JAKARTA -- Presiden Joko Widodo didesak segera mengambil keputusan yang lebih tegas terkait rencana penerapan sekolah lima hari sampai sore. Sebab, tahun ajaran baru dimulai bulan depan.
Kebijakan sekolah lima hari yang tertuang dalam Permendikbud 23/2017 tentang Hari Sekolah tersebut memang mendapatkan penolakan dari PBNU. Tapi, juga mendapatkan dukungan dari PP Muhammadiyah.
Ketua LP Ma'arif NU Z. Arifin Junaidi berharap Presiden Joko Widodo bisa segera mengeluarkan kebijakan yang lebih jelas terkait lima hari sekolah. Lebih tegas dia meminta agar kebijakan yang dibuat Mendikbud itu tidak dijalankan pada tahun ajaran ini. "Saya himbau pemerintah segera keluarkan keputusan FDS dibatalkan," tegas dia kemarin (16/6).
Dia menuturkan dulu pernah pula mengirimkan surat kepada Jokowi terkait wacana full day school yang muncul sekitar Agustus 2016. Isinya pun berupa penolakan terhadap rencana peraturan pemerintah (PP) tentang pengaturan hari sekolah. "Sampai sekarang PP itu tidak jadi ada," ujar dia.
Sedangkan soal FDS kali ini sudah diserahkan kepada PBNU. LP Ma'arif telah berkirim surat kepada PBNU juga. "Apakah PBNU mau kirim surat ke Presiden atau tidak saya tidak tahu. Setahu saya PBNU sudah membicarakan soal ini dengan pihak istana," ungkap dia.
Ada beberapa alasan mendasar yang membuat LP Ma'arif menolak kebijaka full day school atau sekolah lima hari sampai sore itu. Mulai dari fasilitas berupa saran prasarana sekolah hingga kebutuhan guru.
Arifin juga mengungkapkan LP Ma'arif sebenarnya punya sekolah yang full day school. Bahkan banyak yang belajar 24 jam sehari 7 hari seminggu, yaitu sekolah berbasis pesantren. "Bila pemerintah memenuhi kebutuhan sarpras dan tenaga didik kependidikan di sekolah atau madrasah baik negeri maupun swasta mungkin kita dukung penuh," jelas dia.
Mengenai perbedaan pandangan dengan Muhammadiyah, Arifin menuturkan bawa masalah FDS itu bukan hubungan antar ormas semata. Tapi, lebih condong kepada masalah berbangsa dan bernegara.
"Saat Gubernur Jawa Tengah mau menerapkan FDS di Jawa Tengah kami tolak juga. Saya menghimbau warga NU dan teman-teman Muhammadiyah tidak terprovokasi pihak-pihak yang ingin membenturkan NU dengan Muhammadiyah," ujar dia.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata mengatakan belum ada kebijakan mencabut Permendikbud tentang penerapan sekolah lima hari dalam sepekan. Dia menjelaskan penerapannya bertahap. Bagi sekolah yang belum siap, tetap boleh menjalankan sekolah enam hari seperti biasa. ’’Saya menjelaskan ini konteksnya untuk gurunya,’’ katanya.
Pranata mengatakan sesuai Permendikbud 23/2017 diatur bahwa jam kerja guru delapan jam sehari dan lima hari dalam sepekan. Bagi sekolah yang belum siap, dan tetap menjalankan sekolah enam hari, tidak jadi masalah. Yang terpenting beban kerja guru 40 jam per pekan terpenuhi.
Staf Ahli Mendikbud bidang Pendidikan Karakter Arie Budiman mengatakan, penambahan jam belajar yang paling mencolok nanti di SD. Sebab dari yang selama ini pulang sekitar pukul 12.00 sampai 13.00, akan bertambah lama jadi pukul 15.00 sampai 16.00. Dia mengatakan dalam pemanbahan waktu itu tidak semuanya habis di sekolah.
