JAKARTA – Peran menteri dan pejabat tinggi di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menjadi prioritas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendalami motif indikasi jual beli opini predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Sebab, mereka juga dinilai berkepentingan atas opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto menyatakan, dibalik suap Rp 240 juta itu diduga ada keinginan Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendes PDTT Sugito untuk mempengaruhi Auditor Utama III BPK Rochmadi Saptogiri dan Kepala Auditorat III BPK Ali Sadli. Salah satunya, berkaitan dengan kesalahan pencatatan administrasi keuangan kementerian itu.
Sugito ditengarai mewakili Kemendesa PDTT untuk mendekati auditor BPK. Tujuannya, agar kesalahan-kesalahan administrasi yang diduga berpotensi merugikan keuangan negara tersebut bisa disembunyikan. Bila laporan hasil pemeriksaan (LHP) kementerian itu baik, otomatis bisa mendapat predikat WTP. ”Secara administrasi memang ditemukan berpotensi merugikan negara akibat kesalahan pencatatan,” kata Yenny kepada Jawa Pos, kemarin (30/5).
Yenny mengatakan, pengungkapan praktik jual beli WTP menjadi momentum untuk mengaudit ulang LHP kementerian yang dipimpin Eko Putro Sandjojo itu. Langkah itu untuk mengetahui apa saja poin kesalahan pencatatan administrasi keuangan yang disembunyikan. ”Penunjukan Plt Irjen (pengganti Sugito) belum menjamin adanya perbaikan di internal kementerian itu,” ungkapnya.
Sedari awal, Fitra memang sudah mencurigai alasan BPK memberi predikat WTP kepada Kemendes PDTT. Itu mengingat, pada LHP sebelumnya, kementerian yang berkantor di Jalan Kalibata tersebut selalu mendapat predikat wajar dengan pengecualian (WDP). ”Dua kali berturut-turut Kemendes PDTT mendapat predikat WDP,” paparnya.
Dia menjelaskan, keluarnya WDP itu lantaran adanya temuan catatan keuangan yang bermasalah. Pada WDP 2015, misalnya, BPK menemukan adanya catatan utang Kemendes PDTT kepada pihak ketiga sebesar Rp 378,46 miliar yang bermasalah lantaran tidak tersedianya dokumen pendukung.
Bukan hanya itu, di WDP 2015 juga menyebut sebagian dari aset barang milik negara (BMN) senilai Rp 2,54 triliun tidak didukung dengan rincian yang jelas. Sehingga tidak dapat ditelusuri keberadaan aset tersebut. Hal serupa juga ditemukan dalam catatan akumulasi aset tanah, peralatan, dan barang pengadaan senilai Rp 2,55 triliun.
Ada pula temuan saldo persediaan barang senilai Rp 3,32 triliun yang tidak terinvestarisir dengan baik. Temuan-temuan itu mengindikasikan bahwa Kemendes PDTT masih buruk dalam tata kelola anggaran dan birokrasi. ”Ada juga (temuan) yang terkait dengan pengadaan dan belanja perjalanan dinas,” imbuh perempuan berkacamata tersebut.
Berdasar catatan-catatan itu, audit ulang mendesak dilakukan oleh auditor yang berintegritas dan berkolaborasi dengan pihak lain. Misalnya, akuntan publik atau penyelidik/penyidik KPK yang berlatar belakang auditor. ”Sebelum audit perlu diuji lebih dulu laporan WTP yang terindikasi beli tersebut. Agar masyarakat tahu, bagaimana metodologi, sampling dan pengambilan kesimpulan,” terangnya.
Catatan Fitra, dalam rentang 2014-2015 terdapat 11 temuan dan 36 rekomendasi yang dikeluarkan BPK. Diantaranya, 17 rekomendasi hingga saat ini belum ditindaklannjuti. Hal tersebut dikhawatirkan membebani tata kelola dan menjadi catatan audit. ”Dari temuan temuan itu, indikasi korupsi kemungkinan cukup banyak karena tidak dapat ditindaklanjuti setelah audit,” bebernya.
Terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya bakal mengagendakan pemeriksaan para saksi paling cepat akhir minggu ini atau awal pekan depan. Informasi soal uang suap Rp 240 juta yang diduga hasil iuran para pejabat Kemendes PDTT akan menjadi salah satu materi pemeriksaan para saksi. ”Kita akan sampaikan siapa saja saksi yang dipanggil,” ujarnya.
Berdasar kesimpulan awal KPK, indikasi suap tersebut diduga dilakukan bersama-sama. Itu mengingat kepentingan WTP yang menyangkut kementerian/lembaga, bukan perorangan. Artinya, tidak tertutup kemungkinan pejabat-pejabat lain di Kemendes PDTT atau BPK bakal terseret dalam perkara itu. ”Kita lihat saja siapa di kementerian lain atau instansi lain yang terlibat terkait opini,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Eko Putro Sandjojo mengaku siap bila memang dia selaku pimpinan dikait-kakan dengan suap yang diuga dilakukan Sugito. Menurut dia, semua pihak harus mendukung proses hukum yang sedang dilakukan KPK. ’’Termasuk saya pun kalau diminta keterangan, atau mau disidik, atau apapun, saya welcome,’’ ujarnya saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan kemarin (30/5).
Saat ini pun, dia selaku pimpinan juga belum berkomunikasi dengan pimpinan KPK meski hanya sekadar menanyakan perkembangan kasus. Eko beralasan tidak ingin mencampuri proses hukum yang sednag berjalan. Begitu pula soal pertemuan dengan Sugito. ’’Belum (bertemu Sugito), katanya baru boleh hari kamis (1/6),’’ lanjutnya.
Lagipula, dia mendapat saran dari tim hukum agar jangan sampai pertemuan dengan Sugito menimbulkan kesan pihaknya mengintervensi kasus itu. yang jelas, saat ini Kemendes membuka diri bila KPK meminta BPK melakukan audit ulang. Bahkan audit itu tidak perlu mendapatkan persetujuan dari dia selaku menteri.
Eko memastikan track record Sugito tergolong baik sebagai inspektorat. Di kalangan internal Kemendes, dia dikenal disiplin dan jujur. ’’Saya juga tidak tahu, ini bukan korupsi, melainkan suap. Ini yang perlu kami review,’’ tambahnya. (tyo/byu)
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto menyatakan, dibalik suap Rp 240 juta itu diduga ada keinginan Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendes PDTT Sugito untuk mempengaruhi Auditor Utama III BPK Rochmadi Saptogiri dan Kepala Auditorat III BPK Ali Sadli. Salah satunya, berkaitan dengan kesalahan pencatatan administrasi keuangan kementerian itu.
Sugito ditengarai mewakili Kemendesa PDTT untuk mendekati auditor BPK. Tujuannya, agar kesalahan-kesalahan administrasi yang diduga berpotensi merugikan keuangan negara tersebut bisa disembunyikan. Bila laporan hasil pemeriksaan (LHP) kementerian itu baik, otomatis bisa mendapat predikat WTP. ”Secara administrasi memang ditemukan berpotensi merugikan negara akibat kesalahan pencatatan,” kata Yenny kepada Jawa Pos, kemarin (30/5).
Yenny mengatakan, pengungkapan praktik jual beli WTP menjadi momentum untuk mengaudit ulang LHP kementerian yang dipimpin Eko Putro Sandjojo itu. Langkah itu untuk mengetahui apa saja poin kesalahan pencatatan administrasi keuangan yang disembunyikan. ”Penunjukan Plt Irjen (pengganti Sugito) belum menjamin adanya perbaikan di internal kementerian itu,” ungkapnya.
Sedari awal, Fitra memang sudah mencurigai alasan BPK memberi predikat WTP kepada Kemendes PDTT. Itu mengingat, pada LHP sebelumnya, kementerian yang berkantor di Jalan Kalibata tersebut selalu mendapat predikat wajar dengan pengecualian (WDP). ”Dua kali berturut-turut Kemendes PDTT mendapat predikat WDP,” paparnya.
Dia menjelaskan, keluarnya WDP itu lantaran adanya temuan catatan keuangan yang bermasalah. Pada WDP 2015, misalnya, BPK menemukan adanya catatan utang Kemendes PDTT kepada pihak ketiga sebesar Rp 378,46 miliar yang bermasalah lantaran tidak tersedianya dokumen pendukung.
