KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Tanah kemakmuran yang dimiliki setiap desa didorong agar bisa dimanfaatkan untuk program pengentasan kemiskinan. Caranya bisa dengan disewakan kepada petani gurem atau buruh tani yang tidak memiliki lahan. Dengan demikian, petani atau buruh tani bisa memiliki lahan yang bisa diolah guna meningkatkan kesejahteraannya.
“Warga miskin di desa paling banyak keterampilannya adalah bertani. Sehingga paling mudah dilakukan adalah memberikan peluang mereka menggarap lahan pertanian,”kata Ketua Presidium Forum Masyarakat Sipil (Formasi) Kebumen Yusuf Murtiono didampingi Koordinator Advokasi Formasi, Fuad Khabib disela-sela konsultasi publik Draft Rancangan Peraturan Bupati (Raperbup) tentang Pengelolaan Tanah Kas Desa Berdasarkan Kewenangan Hak Asal Usul, Selasa (6/6) di Hotel Candisari Karanganyar.
Kegiatan ini merupakan program Encourage Cooperation of Stakeholder in Reducing Inegvality yang terselenggara atas kerjasama AKATIGA Bandung, KSI dan Formasi Kebumen.
Diskusi publik dihadiri daripuluhan peserta dari unsur camat, kepala desa, aparatur pemerintah desa dan tokoh masyarakat. Hadir pula Kepala Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Moh Amirudin, peneliti AKATIGA Pusat Analisis Sosial Isono Sadoko dan dari Bagian Hukum Setda Kebumen Nurkhotimah.
Fuad menuturkan, selama ini, tanah kemakmuran digunakan untuk operasional pemerintahan desa. Seperti untuk perjalanan dinas, siltap perangkat maupun biaya lainnya.
Namun setelah ada UU Desa, operasional pemerintah desa ditopang alokasi dana desa (ADD). Tanah kemakmuran itu kemudian disewakan kepada masyarakat dengan
sistem bagi hasil maupun sewa per tahun. Sayangnya, ada tanah kemakmuran yang sewanya hanya dimonopoli oleh segelintir orang.
“Padahal resource atau potensi tanah itu bisa untuk kemakmuran masyarakat, terutama petani miskin ataupun buruh tani,” kata Fuad.
Namun ada sejumlah desa yang sudah mengaplikasikan tanah kemakmuran untuk kesejahteraan petani miskin. Seperti di Desa Sidomulyo Petanahan, Trikarso Sruweng
maupun Sinungrejo Ambal.
Untuk itulah, Formasi Kebumen mendorong adanya perbup yang mengatur agar tanah kemakmuran itu tidak semata-mata untuk menggali pendapatan tetapi digunakan
juga untuk menanggulangi kemiskinan di desa.
Ditambahkannya, selama ini belum ada aturan baku terkait pengelolaan tanah desa di Kebumen. Sehingga sangat penting Kebumen membuat aturan yang secara spesifik mengatur pengelolaan tanah di desa.
Melalui Raperbup ini nantinya diharapkan ada keberpihakan kepada masyarakat miskin desa. Disisi lain, perbup ini juga untuk menyelamatkan aset tanah di desa. Sebab, soal aset kerap menjadi temuan BPK.
Sejak 2007 sampai sekarang ini, setahu saya selalu ada temuan terkait aset. Paling tidak, kita memberikan contoh bagaimanamelakukanpendataanaset, pengelolaana setsecara partisipatif di desa,” ucap dia. (has)
“Warga miskin di desa paling banyak keterampilannya adalah bertani. Sehingga paling mudah dilakukan adalah memberikan peluang mereka menggarap lahan pertanian,”kata Ketua Presidium Forum Masyarakat Sipil (Formasi) Kebumen Yusuf Murtiono didampingi Koordinator Advokasi Formasi, Fuad Khabib disela-sela konsultasi publik Draft Rancangan Peraturan Bupati (Raperbup) tentang Pengelolaan Tanah Kas Desa Berdasarkan Kewenangan Hak Asal Usul, Selasa (6/6) di Hotel Candisari Karanganyar.
Kegiatan ini merupakan program Encourage Cooperation of Stakeholder in Reducing Inegvality yang terselenggara atas kerjasama AKATIGA Bandung, KSI dan Formasi Kebumen.
Diskusi publik dihadiri daripuluhan peserta dari unsur camat, kepala desa, aparatur pemerintah desa dan tokoh masyarakat. Hadir pula Kepala Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Moh Amirudin, peneliti AKATIGA Pusat Analisis Sosial Isono Sadoko dan dari Bagian Hukum Setda Kebumen Nurkhotimah.
Fuad menuturkan, selama ini, tanah kemakmuran digunakan untuk operasional pemerintahan desa. Seperti untuk perjalanan dinas, siltap perangkat maupun biaya lainnya.
Namun setelah ada UU Desa, operasional pemerintah desa ditopang alokasi dana desa (ADD). Tanah kemakmuran itu kemudian disewakan kepada masyarakat dengan
sistem bagi hasil maupun sewa per tahun. Sayangnya, ada tanah kemakmuran yang sewanya hanya dimonopoli oleh segelintir orang.
“Padahal resource atau potensi tanah itu bisa untuk kemakmuran masyarakat, terutama petani miskin ataupun buruh tani,” kata Fuad.
Namun ada sejumlah desa yang sudah mengaplikasikan tanah kemakmuran untuk kesejahteraan petani miskin. Seperti di Desa Sidomulyo Petanahan, Trikarso Sruweng
maupun Sinungrejo Ambal.
Untuk itulah, Formasi Kebumen mendorong adanya perbup yang mengatur agar tanah kemakmuran itu tidak semata-mata untuk menggali pendapatan tetapi digunakan
juga untuk menanggulangi kemiskinan di desa.
Ditambahkannya, selama ini belum ada aturan baku terkait pengelolaan tanah desa di Kebumen. Sehingga sangat penting Kebumen membuat aturan yang secara spesifik mengatur pengelolaan tanah di desa.
Melalui Raperbup ini nantinya diharapkan ada keberpihakan kepada masyarakat miskin desa. Disisi lain, perbup ini juga untuk menyelamatkan aset tanah di desa. Sebab, soal aset kerap menjadi temuan BPK.
Sejak 2007 sampai sekarang ini, setahu saya selalu ada temuan terkait aset. Paling tidak, kita memberikan contoh bagaimanamelakukanpendataanaset, pengelolaana setsecara partisipatif di desa,” ucap dia. (has)