ILUSTRASI |
Ketentuan tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, THR Keagamaan merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menuturkan, pembayaran THR ini ditujukan untuk meningkatkan aspek kesejahteraan dan perlindungan bagi para pekerja. THR ini wajib diberikan selambat-lambatnya H-7 lebaran. ”Seluruh pekerja wajib mendapat THR. Yang kontrak juga berhak. Ada perhitungannya,” tutur Hanif di Jakarta, kemarin (6/6).
Menilik Permenaker No.6/2016, pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan memang sudah berhak mendapatkan THR Keagamaan dari perusahaan. Besarannya, diberikan secara proporsional dengan perhitungan jumlah masa kerja dibagi 12 (dua belas) bulan dikali satu bulan upah.
Sedangkan, bagi mereka yang memiliki masa kerja 12 tahun secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
”Namun, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, maka THR yang dibayarkan berdasarkan pada peraturan tersebut,” jelas Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Haiyani Rumondang.
Haiyani mengatakan, THR bukan hal baru lagi. Sehingga, harusnya tak ada kendala yang berarti bagi para pengusaha untuk memenuhi kewajibannya.
Meski begitu, pihaknya akan membuka posko untuk pengaduan soal THR ini. Posko THR akan mulai melayani masyarakat besok (8/6) sampai 5 Juli 2017. Masyarakat bisa berkonsultasi atau mengadukan permasalahan THR-nya melalui kontak 0812 8087 9888, 0812 8240 7919 dan email poskothrkemnaker@gmail.com.
Tahun lalu, posko menerima sekitar 557 pengaduan. Tapi dari jumlah tersebut, tidak seluruhnya mengadu soal THR. Hampir 437 pengaduan yang masuk justru mengaduhkan persoalan lain. ”Hanya sekitar 120 yang mengadu soal THR. Persoalannya beragam. Mulai dari THR tidak sesuai hingga tidak ada pembayaran,” ungkap Haiyani.
Haiyani mewanti-wanti, agar perusahaan tidak berani-berani nakal dengan tidak memenuhi aturan. Sebab, pihaknya tidak segan-segan menjatuhkan sanksi tegas pada para pengusaha tersebut.
Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Jamsos Kemenaker Bernawan Sinaga menegaskan, sanksi tersebut beragam. Mulai dari sanksi administratif hingga denda.
Untuk sanksi administratif, pengusaha bisa dibatasi kegiatan usahanya. Sehingga, tak bisa melakukan pengembangan. ”Pengusaha juga terancam denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya,” tegasnya.
Denda tersebut nantinya akan dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan pekerja, yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja. ”Tapi harus digaris bawahi, pemberian sanksi tidak menggugurkan kewajiban pengusaha membayar THR pekerjanya,” sambungnya.
Menurutnya, tahun ini pemerintah memang lebih tegas dibanding tahun-tahun sebelumnya. Upaya ini diambil lantaran langkah-langkah sebelumnya, seperti teguran tertulis, tidak dilaksanakan oleh pengusaha. ”Dengan ini maka kepastian pemberian THR pada pekerja lebih nyata,” tandasnya. (mia)