang sejahtera, Unggul, Berdaya, Agamis dan berkelanjutan," ujar Muhsinun, Minggu (7/5/2017).
Menurutnya, keputusan bupati sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Sesuai dengan UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, raperda penyelenggaraan pariwisata tidak dapat ditetapkan menjadi perda karena klausul persetujuan bersama tidak terpenuhi. Akibatnya, batas waktu 30 hari untuk melakukan penandatanganan tidak berlaku.
"Oleh karena itu, FPKB meminta kepada masyarakat agar dalam memberikan opini dengan mencatumkan peraturan perundang-undangan. Hal ini untuk tidak melihat secara parsial dan harus memahami secara utuh agar tidak menyesatkan," ujarnya.
Muhsinun menegaskan, bupati sah dan legal tidak memberikan persetujuan terhadap raperda tersebut apabila dalam salah satu pasal masih mengakomodir bidang usaha karaoke. Hal ini mendasari pada sejumlah aturan diatasnya. Yaitu UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, UU nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, UU nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan dan Tata tertib DPRD Kabupaten Kebumen.
Meski dalam penyampaian draft awal raperda yang disampaikan oleh ekskutif mengakomodir bidang usaha karaoke dalam salah satu pasal. Namun sesuai dengan mekanisme pembentukan peraturan daerah, maka Bupati dan DPRD diberi ruang seluas-luasnya untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap muatan raperda.
"Dengan mendengarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu perubahan muatan dalam raperda yang dilakukan dalam proses pembahasan adalah sah dan legal secara hukum," bebernya.
Raperda tentang penyelenggaraan pariwisata dibahas di DPRD sejak masa sidang III tahun 2016 dan telah mengalami perpanjangan hingga tahun 2017. Raperda ini telah memasuki pembicaraan tingkat II, yaitu pengambilan keputusan dengan persetujuan antara DPRD dan Bupati.
Pada Rapat Paripurna DPRD Kamis (4/5) pekan lalu, persetujuan bersama antara DPRD dan Bupati terkait raperda penyelenggaraan pariwisata tidak menemui kata sepakat. Dalam penyampaian pendapat akhirnya, Bupati Mohammad Yahya Fuad, dengan tegas menolak menyetujui raperda tentang penyelenggaraan kepariwisataan apabila masih mengakomodir bidang usaha karaoke dalam salah satu pasalnya.
Mayoritas fraksi di DPRD dapat menerima dan menyetujui raperda itu dengan mengakomodir bidang usaha karaoke dalam salah satu pasal. Dari delapan fraksi di DPRD Kebumen, enam fraksi setuju dan dua fraksi dengan tegas menolak adanya pasal yang mengakomodir bidang usaha karaoke. Dua fraksi itu, yakni Fraksi Keadilan Nurani dan FPKB.
Yang menarik, satu-satunya fraksi pengusung pasangan Bupati Mohammad Yahya Fuad dan Wakil Bupati Yazid Mahfudz, yang mendukung keputusan bupati adalah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Senada dengan Muhsinun, Kepala Bagian Hukum Setda Kebumen, Amin Rahmanurrasjid, mengatakan sesuai dengan UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, pasal 78 dan pasal 79. Raperda tentang penyelenggaraan pariwisata belum bisa di tetapkan menjadi peraturan daerah. Penyebabnya, karena belum ada persetujuan kedua belah pihak, dalam hal ini bupati dan DPRD.
"Sesuai dengan tata tertib DPRD Kabupaten Kebumen maka raperda yang tidak mendapat persetujuan bersama belum bisa ditetapkan, tidak bisa diajukan kembali pada masa sidang yang sama," kata dia.(ori)
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) membela Bupati Mohammad Yahya Fuad, yang menjadi "bulan-bulanan" akibat keputusannya menolak raperda penyelenggaraan pariwisata. Sekretaris FPKB, Muhsinun, menegaskan adanya pendapat sebagian masyarakat yang berkembang di media, dengan menyebut bupati telah melakukan blunder dan berkonsekuensi hukum, FPKB menyatakan hal tersebut tidak benar.
