JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) belum mengendus indikasi maladministrasi dalam pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Karena itu, lembaga negara yang bertugas memantau pelayanan publik, termasuk penegakan hukum, tersebut belum masuk lebih jauh dalam proses penanganan perkara Novel.
Hal itu disampaikan anggota Ombudsman Adrianus Eliasta Meliala. Menurut dia, belum tertangkapnya pelaku penyerangan penyidik andalan KPK tersebut belum masuk dalam kategori maladministrasi. Penanganan kasus yang sedang berjalan di Polda Metro Jaya itu dianggap masih dalam batas kewajaran proses penyelidikan kasus yang umum di kalangan penegak hukum.
”Itu proses lidik-sidik yang biasa, dimana bisa terungkap segera, terungkap lama atau tidak sama sekali,” ujar Andri kepada Jawa Pos, kemarin (28/6). Sebagai catatan, kasus Novel di kepolisian sudah berjalan lebih dari 2 bulan sejak kejadian penyiraman terjadi pada 11 April lalu. Polisi belum menetapkan satu orang pun tersangka dalam kasus penganiayaan tersebut. Karena itu, para pakar pidana meminta Ombudsman turut memantau penanganan kasus Novel.
Ranah Ombudsman adalah memantau penyelenggaraan pelayananan publik agar tidak terjadi maladministrasi. Ombudsman akan mengecek ada tidaknya dugaan tersebut ketika penanganan kasus Novel dinilai sudah memenuhi kriteria maladministrasi. ”Dugaan kami, (sementara) tidak ada (maladministrasi, Red),” terang mantan komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tersebut.
Sesuai Undang-Undang Nomor 37/2008 tentang ORI, ada beberapa kriteria pelayanan publik yang masuk kategori maladministrasi. Antara lain, perilaku dan perbuatan melawan hukum, perilaku dan perbuatan melampaui wewenang, serta menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut.
Ada pula kriteria lain, seperti kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara negara dan pemerintahan. Bukan hanya itu, penyelenggara pelayanan publik dianggap melakukan maladministrasi bila perbuatannya menimbulkan kerugian materil atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Andri menjelaskan, ada beberapa bentuk-bentuk maladministrasi dalam pelayanan penegakan hukum. Yakni, penundaan berlarut, diskriminasi, kesalahan prosedur, tidak transparan, ketidakjelasan informasi, tindakan sewenang-wenang, ketidakpastian hukum hingga salah pengelolaan. ”Ranah kami memantau agar tidak terjadi itu (maladministrasi),” ujarnya.
Dari sekian banyak bentuk maladministrasi, penundaan berlarut merupakan yang paling umum dilaporkan masyarakat. Itu terjadi ketika aparat penegak hukum berkali-kali menunda atau mengulur-ulur waktu proses penanganan hukum sehingga proses administrasi yang sedang dikerjakan menjadi molor sampai waktu yang tidak bisa dipastikan. (tyo)
Hal itu disampaikan anggota Ombudsman Adrianus Eliasta Meliala. Menurut dia, belum tertangkapnya pelaku penyerangan penyidik andalan KPK tersebut belum masuk dalam kategori maladministrasi. Penanganan kasus yang sedang berjalan di Polda Metro Jaya itu dianggap masih dalam batas kewajaran proses penyelidikan kasus yang umum di kalangan penegak hukum.
”Itu proses lidik-sidik yang biasa, dimana bisa terungkap segera, terungkap lama atau tidak sama sekali,” ujar Andri kepada Jawa Pos, kemarin (28/6). Sebagai catatan, kasus Novel di kepolisian sudah berjalan lebih dari 2 bulan sejak kejadian penyiraman terjadi pada 11 April lalu. Polisi belum menetapkan satu orang pun tersangka dalam kasus penganiayaan tersebut. Karena itu, para pakar pidana meminta Ombudsman turut memantau penanganan kasus Novel.
Ranah Ombudsman adalah memantau penyelenggaraan pelayananan publik agar tidak terjadi maladministrasi. Ombudsman akan mengecek ada tidaknya dugaan tersebut ketika penanganan kasus Novel dinilai sudah memenuhi kriteria maladministrasi. ”Dugaan kami, (sementara) tidak ada (maladministrasi, Red),” terang mantan komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tersebut.
Sesuai Undang-Undang Nomor 37/2008 tentang ORI, ada beberapa kriteria pelayanan publik yang masuk kategori maladministrasi. Antara lain, perilaku dan perbuatan melawan hukum, perilaku dan perbuatan melampaui wewenang, serta menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut.
Ada pula kriteria lain, seperti kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara negara dan pemerintahan. Bukan hanya itu, penyelenggara pelayanan publik dianggap melakukan maladministrasi bila perbuatannya menimbulkan kerugian materil atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Andri menjelaskan, ada beberapa bentuk-bentuk maladministrasi dalam pelayanan penegakan hukum. Yakni, penundaan berlarut, diskriminasi, kesalahan prosedur, tidak transparan, ketidakjelasan informasi, tindakan sewenang-wenang, ketidakpastian hukum hingga salah pengelolaan. ”Ranah kami memantau agar tidak terjadi itu (maladministrasi),” ujarnya.
Dari sekian banyak bentuk maladministrasi, penundaan berlarut merupakan yang paling umum dilaporkan masyarakat. Itu terjadi ketika aparat penegak hukum berkali-kali menunda atau mengulur-ulur waktu proses penanganan hukum sehingga proses administrasi yang sedang dikerjakan menjadi molor sampai waktu yang tidak bisa dipastikan. (tyo)