’’Ingin pulang tepat pukul 13.00 juga tidak dilarang,’’ katanya. Sebab penambahan jam sekolah bisa dijalankan di luar sekolah. Seperti di masjid, musola, museum, perpustakaan, dan sumber belajar lainnya. Dia mengatakan dalam reformasi dunia pendidikan, sumber belajar tidak melulu hanya di ruang sekolah. (jun/wan)
Kebijakan sekolah lima hari yang tertuang dalam Permendikbud 23/2017 tentang Hari Sekolah tersebut memang mendapatkan penolakan dari PBNU. Tapi, juga mendapatkan dukungan dari PP Muhammadiyah.
Ketua LP Ma'arif NU Z. Arifin Junaidi berharap Presiden Joko Widodo bisa segera mengeluarkan kebijakan yang lebih jelas terkait lima hari sekolah. Lebih tegas dia meminta agar kebijakan yang dibuat Mendikbud itu tidak dijalankan pada tahun ajaran ini. "Saya himbau pemerintah segera keluarkan keputusan FDS dibatalkan," tegas dia kemarin (16/6).
Dia menuturkan dulu pernah pula mengirimkan surat kepada Jokowi terkait wacana full day school yang muncul sekitar Agustus 2016. Isinya pun berupa penolakan terhadap rencana peraturan pemerintah (PP) tentang pengaturan hari sekolah. "Sampai sekarang PP itu tidak jadi ada," ujar dia.
Sedangkan soal FDS kali ini sudah diserahkan kepada PBNU. LP Ma'arif telah berkirim surat kepada PBNU juga. "Apakah PBNU mau kirim surat ke Presiden atau tidak saya tidak tahu. Setahu saya PBNU sudah membicarakan soal ini dengan pihak istana," ungkap dia.
Ada beberapa alasan mendasar yang membuat LP Ma'arif menolak kebijaka full day school atau sekolah lima hari sampai sore itu. Mulai dari fasilitas berupa saran prasarana sekolah hingga kebutuhan guru.
Arifin juga mengungkapkan LP Ma'arif sebenarnya punya sekolah yang full day school. Bahkan banyak yang belajar 24 jam sehari 7 hari seminggu, yaitu sekolah berbasis pesantren. "Bila pemerintah memenuhi kebutuhan sarpras dan tenaga didik kependidikan di sekolah atau madrasah baik negeri maupun swasta mungkin kita dukung penuh," jelas dia.
Mengenai perbedaan pandangan dengan Muhammadiyah, Arifin menuturkan bawa masalah FDS itu bukan hubungan antar ormas semata. Tapi, lebih condong kepada masalah berbangsa dan bernegara.
"Saat Gubernur Jawa Tengah mau menerapkan FDS di Jawa Tengah kami tolak juga. Saya menghimbau warga NU dan teman-teman Muhammadiyah tidak terprovokasi pihak-pihak yang ingin membenturkan NU dengan Muhammadiyah," ujar dia.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata mengatakan belum ada kebijakan mencabut Permendikbud tentang penerapan sekolah lima hari dalam sepekan. Dia menjelaskan penerapannya bertahap. Bagi sekolah yang belum siap, tetap boleh menjalankan sekolah enam hari seperti biasa. ’’Saya menjelaskan ini konteksnya untuk gurunya,’’ katanya.
Pranata mengatakan sesuai Permendikbud 23/2017 diatur bahwa jam kerja guru delapan jam sehari dan lima hari dalam sepekan. Bagi sekolah yang belum siap, dan tetap menjalankan sekolah enam hari, tidak jadi masalah. Yang terpenting beban kerja guru 40 jam per pekan terpenuhi.
Staf Ahli Mendikbud bidang Pendidikan Karakter Arie Budiman mengatakan, penambahan jam belajar yang paling mencolok nanti di SD. Sebab dari yang selama ini pulang sekitar pukul 12.00 sampai 13.00, akan bertambah lama jadi pukul 15.00 sampai 16.00. Dia mengatakan dalam pemanbahan waktu itu tidak semuanya habis di sekolah.
’’Ingin pulang tepat pukul 13.00 juga tidak dilarang,’’ katanya. Sebab penambahan jam sekolah bisa dijalankan di luar sekolah. Seperti di masjid, musola, museum, perpustakaan, dan sumber belajar lainnya. Dia mengatakan dalam reformasi dunia pendidikan, sumber belajar tidak melulu hanya di ruang sekolah. (jun/wan)