"FPKB justru menilai bahwa bupati telah konsisten dengan visinya, yaitu Masyarakat Kebumen yang sejahtera, Unggul, Berdaya, Agamis dan berkelanjutan," ujar Muhsinun, Minggu (7/5/2017).
Menurutnya, keputusan bupati sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Sesuai dengan UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, raperda penyelenggaraan pariwisata tidak dapat ditetapkan menjadi perda karena klausul persetujuan bersama tidak terpenuhi. Akibatnya, batas waktu 30 hari untuk melakukan penandatanganan tidak berlaku.
"Oleh karena itu, FPKB meminta kepada masyarakat agar dalam memberikan opini dengan mencatumkan peraturan perundang-undangan. Hal ini untuk tidak melihat secara parsial dan harus memahami secara utuh agar tidak menyesatkan," ujarnya.
Muhsinun menegaskan, bupati sah dan legal tidak memberikan persetujuan terhadap raperda tersebut apabila dalam salah satu pasal masih mengakomodir bidang usaha karaoke. Hal ini mendasari pada sejumlah aturan diatasnya. Yaitu UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, UU nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, UU nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan dan Tata tertib DPRD Kabupaten Kebumen.
Meski dalam penyampaian draft awal raperda yang disampaikan oleh ekskutif mengakomodir bidang usaha karaoke dalam salah satu pasal. Namun sesuai dengan mekanisme pembentukan peraturan daerah, maka Bupati dan DPRD diberi ruang seluas-luasnya untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap muatan raperda.
"Dengan mendengarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu perubahan muatan dalam raperda yang dilakukan dalam proses pembahasan adalah sah dan legal secara hukum," bebernya.
Raperda tentang penyelenggaraan pariwisata dibahas di DPRD sejak masa sidang III tahun 2016 dan telah mengalami perpanjangan hingga tahun 2017. Raperda ini telah memasuki pembicaraan tingkat II, yaitu pengambilan keputusan dengan persetujuan antara DPRD dan Bupati.
Pada Rapat Paripurna DPRD Kamis (4/5) pekan lalu, persetujuan bersama antara DPRD dan Bupati terkait raperda penyelenggaraan pariwisata tidak menemui kata sepakat. Dalam penyampaian pendapat akhirnya, Bupati Mohammad Yahya Fuad, dengan tegas menolak menyetujui raperda tentang penyelenggaraan kepariwisataan apabila masih mengakomodir bidang usaha karaoke dalam salah satu pasalnya.
Mayoritas fraksi di DPRD dapat menerima dan menyetujui raperda itu dengan mengakomodir bidang usaha karaoke dalam salah satu pasal. Dari delapan fraksi di DPRD Kebumen, enam fraksi setuju dan dua fraksi dengan tegas menolak adanya pasal yang mengakomodir bidang usaha karaoke. Dua fraksi itu, yakni Fraksi Keadilan Nurani dan FPKB.
Yang menarik, satu-satunya fraksi pengusung pasangan Bupati Mohammad Yahya Fuad dan Wakil Bupati Yazid Mahfudz, yang mendukung keputusan bupati adalah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Senada dengan Muhsinun, Kepala Bagian Hukum Setda Kebumen, Amin Rahmanurrasjid, mengatakan sesuai dengan UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, pasal 78 dan pasal 79. Raperda tentang penyelenggaraan pariwisata belum bisa di tetapkan menjadi peraturan daerah. Penyebabnya, karena belum ada persetujuan kedua belah pihak, dalam hal ini bupati dan DPRD.
"Sesuai dengan tata tertib DPRD Kabupaten Kebumen maka raperda yang tidak mendapat persetujuan bersama belum bisa ditetapkan, tidak bisa diajukan kembali pada masa sidang yang sama," kata dia.(ori)