Jubir KPK Febri Diansyah |
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan bahwa ada indikasi bahwa keterlibatan setoran dari Pemprov ke DPRD Jatim tersebut tidak hanya melibatkan enam tersangka. Ada pihak lain yang kita indikasikan terlibat. ”Pengembangan dilakukan dengan berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup,” jelasnya.
Saat ini, memang baru komisi B DPRD Jatim yang dilakukan pendalaman, untuk komisi lainnya tentu akan dicek kedepan. ”Yang pasti ada informasi yang diterima KPK yang mengarahkan ke lainnya,” paparnya ditemui di gedung KPK kemarin.
Dengan keterlibatan pihak yang cukup banyak, maka KPK saat ini sedang mengkaji bagaimana kondisi atau tingkat korupsi yang terjadi di Pemprov dan DPRD Jatim. Kajian ini hasilnya untuk menjadi pertimbangan bagi KPK, apakah perlu Jatim menjadi salah satu daerah yang masuk dalam program koordinasi, super visi dan pencegahan. ”Saat ini ada sepuluh daerah yang sudah masuk dalam program tersebut,” ujarnya.
Sepuluh daerah itu, yakni Sumatera Utara, Banten, Bengkulu, Riau, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Aceh, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ada berbagai kriteria mengapa sepuluh daerah ini masuk dalam program tersebut. ”Program ini ditujukan untuk meningkatkan pencegahan korupsi,” urainya.
Untuk daerah Sumut, Riau, Banten dan Bengkulu masuk dalam program tersebut karena tingginya tingkat kerawanan korupsinya. Aceh, Papua dan Papua Barat masuk program tersebut karena daerah khusus. ”Kalau Jawa Tengah karena ada inisiatif dari kepala daerahnya untuk masuk dalam program tersebut,” terangnya.
Jawa Timur, lanjutnya, bila ternyata tingkat kerawanan korupsinya tinggi, maka bisa masuk dalam program tersebut. Dia mengatakan, dengan begitu KPK bisa memberikan evaluasi atas berbagai sistem pemerintahan di Pemprov Jatim. Sehingga, potensi korupsi bisa dicegah. ”Masukan ini bisa berdasar evaluasi kasus yang terjadi atau dari kajian terhadap sistem pemerintahan,” paparnya.
Tak hanya itu, KPK juga memantau bagaimana respondari Gubernur Jatim Soekarwo dan Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf terkait OTT tersebut. Dia berharap Gubernur dan Wagubnya kooperatif dengan proses hukum yang dijalankan KPK.
”Kooperatif itu seperti memberikan akses informasi yang dibutuhkan, atau memberikan akses untuk penggeledahan. Pemeriksaan terhadap saksi juga diharapkan dipatuhi,” paparnya.
Dia menegaskan, jangan sampai ada upaya menghalang-halangi terhadap kehadiran saksi yang nantinya dipanggil KPK. ”Kooperatif semacam itu yang KPK butuhkan ya,” jelasnya.
Terkait perkembangan pemeriksaan saksi kasus setoran kepala dinas pada DPRD, dia mengatakan bahwa sejauh ini baru lima saksi yang diperiksa, baik kepala dinas dan sekretaris dewan (Sekwan). ”Pemeriksaan itu dilakukan di Polda Jawa Timur saat penyidik masih melakukan penggeledahan,” terangnya.
Hingga saat ini, KPK masih belum memanggil saksi lain untuk kasus tersebut. Namun, kedepan bila dibutuhkan, pasti akan ada saksi lain yang dipanggil ke Jakarta. ”Saat ini kami fokus pada enam tersangka,” ujarnya.
Sementara Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjelaskan, KPK tentu telah melihat bahwa kasus ini tidak hanya melibatkan enam tersangka. Maka, diharapkan secepatnya semua pihak lain yang terlibat segera ditetapkan statusnya. ”Kalau hanya enam tersangka dengan barang bukti sedikit itu kelas teri,” paparnya.
Dengan adanya setoran dari Kepala Dinas, dia menyatakan bahwa pihaknya sangat yakin pejabat dibawah kepala dinas juga diduga terbiasa untuk setor pada DPRD. ”Pasti yang terlibat banyak,” jelasnya.
Menurutnya, korupsi di Pemprov dan DPRD Jatim harus pangkas habis dari atas hingga yang paling bawah. Dengan demikian, budaya korupsi itu bisa dibasmi di kedua lemabaga yang seharusnya bersama-sama mensejahterakan rakyat. ”Ini malah bersama-sama mencuri uang rakyat Jawa Timur,” tegasnya. (idr)