KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Gagasan Gombong "melepaskan diri" dari Kebumen dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri bergulir di masyarakat. Sejumlah pihak pun angkat suara terkait wacana yang dilontarkan tokoh masyarakat Kebumen, Sutiman Raharjo tersebut.
Pengamat kebijakan Publik yang juga pakar Hukum Kebumen, Dr Drs Khambali MK SH MH menyesalkan adanya isu semacam itu. Isu semacam ini, kata Khambali justru tidak tepat. Bahkan hanya akan menimbulkan polemik berkepanjangan yang gilirannya membuat pemda Kebumen tidak produktif karena terjebak kepada fokus pemekaran.
Yang diperlukan masyarakat saat ini, kata Khambali, bukanlah isu pemekaran melainkan kesejahteraan hidup dan kehidupan rakyat. "(isu pemekaran wilayah )Istilahnya nggege mongso (prematur). Ini akan merugikan rakyat," katanya saat dimintai tanggapan soal itu, kemarin (4/7/2017).
Khambali malah mempertanyakan pihak-pihak yang menginginkan adanya pembentukan kota baru atau semacamnya dalam isu pemekaran wilayah ini. Seringkali, isu semacamini lebih cenderung tendensius dan memiliki kepentingan tertentu, diantaranya tendensi ntuk membuka lowongan jabatan.
"Dengan dibukanya kota baru, provinsi baru, maka akan terbuka lowongan jabatan legislatif dan eksekutif, juga yudikatif. Tanpa memandang seberapa sudah perlukah pemekaran daerah," ujar dia.
Ungkapan senada juga diungkapkan pengamat kebijakan publik Kebumen, Achmad Marzoeki. Apalagi, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan moratorium pembangunan daerah otonomi baru (DOB).
Pun demikian bila ada pihak-pihak yang menginginkan adanya pemekaran wilayah lantaran menganggap pembangunan di Kebumen stagnan, Achmad Marzoeki tidak sepakat. Kebumen tak bisa dibandingkan dengan kabupaten/kota di kawasan Jabodetabek. "Kalau mau membuat perbandingan, ya dengan daerah sekitarnya, wilayah eks Karesidenan Kedu dan eks Karesidenan Banyumas. Terlampau jauh membandingkan dengan wilayah Jabodetabek," kata pria yang akrab disapa Kang Juki itu.
"Penyakit perantau yang merasakan kemajuan pembangunan di daerah perantauan lalu serta merta membandingkan dengan kampung halamannya," sindir Kang Juki.
Masih kata dia, pembangunan di Kebumen tidaklah seburuk anggapan sejumlah pihak. Bilapun belum sesuai harapan sebagian masyarakat, harus dilihat dari banyak faktor. "Sebagai orang yang juga merantau, saya melihat Kebumen sudah banyak berkembang. Bahwa pekembangannya tidak secepat dibandingkan dengan daerah lain dipengaruhi banyak faktor," ujarnya.
Baca juga:
(Muncul Wacana Gombong Berdiri Sendiri Jadi Kotamadya)
Seperti diberitakan, tokoh Kebumen barat Sutiman Raharjo melontarkan gagasan pembentukan Gombong sebagai wilayah pemerintahan sendiri. Yakni sebagai Pemkot yang dipimpin seorang walikota. Sutiman berargumentasi, pemekaran wilayah ini perlu dilakukan untuk mempercepat pembangunan di Kebumen yang saat ini dinilai stagnan.
Terlebih, wacana Gombong sebagai pemerintahan sendiri lantaran wilayah Kebumen Barat dinilai sudah memenuhi sejumlah persyaratan seperti tertuang dalam Undang-undan Pemerintah daerah nomor 23 tahun 2014 juncto nomor 9 tahun 2015. Diantaranya syarat minimal jumlah kecamatan dan potensi sumber daya yang ada. (cah)
Pengamat kebijakan Publik yang juga pakar Hukum Kebumen, Dr Drs Khambali MK SH MH menyesalkan adanya isu semacam itu. Isu semacam ini, kata Khambali justru tidak tepat. Bahkan hanya akan menimbulkan polemik berkepanjangan yang gilirannya membuat pemda Kebumen tidak produktif karena terjebak kepada fokus pemekaran.
Yang diperlukan masyarakat saat ini, kata Khambali, bukanlah isu pemekaran melainkan kesejahteraan hidup dan kehidupan rakyat. "(isu pemekaran wilayah )Istilahnya nggege mongso (prematur). Ini akan merugikan rakyat," katanya saat dimintai tanggapan soal itu, kemarin (4/7/2017).
Khambali malah mempertanyakan pihak-pihak yang menginginkan adanya pembentukan kota baru atau semacamnya dalam isu pemekaran wilayah ini. Seringkali, isu semacamini lebih cenderung tendensius dan memiliki kepentingan tertentu, diantaranya tendensi ntuk membuka lowongan jabatan.
"Dengan dibukanya kota baru, provinsi baru, maka akan terbuka lowongan jabatan legislatif dan eksekutif, juga yudikatif. Tanpa memandang seberapa sudah perlukah pemekaran daerah," ujar dia.
Ungkapan senada juga diungkapkan pengamat kebijakan publik Kebumen, Achmad Marzoeki. Apalagi, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan moratorium pembangunan daerah otonomi baru (DOB).
Pun demikian bila ada pihak-pihak yang menginginkan adanya pemekaran wilayah lantaran menganggap pembangunan di Kebumen stagnan, Achmad Marzoeki tidak sepakat. Kebumen tak bisa dibandingkan dengan kabupaten/kota di kawasan Jabodetabek. "Kalau mau membuat perbandingan, ya dengan daerah sekitarnya, wilayah eks Karesidenan Kedu dan eks Karesidenan Banyumas. Terlampau jauh membandingkan dengan wilayah Jabodetabek," kata pria yang akrab disapa Kang Juki itu.
"Penyakit perantau yang merasakan kemajuan pembangunan di daerah perantauan lalu serta merta membandingkan dengan kampung halamannya," sindir Kang Juki.
Masih kata dia, pembangunan di Kebumen tidaklah seburuk anggapan sejumlah pihak. Bilapun belum sesuai harapan sebagian masyarakat, harus dilihat dari banyak faktor. "Sebagai orang yang juga merantau, saya melihat Kebumen sudah banyak berkembang. Bahwa pekembangannya tidak secepat dibandingkan dengan daerah lain dipengaruhi banyak faktor," ujarnya.
Baca juga:
(Muncul Wacana Gombong Berdiri Sendiri Jadi Kotamadya)
Seperti diberitakan, tokoh Kebumen barat Sutiman Raharjo melontarkan gagasan pembentukan Gombong sebagai wilayah pemerintahan sendiri. Yakni sebagai Pemkot yang dipimpin seorang walikota. Sutiman berargumentasi, pemekaran wilayah ini perlu dilakukan untuk mempercepat pembangunan di Kebumen yang saat ini dinilai stagnan.
Terlebih, wacana Gombong sebagai pemerintahan sendiri lantaran wilayah Kebumen Barat dinilai sudah memenuhi sejumlah persyaratan seperti tertuang dalam Undang-undan Pemerintah daerah nomor 23 tahun 2014 juncto nomor 9 tahun 2015. Diantaranya syarat minimal jumlah kecamatan dan potensi sumber daya yang ada. (cah)