JAKARTA – Praktik pungutan liar di dalam operasional bus pengumpan (shalawat) ternyata sudah terendus Kementerian Agama (Kemenag) sejak beberapa tahun lalu. Operator bus menjanjikan akan menindak tegas setiap supir yang melakukan pungutan liar itu kepada jamaah.
Ancaman tegas dari pihak operator bus itu disampaikan Direktur Pembinaan Haji Luar Negeri Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Sri Ilham Lubis. Dia menjelaskan ketika kontrak dengan perusahaan bus shawalat, sudah dijelaskan bahwa pungutan kepada jamaah itu dilarang. ’’Bagi supir atau kernet yang memungut uang kepada jamaah, akan diputus kontraknya oleh perusahaan bus,’’ katanya di Jakarta kemarin.
Selain itu jika ada perusahaan yang supirnya nakal, akan menjadi catatan dari pihak Kemenag. Catatan ini digunakan sebagai bahan evaluasi. Apakah tahun depan masih menggunakan bus tersebut atau tidak.
Sri berharap kepada seluruh jamaah haji nantinya tidak memberikan uang, tip, atau sejenisnya kepada supir atau kernet bus shalawat. Sebab seluruh biaya operasional bus, termasuk gaji supir, sudah dibayar Kemenag melalui kontrak dengan perusahaan bus.
’’Jika masih ada praktek seperti itu, segera lapor kepada petugas haji,’’ katanya. Sri mengatakan informasi dari jamaah sangat dibutuhkan. Sebab Kemenag tidak mungkin menempatkan satu orang petugas haji di setiap armada bus shalawat. Rencananya bus shalawat yang disiapkan mencapai 400 unit lebih. Sementara petugas haji disebar ke titik-titik yang lebih krusial.
Sri menjelaskan potensi pungutan liar tidak hanya terjadi para operasional bus shalawat saja. Dia berharap jamaah melaporkan segala bentuk pungutan liar yang dialami. Sebab pada prinsipnya seluruh akomodasi jamaah haji sudah ditanggun oleh Kemenag.
Pengamat haji Dadi Darmadi mengungkapkan bahwa praktik pungutan uang untuk penumpang bus shalawat sudah berkembang modusnya. Sebelumnya pungutan mengatasnamakan tip. Tetapi beberapa tahun sekarang pungutannya mengatasnamakan bantuan untuk pembangunan tempat ibadah.
Menurut Dadi kepala regu atau kepala rombongan supaya lebih gencar dalam sosialisasi kepada jamaah di grupnya masing-masing. Sehingga informasi-informasi yang datang dari Kemenag bisa tersampaikan dengan baik sampai ke setiap jamaah haji.
Direktur Advokasi Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah itu mengatakan keberadaan kepala regu dan kepala rombongan cukup efektif sebagai penyampai himbauan-himbauan. Sayangnya pada banyak kesempatan kepala regu dan kepala rombongan perannya tidak efektif. ’’Mereka cenderung sebagai birokrat. Padahal mereka itu sama-sama jamaah ibadah haji,’’ jelasnya. (wan)
Ancaman tegas dari pihak operator bus itu disampaikan Direktur Pembinaan Haji Luar Negeri Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Sri Ilham Lubis. Dia menjelaskan ketika kontrak dengan perusahaan bus shawalat, sudah dijelaskan bahwa pungutan kepada jamaah itu dilarang. ’’Bagi supir atau kernet yang memungut uang kepada jamaah, akan diputus kontraknya oleh perusahaan bus,’’ katanya di Jakarta kemarin.
Selain itu jika ada perusahaan yang supirnya nakal, akan menjadi catatan dari pihak Kemenag. Catatan ini digunakan sebagai bahan evaluasi. Apakah tahun depan masih menggunakan bus tersebut atau tidak.
Sri berharap kepada seluruh jamaah haji nantinya tidak memberikan uang, tip, atau sejenisnya kepada supir atau kernet bus shalawat. Sebab seluruh biaya operasional bus, termasuk gaji supir, sudah dibayar Kemenag melalui kontrak dengan perusahaan bus.
’’Jika masih ada praktek seperti itu, segera lapor kepada petugas haji,’’ katanya. Sri mengatakan informasi dari jamaah sangat dibutuhkan. Sebab Kemenag tidak mungkin menempatkan satu orang petugas haji di setiap armada bus shalawat. Rencananya bus shalawat yang disiapkan mencapai 400 unit lebih. Sementara petugas haji disebar ke titik-titik yang lebih krusial.
Sri menjelaskan potensi pungutan liar tidak hanya terjadi para operasional bus shalawat saja. Dia berharap jamaah melaporkan segala bentuk pungutan liar yang dialami. Sebab pada prinsipnya seluruh akomodasi jamaah haji sudah ditanggun oleh Kemenag.
Pengamat haji Dadi Darmadi mengungkapkan bahwa praktik pungutan uang untuk penumpang bus shalawat sudah berkembang modusnya. Sebelumnya pungutan mengatasnamakan tip. Tetapi beberapa tahun sekarang pungutannya mengatasnamakan bantuan untuk pembangunan tempat ibadah.
Menurut Dadi kepala regu atau kepala rombongan supaya lebih gencar dalam sosialisasi kepada jamaah di grupnya masing-masing. Sehingga informasi-informasi yang datang dari Kemenag bisa tersampaikan dengan baik sampai ke setiap jamaah haji.
Direktur Advokasi Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah itu mengatakan keberadaan kepala regu dan kepala rombongan cukup efektif sebagai penyampai himbauan-himbauan. Sayangnya pada banyak kesempatan kepala regu dan kepala rombongan perannya tidak efektif. ’’Mereka cenderung sebagai birokrat. Padahal mereka itu sama-sama jamaah ibadah haji,’’ jelasnya. (wan)