PURWOKERTO- Rohaeti ibu yang tega membunuh Deva Ananda Avrilia (3), anak kandungnya sendiri menangis tersedu saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Purwokerto Selasa (6/6) kemarin. Dia divonis tujuh tahun penjara oleh ketua majelis hakim Yulanto Prafifto Utomo SH MH.
Dalam amar putusannya, ketua majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan. Terdakwa dijerat dengan Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (3) UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Menjatuhkan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dikurangi masa tahanan, dan denda Rp. 100 juta subsidair satu bulan kurungan," ucap ketua majelis hakim Yulanto Prafifto SH MH.
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim ketua, lebih ringan dari tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum Pranoto SH. Dalam surat tuntutannya, penuntut umum menuntut terdakwa dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Meski demikian, baik jaksa maupun terdakwa menyatakan menerima vonis dari ketua majelis hakim.
Sementara itu, Budi Santos suami siri Rohaeti yang disidang terpisah, divonis delapan bulan dari hakim Yulanto Prafifto. Sebelumnya, Budi dituntut sembilan bulan oleh jaksa Pranoto SH.
Atas putusan tersebut, Budi yang dijerat dengan pasal 181 KUHP menyatakan pikir-pikir. Jaksa Pranoto juga menyatakan pikir-pikir.
Rohaeti yang menikah siri dengan Hendi Triyadi pada 2013, dikaruniai seorang anak perempuan bernama Deva Ananda Avrilia. April, sapaan akrab korban, lahir pada 16 April 2014 silam.
Semenjak lahir, April divonis menderita penyakit kelainan otak. Penyakit inilah yang diderita bayi mungil tersebut, dan menghambat pertumbuhan atau tidak normal.
Malang bagi April, ketika berumur tiga bulan, ayah kandungnya meninggalkannya. Praktis dia hanya dirawat oleh Gita di Desa Sumbang.
Hari demi hari Gita merawat anak perempuannya penuh kasih sayang. Merasa memerlukan sosok pendamping, Gita akhirnya memutuskan menikah siri dengan Budi Santoso pada 31 Agustus 2016 silam.
Merasa perlu biaya untuk hidup sehari-hari dan memenuhi kebutuhan April, Gita memutuskan bekerja sebagai pemandu lagu di sebuah karaoake kawasan di Baturraden. Karena kesibukan dia dan suami sirinya, Gita sering menitipkan April ke Waryati di Desa Ketenger, Baturraden.
Gita pun memutuskan tinggal di sebuah rumah kos Desa Karangtengah, Baturraden. Sehingga jika ada memiliki waktu luang, Gita dapat menjenguk putrinya yang dititipkan tidak jauh dari rumah kos.
April sering mengalami muntah-muntah, badan panas, rambut rontok dan gigi menggigit sampai mulutnya berdarah. Kamis (8/12) Desember 2016, sakit yang dialami April kembali kambuh.
Saat itu April sedang bersama ibu dan suami siri Gita. Menjelang Maghrib, Gita mengajak Budi membawa April ke rumah bidan yang biasa menanganinya.
Tapi di tengah perjalanan, Gita berpikir lain. Untuk mengakhiri penderitaan putrinya, Gita mengambil langkah keliru. Gita tega membunuh April dengan tangannya sendiri.
Saat membonceng sepeda motor yang dikendarai Budi, Gita membekap mulut dan hidung April selama dua menit. April pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Budi dan Gita memakamkan April di kebun kosong Grumbul Munggangsari, Desa Karangsalam, Baturraden. Pemakaman secara tidak wajar itu, akhirnya membuat warga sekitar curiga.
Beberapa hari kemudian, warga yang curiga dengan gundukan tanah di semak-semak nekat membongkarnya. Dari dalam lubang galian sedalam satu meter, warga menemukan jenazah April.
Polisi yang mendapat laporan tersebut, melakukan penyelidikan. Identitas tersangka langsung dikantongi polisi.
