ERRY NOVEL/RADAR SLAWI |
"Kalau anak sekolah pulangnya sore, lalu pendidikan Madrasah dan TPQ mau dikemanakan?," kata Enthus di sela-sela acara peringatan Nuzulul Quran di Rumah Dinas Bupati, Senin (12/6) malam.
Enthus mengaku siap mendapat hukuman dari Pemerintah Pusat ihwal penolakan itu. Dia lebih baik dihukum ketimbang generasi bangsa tidak berakhlak. Menurutnya, pendidikan formal memang penting, tapi akhlak generasi bangsa juga lebih penting.
"Kalau sikap saya ini salah, silahkan hukum saya. Yang penting generasi bangsa kita ini memiliki akhlak yang baik," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Enthus juga meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal untuk segera menyurati Kemendikbud. Dalam surat itu, Pemerintah Kabupaten Tegal secara tegas menolak program Kemendikbud tentang lima hari sekolah.
"Kirim surat secepatnya. Kami tidak ingin generasi kita hancur karena adanya program seperti ini (lima hari sekolah)," cetusnya.
Sementara, rencana sekolah lima hari seminggu dengan durasi delapan jam per hari atau yang disebut program penguatan pendidikan karakter (PPK), sejatinya untuk menggenjot kinerja guru. Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Menurut mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini, program PPK adalah berkaitan dengan turunnya peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2017 tentang revisi beban kerja guru. Pemerintah ingin menyesuaikan jam kerja guru dengan aparatur sipil negara lainnya. Sehingga muncul lah lima hari sekolah. (yer)