Bila Kemalaman, Risiko Tersesat Sangat Tinggi
Bulan Juli–Oktober adalah saat yang tepat untuk bersafari ke Masai Mara. Saat itulah hewan-hewan bermigrasi ke sana. Selama dua hari, wartawan Jawa Pos Tomy C. Gutomo menjelajahi taman nasional itu dan menginap di sebuah kamp di sana.
-------------------------------
LAPORAN DARI KENYA
-------------------------------
BELUM ke Afrika kalau tidak bersafari. Ada puluhan taman nasional di Kenya yang bisa digunakan untuk bersafari. Namun, tempat bersafari yang paling legendaris di Kenya adalah Masai Mara di wilayah Narok, Provinsi Rift Valley.
Letaknya sekitar 300 kilometer arah barat daya Nairobi, ibu kota Kenya. Nama Masai Mara didedikasikan bagi suku Masai yang banyak tinggal di sekitar kawasan tersebut dan dianggap berjasa melindungi kelestarian alam di sana.
Dari Nairobi, untuk sampai Masai Mara, harus berkendara hampir tujuh jam. Jaraknya sebenarnya hanya sekitar 300 km. Dari Nairobi ke pusat Kota Narok, perjalanan ditempuh dalam tiga jam. Jalannya mulus dan tidak macet. Rombongan tur biasanya berhenti di Narok untuk makan dan mengisi BBM.
Dari pusat Kota Narok ke Oloolaimutia Gate, jalannya tanah berbatu. Hanya mobil gardan ganda 4x4 yang bisa melintasinya. Selain itu, pengemudinya harus berpengalaman.
Beberapa jembatan sudah tidak utuh. Sangat tidak disarankan melewati jalur tersebut pada malam hari. Sebab, tidak ada penerangan sama sekali di sepanjang jalan.
Banyak biro travel yang menyediakan jasa bersafari ke Masai Mara. Karena musim liburan, harga paket safari ke Masai Mara juga melambung. Kalau biasanya yang termurah USD 200–250, untuk Juli–Oktober minimal USD 300 per orang.
Paketnya meliputi mobil van PP, tiket masuk Masai Mara National Reserve dua kali, dan menginap semalam di kamp. Kalau mau lebih nyaman, ada paket yang naik pesawat, menginap di hotel, dan naik mobil Land Rover.
Biayanya minimal USD 1.000 per orang. Pesawat akan take off dari Bandara Wilson, Nairobi, dan mendarat di dalam Masai Mara. Bisa jadi saat landing langsung disambut singa. Semua paketnya harus menginap. Sebab, tidak memungkinkan perjalanan di malam hari. Selain jalannya jelek dan tidak ada penerangan, juga rawan kejahatan dan binatang buas.
Menurut John Mwaura, manajer Kenyan Bush Expeditions Tour & Travel, idealnya bersafari ke Masai Mara adalah 3 hari 2 malam. Bahkan, kalau mau lebih puas, bisa mengambil paket 7 hari 6 malam. ”Masai Mara sangat luas. Tidak selesai dijelajahi dalam dua hari,” tutur Mwaura.
Luas wilayah Masai Mara 1.500 km persegi. Tapi, itu wilayah yang dilindungi saja. Wilayah sebenarnya jauh lebih luas. Hingga Tanzania, mencapai 25.000 km persegi.
Jawa Pos mengambil paket 2 hari 1 malam. Rombongan kami ada tujuh orang. Dua orang dari Spanyol, dua orang dari Belanda, dan masing-masing satu orang dari Inggris dan Amerika Serikat.
Mulai pukul 08.00 kami dijemput satu per satu di hotel. Tepat pukul 09.00, kami sudah meninggalkan Nairobi. Menjelang Narok, ada masalah pada kampas rem belakang mobil Toyota Hiace 4WD yang kami tumpangi. Onesmus, pengemudi kami, berhasil membereskan masalah itu dalam waktu 30 menit. Kami kemudian beristirahat makan siang di Kota Narok.
