ILUSTRASI |
Seperti diketahui, dalam Petunjuk Teknis (Juknis) PPDB yang diterbitkan Pemprov Jateng disebutkan bahwa anak guru mendapat tambahan nilai saat mendaftar sebagai calon peserta didik baru di SMA negeri (SMAN) maupun SMK negeri (SMKN) di wilayah Jawa Tengah.
Tambahan nilai bagi anak guru yang disebut dengan nilai kemaslahatan tersebut menjadi salah satu dari empat komponen penilaian bagi calon siswa baru. Anak guru pada satuan pendidikan tempat tugas orang tuanya langsung mendapatkan nilai 2. Sedangkan di luar satuan tugas mendapatkan nilai 1.
Drs Katon Sanyoto MM, salah satu orang tua siswa yang anaknya hendak mendaftarkan diri ke sebuah SMA Negeri favorit di Purworejo menilai jika kebijakan tersebut jauh dari prinsip keadilan. Ia meminta kepada Gubernur agar merevisi kebijakannya itu.
"Anak saya menangis begitu tahu ada aturan tersebut. Bayangkan, ia sudah susah payah berupaya keras agar dapat diterima di SMA yang diharapkan, tapi dengan adanya aturan tersebut bisa jadi harapan itu pupus," kata Katon kepada Purworejo Ekspres, kemarin.
Katon menilai kebijakan tersebut tidaklah tepat jika diberlakukannya aturan PPDB itu sebagai bentuk apresiasi terhadap profesi guru. Pasalnya, dengan memberikan nilai tambahan untuk anak guru, potensi untuk merugikan anak-anak yang orang tuanya bukan seorang guru sangat besar.
"Ini adalah bentuk diskriminasi. Bentuk apresiasi pemerintah kepada profesi guru sudah cukup baik. Tidak perlu ditambah dengan memberikan keistimewaan kepada anak-anaknya. Biarlah anak-anak ini bersaing secara sportif untuk masuk di sekolah yang diharapkannya itu," tandasnya.
Terpisah, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam sebuah kesempatan menjelaskan jika nilai kemaslahatan bagi anak guru sebanyak 1-2 poin pada penerimaan PPDB SMA/SMK 2017 merupakan insentif bagi orang tua mereka.
Dia meminta semua SMA/SMK harus melaksanakan amanat UU Guru dan Dosen untuk memberikan 1-2 poin bagi anak guru. Tambahan poin itu untuk menghormati gurunya. Kebijakan itu, menurut Ganjar, bukan diskriminatif.
“Semua orang (yang protes) lupa membaca UU Guru dan Dosen. Ini bunyi UU lho. UU Guru dan Dosen sudah lama, tetapi baru sekarang dipersoalkan. Spiritnya bukan memberi kepada anak, tetapi memberi insentif kepada guru karena guru harus dihormati dan kesejahteraannya ditingkatkan. Guru yang sudah mengabdi, keluarganya diberi insentif,” ujar Gubernur. (luk)