JAKARTA- Terungkapnya indikasi bagi-bagi uang korupsi proyek alat kesehatan (alkes) ke rekening pribadi Amien Rais sebesar Rp 600 juta menuai berbagai tanggapan dari sejumlah organisasi masyarakat (ormas).
Sebagian menilai mantan Ketua MPR tersebut masih jauh bila dikaitkan dengan pelaku inti dalam perkara yang menjerat eks Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari itu.
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum Faisal mengatakan, dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Amien tidak masuk dalam kualifikasi inti delik. Itu menyusul tidak ada satupun kalimat di surat tuntutan yang menyebut pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) melakukan perbuatan melawan hukum atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Menurut Faisal, jaksa KPK hanya sebatas menguraikan perbuatan mengaburkan asal-usul uang hasil korupsi Siti Fadilah yang saat ini berstatus terdakwa. "Dalam penuntutan sudah menjadi strategi yang sangat umum para jaksa menyebut nama siapapun dengan tujuan mengejar pengembangan fakta hukum di persidangan," ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (4/6).
Sebagaimana diberitakan, pendistribusian uang yang tidak lazim ke Amien menjadi salah satu catatan jaksa KPK. Sebab, uang yang dikirim dari rekening Yurida Adlani itu ada mayoritas berasal dari PT Mitra Medidua (subkontraktor proyek alkes). Poin itu yang membuat jaksa KPK mendalilkan sebagai motif untuk mengaburkan asal usul dan peruntukan uang korupsi Siti.
Menurut Faisal, ada dua problem mendasar dalam strategi penuntutan jaksa KPK. Pertama, arena persidangan yang menjadi tempat pengembangan kasus yang mengesampingkan asas praduga tak bersalah. Kedua, jaksa seolah berharap menyebut nama di persidangan agar dapat dengan mudah melakukan kroscek secara terbuka.
"Biasanya mengkonfrontir keterangan satu dengan lainnya. Upaya ini sebenarnya lebih dilakukan di level penyidikan, karena arena persidangan bukan tempat yang ideal menemukan delik," ungkapnya. Menurut Faisal, Amien hanya sebatas mendapat aliran dana dari yayasan Soetrisno Bachir Foundation (SBF) untuk kepentingan kegiatan sosial keagamaan.
Dengan demikian, Amien bukan pihak yang dapat dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana. Ketua Majelis Kehormatan PAN itu sejauh ini tidak sama sekali dapat dikonstruksikan sebagai kategori pelaku pidana yang turut melakukan (medepleger), membantu melakukan (medeplichtige), atau membujuk melakukan (uitlokking).
"Hak jaksa untuk menyebut nama siapapun, tapi bukan dengan motif justru dapat merendahkan tuntutannya karena cenderung spekulatif bahkan beropini," ujarnya. Opini jaksa beresiko berpengaruh terhadap nama baik seseorang. "Level penuntutan sekurang-kurangnya menunjukkan dan membuktikan terdakwa berbuat apa dan mesti bertanggungjawab atas perbuatannya," imbuh Faisal.
Setali dengan Faisal, Wakil Sekretaris Pemimpin Pusat Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama PBNU Djoko Edhi Abdurrahman mengatakan, uang yang dikirim ke rekening Amien itu sejatinya diterima badan hukum. Dia menilai jaksa penuntut mengada-ada mendalilkan aliran uang dana alkes dari rekening Yurida ke Amien.
"Anjuran saya, jika jaksa penuntut mau menjerat Amien dalam posisi alat bukti tidak langsung seperti itu harus memakai Perma No 13 tahun 2016 tentang kejahatan korporasi," terangnya. Dalam Perma tersebut, kejahatan korporasi berdiri sendiri (corporate crime). Dengan demikian, korporasi bisa langsung didakwa secara mandiri. (tyo)
Sebagian menilai mantan Ketua MPR tersebut masih jauh bila dikaitkan dengan pelaku inti dalam perkara yang menjerat eks Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari itu.
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum Faisal mengatakan, dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Amien tidak masuk dalam kualifikasi inti delik. Itu menyusul tidak ada satupun kalimat di surat tuntutan yang menyebut pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) melakukan perbuatan melawan hukum atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Menurut Faisal, jaksa KPK hanya sebatas menguraikan perbuatan mengaburkan asal-usul uang hasil korupsi Siti Fadilah yang saat ini berstatus terdakwa. "Dalam penuntutan sudah menjadi strategi yang sangat umum para jaksa menyebut nama siapapun dengan tujuan mengejar pengembangan fakta hukum di persidangan," ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (4/6).
Sebagaimana diberitakan, pendistribusian uang yang tidak lazim ke Amien menjadi salah satu catatan jaksa KPK. Sebab, uang yang dikirim dari rekening Yurida Adlani itu ada mayoritas berasal dari PT Mitra Medidua (subkontraktor proyek alkes). Poin itu yang membuat jaksa KPK mendalilkan sebagai motif untuk mengaburkan asal usul dan peruntukan uang korupsi Siti.
Menurut Faisal, ada dua problem mendasar dalam strategi penuntutan jaksa KPK. Pertama, arena persidangan yang menjadi tempat pengembangan kasus yang mengesampingkan asas praduga tak bersalah. Kedua, jaksa seolah berharap menyebut nama di persidangan agar dapat dengan mudah melakukan kroscek secara terbuka.
"Biasanya mengkonfrontir keterangan satu dengan lainnya. Upaya ini sebenarnya lebih dilakukan di level penyidikan, karena arena persidangan bukan tempat yang ideal menemukan delik," ungkapnya. Menurut Faisal, Amien hanya sebatas mendapat aliran dana dari yayasan Soetrisno Bachir Foundation (SBF) untuk kepentingan kegiatan sosial keagamaan.
Dengan demikian, Amien bukan pihak yang dapat dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana. Ketua Majelis Kehormatan PAN itu sejauh ini tidak sama sekali dapat dikonstruksikan sebagai kategori pelaku pidana yang turut melakukan (medepleger), membantu melakukan (medeplichtige), atau membujuk melakukan (uitlokking).
"Hak jaksa untuk menyebut nama siapapun, tapi bukan dengan motif justru dapat merendahkan tuntutannya karena cenderung spekulatif bahkan beropini," ujarnya. Opini jaksa beresiko berpengaruh terhadap nama baik seseorang. "Level penuntutan sekurang-kurangnya menunjukkan dan membuktikan terdakwa berbuat apa dan mesti bertanggungjawab atas perbuatannya," imbuh Faisal.
Setali dengan Faisal, Wakil Sekretaris Pemimpin Pusat Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama PBNU Djoko Edhi Abdurrahman mengatakan, uang yang dikirim ke rekening Amien itu sejatinya diterima badan hukum. Dia menilai jaksa penuntut mengada-ada mendalilkan aliran uang dana alkes dari rekening Yurida ke Amien.
"Anjuran saya, jika jaksa penuntut mau menjerat Amien dalam posisi alat bukti tidak langsung seperti itu harus memakai Perma No 13 tahun 2016 tentang kejahatan korporasi," terangnya. Dalam Perma tersebut, kejahatan korporasi berdiri sendiri (corporate crime). Dengan demikian, korporasi bisa langsung didakwa secara mandiri. (tyo)