Perjalanan dilanjutkan setelah beristirahat sekitar 45 menit. ”Welcome to Africa,” teriak Onesmus ketika kami memasuki jalanan tanpa aspal, berbatu, dan berdebu. Mobil kami tak ber-AC.
Saat itu waktu menunjukkan pukul 13.30. Ketika semua kaca ditutup, panasnya bukan main. Bila dibuka, debunya menyeruak masuk ke kabin. Meski kondisi jalan seperti itu, Onesmus tetap mengemudi dengan kencang. ”Jalanan ini makanan saya sehari-hari,” katanya lantas tertawa.
Di sepanjang jalan kami sering melihat orang Masai, baik anak-anak maupun orang dewasa, menggembala ternak. Mereka melambaikan tangan kepada setiap rombongan turis yang lewat.
Di tengah perjalanan, kami berhenti lagi karena ada rombongan turis dari Italia yang kaca mobilnya pecah lantaran terkena lemparan batu anak Masai yang iseng. ”Itu anak-anak main ketapel,” kata Kyoko Limo, staf biro perjalanan yang ikut dalam rombongan kami. Dia bertugas menyiapkan makanan bagi kami selama bersafari.
Tepat pukul 16.00 kami tiba di Masai Mara. Onesmus langsung mengantar kami ke Enchoro Wildlife Camp. Di sana kami melakukan registrasi dan menurunkan tas. Setelah itu kembali ke mobil untuk bersafari.
Atap mobil kami sudah dibuka. Semua mobil safari memang dimodifikasi khusus agar bisa dibuka atapnya. Sehingga penumpangnya bisa berdiri dan melihat dengan bebas selama bersafari.
Jarak kamp dengan Oloolaimutia Gate hanya 1 km. Ada lima gate di Masai Mara National Reserve. Selain Oloolaimutia, ada Sekenani, Talek, Sand River, dan Oloololo. Yang paling mudah dijangkau dari Nairobi adalah Oloolaimutia dan Sekenani.
Antrean mobil safari yang akan masuk ke Masai Mara National Reserve cukup panjang. Onesmus mengumpulkan paspor kami dan berjalan kaki ke loket. Antrean itu dimanfaatkan para perempuan Masai untuk menawarkan aksesori khas Masai. Mereka mengerumuni mobil-mobil yang sedang berbaris menanti giliran masuk taman nasional.
Menurut Onesmus, hanya sopir berpengalaman yang boleh mengendarai mobil di dalam Masai Mara National Reserve. Juga tidak sembarang mobil boleh masuk. Kalau tidak berpengalaman, risiko tersesat sangat tinggi. Dan bila tersesatnya sampai malam, sangat berbahaya. Apalagi bila tidak didampingi pawang.
Ini bukan seperti Taman Safari di Bogor, Pasuruan, atau Bali yang ada treknya. Di dalam Masai Mara National Reserve yang terlihat hanyalah hamparan padang rumput yang sangat luas. Hewan-hewan hidup bebas di alam liar itu. Yang herbivor memakan tumbuhan di sini. Yang karnivor memakan binatang di sana. Tidak ada yang memberi makan seperti di Taman Safari.
Begitu masuk, Onesmus langsung menyalakan radio komunikasi. Radio itu terhubung dengan mobil-mobil safari yang ada di sana. Bila ada yang menemukan binatang buas, mereka mengumumkan melalui radio tersebut agar yang lain datang. ”Kami berbagi informasi dengan pengemudi lain,” kata Onesmus.
Waktu kami tidak banyak sore itu. Sebelum pukul 18.00, kami harus keluar dari Masai Mara National Reserve. Tapi lumayan, sore itu kami bisa melihat singa, cheetah, jerapah, rusa, kambing gunung, dan sekumpulan gajah. Tepat pukul 18.00 kami sudah tiba kembali di kamp untuk makan malam dan beristirahat. (*/bersambung/c9/ttg
Bulan Juli–Oktober adalah saat yang tepat untuk bersafari ke Masai Mara. Saat itulah hewan-hewan bermigrasi ke sana. Selama dua hari, wartawan Jawa Pos Tomy C. Gutomo menjelajahi taman nasional itu dan menginap di sebuah kamp di sana.