Budi dan Gita yang sempat melarikan diri ke Ajibarang, Pasir hingga Ungaran, Semarang akhirnya diringkus polisi. Keduanya pun diajukan ke meja hijau. (mif)
Dalam amar putusannya, ketua majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan. Terdakwa dijerat dengan Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (3) UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Menjatuhkan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dikurangi masa tahanan, dan denda Rp. 100 juta subsidair satu bulan kurungan," ucap ketua majelis hakim Yulanto Prafifto SH MH.
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim ketua, lebih ringan dari tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum Pranoto SH. Dalam surat tuntutannya, penuntut umum menuntut terdakwa dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Meski demikian, baik jaksa maupun terdakwa menyatakan menerima vonis dari ketua majelis hakim.
Sementara itu, Budi Santos suami siri Rohaeti yang disidang terpisah, divonis delapan bulan dari hakim Yulanto Prafifto. Sebelumnya, Budi dituntut sembilan bulan oleh jaksa Pranoto SH.
Atas putusan tersebut, Budi yang dijerat dengan pasal 181 KUHP menyatakan pikir-pikir. Jaksa Pranoto juga menyatakan pikir-pikir.
Rohaeti yang menikah siri dengan Hendi Triyadi pada 2013, dikaruniai seorang anak perempuan bernama Deva Ananda Avrilia. April, sapaan akrab korban, lahir pada 16 April 2014 silam.
Semenjak lahir, April divonis menderita penyakit kelainan otak. Penyakit inilah yang diderita bayi mungil tersebut, dan menghambat pertumbuhan atau tidak normal.
Malang bagi April, ketika berumur tiga bulan, ayah kandungnya meninggalkannya. Praktis dia hanya dirawat oleh Gita di Desa Sumbang.
Hari demi hari Gita merawat anak perempuannya penuh kasih sayang. Merasa memerlukan sosok pendamping, Gita akhirnya memutuskan menikah siri dengan Budi Santoso pada 31 Agustus 2016 silam.
Merasa perlu biaya untuk hidup sehari-hari dan memenuhi kebutuhan April, Gita memutuskan bekerja sebagai pemandu lagu di sebuah karaoake kawasan di Baturraden. Karena kesibukan dia dan suami sirinya, Gita sering menitipkan April ke Waryati di Desa Ketenger, Baturraden.
Gita pun memutuskan tinggal di sebuah rumah kos Desa Karangtengah, Baturraden. Sehingga jika ada memiliki waktu luang, Gita dapat menjenguk putrinya yang dititipkan tidak jauh dari rumah kos.
April sering mengalami muntah-muntah, badan panas, rambut rontok dan gigi menggigit sampai mulutnya berdarah. Kamis (8/12) Desember 2016, sakit yang dialami April kembali kambuh.
Saat itu April sedang bersama ibu dan suami siri Gita. Menjelang Maghrib, Gita mengajak Budi membawa April ke rumah bidan yang biasa menanganinya.
Tapi di tengah perjalanan, Gita berpikir lain. Untuk mengakhiri penderitaan putrinya, Gita mengambil langkah keliru. Gita tega membunuh April dengan tangannya sendiri.
Saat membonceng sepeda motor yang dikendarai Budi, Gita membekap mulut dan hidung April selama dua menit. April pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Budi dan Gita memakamkan April di kebun kosong Grumbul Munggangsari, Desa Karangsalam, Baturraden. Pemakaman secara tidak wajar itu, akhirnya membuat warga sekitar curiga.
Beberapa hari kemudian, warga yang curiga dengan gundukan tanah di semak-semak nekat membongkarnya. Dari dalam lubang galian sedalam satu meter, warga menemukan jenazah April.
Polisi yang mendapat laporan tersebut, melakukan penyelidikan. Identitas tersangka langsung dikantongi polisi.
Budi dan Gita yang sempat melarikan diri ke Ajibarang, Pasir hingga Ungaran, Semarang akhirnya diringkus polisi. Keduanya pun diajukan ke meja hijau. (mif)