MUHAMMAD HADIYAN |
Seorang pemuda asal Kota Santri ini nekat jalan kaki dari kampung halaman ke Makkah Arab Saudi, untuk menunaikan ibadah haji. Keinginannya melakukan perjalanan spiritual sejauh kurang lebih 17.000 kilometer ini sudah bulat. Bagaimana awalnya?
----------------------
M Hadiyan, Wonopringgo
----------------------
PERJALANAN spiritual seorang pemuda asal Desa Rowokembu, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan membuat masyarakat terkagum-kagum. Sebab, pemuda asal Kota Santri ini berjalan kaki dari kampung halaman ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Aksinya ini juga sempat menghebohkan media sosial, hingga menjadi viral dimana-mana.
Dia adalah Mochammad Khamim Setiawan (29). Khamim berjalan kaki sejak 28 Agustus 2016 tahun lalu. Saat ini dikabarkan Mochamad Khamim telah sampai di Timur Tengah.
Beberapa awak media, kemarin, menyambangi rumah Khamim atau yang akrab disapa Aim. Rumah Aim yang berarsitektur jawa kuno ini sedianya hanya dihuni oleh Aim dan ayahnya, yakni Syaufani Solichin (74). Sejak Aim memutuskan jalan kaki ke Mekkah, ayahnya kini tinggal sendiri. Ibu Aim sudah sepuluh tahun yang lalu meninggal.
Solichin menuturkan, kenekatan Aim untuk sampai ke Mekkah hanya dengan berjalan kaki tanpa minta uang saku kepada siapapun. "Anak saya ini keukeuh dengan pendiriannya. Kalau sudah punya keinginan, pasti dilakukan dengan usahanya sendiri," ungkap Solichin.
Diceritakan, keinginan anaknya untuk menunaikan haji ke Mekah dengan berjalan kaki sudah dilontarkan sejak dia masih kuliah di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Anak keempat dari empat bersaudara ini selepas kuliah membulatkan tekadnya untuk pergi menunaikan haji dengan jalan kaki.
"Saat kakaknya yang di Jakarta meminta dia untuk kerja dulu, dia malah tidak mau. Dia justru mempersiapkan fisik maupun mentalnya selama tiga tahun," tutur pria paruh baya tersebut.
Sarjana Ekonomi Pembangunan Unnes ini melakukan persiapan khusus selama tiga tahun sebelum berangkat, seperti mengurus surat-surat dan lain sebagainya. "Di Kemenag, saya dipanggil. Disuruh tanda tangan atas perjalanan anak saya itu. Baru setelah saya tanda tangan, surat dari mereka bisa keluar," jelasnya.
Sedianya Aim didampingi dua rekannya. Namun, sampai di Tegal kedua temannya menyerah tidak melanjutkan.
Kini Solichin hanya bisa pasrah kepada Allah Swt. Ia berharap, anaknya dapat menunaikan ibadah haji dengan lancar dan pulang dengan selamat. "Ya saya hanya bisa berdoa, lha wong dia hanya berbekal baju dan beberapa lembar uang. Saya tanya, apakah cukup uangnya sebagai bekal. Anak saya menjawab gampang, katanya Insyaallah cukup. Pasti ada pertolongan dari Allah. Bapak tidak usah khawatir," katanya mencontohkan perkataan Aim sebelum pergi. (*)