-------------------------------
LAPORAN DARI KENYA
-------------------------------
BELUM ke Afrika kalau tidak bersafari. Ada puluhan taman nasional di Kenya yang bisa digunakan untuk bersafari. Namun, tempat bersafari yang paling legendaris di Kenya adalah Masai Mara di wilayah Narok, Provinsi Rift Valley.
Letaknya sekitar 300 kilometer arah barat daya Nairobi, ibu kota Kenya. Nama Masai Mara didedikasikan bagi suku Masai yang banyak tinggal di sekitar kawasan tersebut dan dianggap berjasa melindungi kelestarian alam di sana.
Dari Nairobi, untuk sampai Masai Mara, harus berkendara hampir tujuh jam. Jaraknya sebenarnya hanya sekitar 300 km. Dari Nairobi ke pusat Kota Narok, perjalanan ditempuh dalam tiga jam. Jalannya mulus dan tidak macet. Rombongan tur biasanya berhenti di Narok untuk makan dan mengisi BBM.
Dari pusat Kota Narok ke Oloolaimutia Gate, jalannya tanah berbatu. Hanya mobil gardan ganda 4x4 yang bisa melintasinya. Selain itu, pengemudinya harus berpengalaman.
Beberapa jembatan sudah tidak utuh. Sangat tidak disarankan melewati jalur tersebut pada malam hari. Sebab, tidak ada penerangan sama sekali di sepanjang jalan.
Banyak biro travel yang menyediakan jasa bersafari ke Masai Mara. Karena musim liburan, harga paket safari ke Masai Mara juga melambung. Kalau biasanya yang termurah USD 200–250, untuk Juli–Oktober minimal USD 300 per orang.
Paketnya meliputi mobil van PP, tiket masuk Masai Mara National Reserve dua kali, dan menginap semalam di kamp. Kalau mau lebih nyaman, ada paket yang naik pesawat, menginap di hotel, dan naik mobil Land Rover.
Biayanya minimal USD 1.000 per orang. Pesawat akan take off dari Bandara Wilson, Nairobi, dan mendarat di dalam Masai Mara. Bisa jadi saat landing langsung disambut singa. Semua paketnya harus menginap. Sebab, tidak memungkinkan perjalanan di malam hari. Selain jalannya jelek dan tidak ada penerangan, juga rawan kejahatan dan binatang buas.
Menurut John Mwaura, manajer Kenyan Bush Expeditions Tour & Travel, idealnya bersafari ke Masai Mara adalah 3 hari 2 malam. Bahkan, kalau mau lebih puas, bisa mengambil paket 7 hari 6 malam. ”Masai Mara sangat luas. Tidak selesai dijelajahi dalam dua hari,” tutur Mwaura.
Luas wilayah Masai Mara 1.500 km persegi. Tapi, itu wilayah yang dilindungi saja. Wilayah sebenarnya jauh lebih luas. Hingga Tanzania, mencapai 25.000 km persegi.
Jawa Pos mengambil paket 2 hari 1 malam. Rombongan kami ada tujuh orang. Dua orang dari Spanyol, dua orang dari Belanda, dan masing-masing satu orang dari Inggris dan Amerika Serikat.
Mulai pukul 08.00 kami dijemput satu per satu di hotel. Tepat pukul 09.00, kami sudah meninggalkan Nairobi. Menjelang Narok, ada masalah pada kampas rem belakang mobil Toyota Hiace 4WD yang kami tumpangi. Onesmus, pengemudi kami, berhasil membereskan masalah itu dalam waktu 30 menit. Kami kemudian beristirahat makan siang di Kota Narok.