Bukan hanya itu, di WDP 2015 juga menyebut sebagian dari aset barang milik negara (BMN) senilai Rp 2,54 triliun tidak didukung dengan rincian yang jelas. Sehingga tidak dapat ditelusuri keberadaan aset tersebut. Hal serupa juga ditemukan dalam catatan akumulasi aset tanah, peralatan, dan barang pengadaan senilai Rp 2,55 triliun.
Ada pula temuan saldo persediaan barang senilai Rp 3,32 triliun yang tidak terinvestarisir dengan baik. Temuan-temuan itu mengindikasikan bahwa Kemendes PDTT masih buruk dalam tata kelola anggaran dan birokrasi. ”Ada juga (temuan) yang terkait dengan pengadaan dan belanja perjalanan dinas,” imbuh perempuan berkacamata tersebut.
Berdasar catatan-catatan itu, audit ulang mendesak dilakukan oleh auditor yang berintegritas dan berkolaborasi dengan pihak lain. Misalnya, akuntan publik atau penyelidik/penyidik KPK yang berlatar belakang auditor. ”Sebelum audit perlu diuji lebih dulu laporan WTP yang terindikasi beli tersebut. Agar masyarakat tahu, bagaimana metodologi, sampling dan pengambilan kesimpulan,” terangnya.
Catatan Fitra, dalam rentang 2014-2015 terdapat 11 temuan dan 36 rekomendasi yang dikeluarkan BPK. Diantaranya, 17 rekomendasi hingga saat ini belum ditindaklannjuti. Hal tersebut dikhawatirkan membebani tata kelola dan menjadi catatan audit. ”Dari temuan temuan itu, indikasi korupsi kemungkinan cukup banyak karena tidak dapat ditindaklanjuti setelah audit,” bebernya.
Terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya bakal mengagendakan pemeriksaan para saksi paling cepat akhir minggu ini atau awal pekan depan. Informasi soal uang suap Rp 240 juta yang diduga hasil iuran para pejabat Kemendes PDTT akan menjadi salah satu materi pemeriksaan para saksi. ”Kita akan sampaikan siapa saja saksi yang dipanggil,” ujarnya.
Berdasar kesimpulan awal KPK, indikasi suap tersebut diduga dilakukan bersama-sama. Itu mengingat kepentingan WTP yang menyangkut kementerian/lembaga, bukan perorangan. Artinya, tidak tertutup kemungkinan pejabat-pejabat lain di Kemendes PDTT atau BPK bakal terseret dalam perkara itu. ”Kita lihat saja siapa di kementerian lain atau instansi lain yang terlibat terkait opini,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Eko Putro Sandjojo mengaku siap bila memang dia selaku pimpinan dikait-kakan dengan suap yang diuga dilakukan Sugito. Menurut dia, semua pihak harus mendukung proses hukum yang sedang dilakukan KPK. ’’Termasuk saya pun kalau diminta keterangan, atau mau disidik, atau apapun, saya welcome,’’ ujarnya saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan kemarin (30/5).
Saat ini pun, dia selaku pimpinan juga belum berkomunikasi dengan pimpinan KPK meski hanya sekadar menanyakan perkembangan kasus. Eko beralasan tidak ingin mencampuri proses hukum yang sednag berjalan. Begitu pula soal pertemuan dengan Sugito. ’’Belum (bertemu Sugito), katanya baru boleh hari kamis (1/6),’’ lanjutnya.
Lagipula, dia mendapat saran dari tim hukum agar jangan sampai pertemuan dengan Sugito menimbulkan kesan pihaknya mengintervensi kasus itu. yang jelas, saat ini Kemendes membuka diri bila KPK meminta BPK melakukan audit ulang. Bahkan audit itu tidak perlu mendapatkan persetujuan dari dia selaku menteri.
Eko memastikan track record Sugito tergolong baik sebagai inspektorat. Di kalangan internal Kemendes, dia dikenal disiplin dan jujur. ’’Saya juga tidak tahu, ini bukan korupsi, melainkan suap. Ini yang perlu kami review,’’ tambahnya. (tyo/byu)