Perjalanan dilanjutkan setelah beristirahat sekitar 45 menit. ”Welcome to Africa,” teriak Onesmus ketika kami memasuki jalanan tanpa aspal, berbatu, dan berdebu. Mobil kami tak ber-AC.
Saat itu waktu menunjukkan pukul 13.30. Ketika semua kaca ditutup, panasnya bukan main. Bila dibuka, debunya menyeruak masuk ke kabin. Meski kondisi jalan seperti itu, Onesmus tetap mengemudi dengan kencang. ”Jalanan ini makanan saya sehari-hari,” katanya lantas tertawa.
Di sepanjang jalan kami sering melihat orang Masai, baik anak-anak maupun orang dewasa, menggembala ternak. Mereka melambaikan tangan kepada setiap rombongan turis yang lewat.
Di tengah perjalanan, kami berhenti lagi karena ada rombongan turis dari Italia yang kaca mobilnya pecah lantaran terkena lemparan batu anak Masai yang iseng. ”Itu anak-anak main ketapel,” kata Kyoko Limo, staf biro perjalanan yang ikut dalam rombongan kami. Dia bertugas menyiapkan makanan bagi kami selama bersafari.
Tepat pukul 16.00 kami tiba di Masai Mara. Onesmus langsung mengantar kami ke Enchoro Wildlife Camp. Di sana kami melakukan registrasi dan menurunkan tas. Setelah itu kembali ke mobil untuk bersafari.
Atap mobil kami sudah dibuka. Semua mobil safari memang dimodifikasi khusus agar bisa dibuka atapnya. Sehingga penumpangnya bisa berdiri dan melihat dengan bebas selama bersafari.
Jarak kamp dengan Oloolaimutia Gate hanya 1 km. Ada lima gate di Masai Mara National Reserve. Selain Oloolaimutia, ada Sekenani, Talek, Sand River, dan Oloololo. Yang paling mudah dijangkau dari Nairobi adalah Oloolaimutia dan Sekenani.
Antrean mobil safari yang akan masuk ke Masai Mara National Reserve cukup panjang. Onesmus mengumpulkan paspor kami dan berjalan kaki ke loket. Antrean itu dimanfaatkan para perempuan Masai untuk menawarkan aksesori khas Masai. Mereka mengerumuni mobil-mobil yang sedang berbaris menanti giliran masuk taman nasional.
Menurut Onesmus, hanya sopir berpengalaman yang boleh mengendarai mobil di dalam Masai Mara National Reserve. Juga tidak sembarang mobil boleh masuk. Kalau tidak berpengalaman, risiko tersesat sangat tinggi. Dan bila tersesatnya sampai malam, sangat berbahaya. Apalagi bila tidak didampingi pawang.
Ini bukan seperti Taman Safari di Bogor, Pasuruan, atau Bali yang ada treknya. Di dalam Masai Mara National Reserve yang terlihat hanyalah hamparan padang rumput yang sangat luas. Hewan-hewan hidup bebas di alam liar itu. Yang herbivor memakan tumbuhan di sini. Yang karnivor memakan binatang di sana. Tidak ada yang memberi makan seperti di Taman Safari.
Begitu masuk, Onesmus langsung menyalakan radio komunikasi. Radio itu terhubung dengan mobil-mobil safari yang ada di sana. Bila ada yang menemukan binatang buas, mereka mengumumkan melalui radio tersebut agar yang lain datang. ”Kami berbagi informasi dengan pengemudi lain,” kata Onesmus.
Waktu kami tidak banyak sore itu. Sebelum pukul 18.00, kami harus keluar dari Masai Mara National Reserve. Tapi lumayan, sore itu kami bisa melihat singa, cheetah, jerapah, rusa, kambing gunung, dan sekumpulan gajah. Tepat pukul 18.00 kami sudah tiba kembali di kamp untuk makan malam dan beristirahat. (*/bersambung/c9/ttg