JAKARTA – Lima orang korban lain yang terlibat dalam kecelakaan Heli HR 3602 milik Badan SAR Nasional (Basarnas) berhasil dievakuasi. Seluruh korban juga sudah diserahterimahkan. Selanjutnya, tim gabungan tengah fokus pada proses investigasi.
Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Muhammad Syaugi menuturkan, seluruh korban berhasil dievakuasi ke RSUD Temanggung pada Senin (3/7) pukul 03.00 WIB. Usai dari sana, korban langsung dipindahkan ke RS Bhayangkara Semarang. ”Pukul 04.00 WIB sudah di Semarang dan diserahterimakan jenazah ke pihak keluarga,” tuturnya pada koran ini, kemarin (3/7).
Syaugi menyampaikan duka mendalam atas kecelakaan yang terjadi. Atas perjuangan seluruh korban dalam melaksanakan tugas kemanusiaan ini, ia akan meminta secara khusus agar para personil diberi kenaikan pangkat. ”Saya sampaikan khusus personil Basarnas, akan kami usulkan dan kami yakinkan untuk dinaikkan pangkat satu tingkat lebih tinggi. Untuk personil AL akan kami akan diusulkan kenaikan pangkat juga,” ujarnya.
Proses evakuasi para korban ini tentunya tak mudah. Direktur Operasi dan Latihan Basarnas Brigadir Jenderal TNI (Mar) Ivan Ahmad Riski Titus mengatakan, tim harus ekstra hati-hati lantaran medan yang sulit. Belum lagi jalan yang licin usai diguyur hujan. Meski begitu, kondisi ini tidak menyurutkan tekad tim evakuasi untuk tetap naik.
”Jarak dari TKP ke desa terdekat itu sekitar 5 Kilometer. Tim harus berjalan sekitar 1,5 jam menggendong korban sampai posko terdekat,” tuturnya.
Proses evakuasi sendiri dimulai pada pukul 19.00 WIB. Tim dari Kantor SAR Jogjakarta dan Semarang tiba lebih awal, yang kemudian disusul tim pusat. Setelah berhasil mengevakuasi tiga orang korban sebelumnya, tim kemudian mulai mengeluarkan satu persatu korban lainnya yang berada di badan heli jenis Dolphin tersebut. Hingga akhirnya, korban mulai dibawah turun satu persatu ke desa terdekat pada pukul 22.00 WIB.
”Kondisi semua bisa dikenali, meski Kapten Pilot Kapten Laut Haryanto dan co pilot Kapten Laut Li Solihin dalam kondisi terjepit. Karena memang tidak ada ledakan. Hanya percikan kecil,” jelasnya.
Disingung soal penyebab kecelakaan, Ivan mengaku masih dalam penyelidikan. Saat ini tim gabungan dari Basarnas, TNI AL dan Komiten Nasioal Keselamatan Transportasi (KNKT) sudah di lokasi dan mulai proses investigasi. Cockpit voice recorder (CVR) pun sudah diamankan pada pukul 01.00 WIB untuk kemudian digunakan untuk membantu proses investigasi. ”Ini masih berproses. Tapi dugaan sementara karena kabut. Dari laporan masyarakat, kabut lebat saat kejadian,” jelasnya.
Memang, kata dia, kondisi cuaca di Semarang dan Dieng dilaporkan cerah. BMKG pun melaporkan cuaca clear. Karenanya, delapan orang tersebut diizinkan terbang. ”Sudah diperkirakan, dengan jarak 32 NM, tim bisa sampai sekitar 20 menit,” ungkapnya.
Pengamat penerbangan Alvin Lie turut mengamini besarnya peran cuaca dalam penerbangan. Apalagi di wilayah pegunungan yang begitu cepat berubah situasinya. “Beda satu lokasi atau jarak berapa meter tidak berjauhan saja bisa berbeda. Kemungkinan kabut dan hujan membatasi pandangan,”tuturnya. Begitu jarak pandang menurun, maka operasional bisa langsung terganggu karena heli terbang berdasar navigasi visual (Visual flight rule).
Belum lagi dengan pola angin dan tekanan udara yang juga turut mempengaruhi. Unsure tekanan angin berputar/ rotor misalnya. Adanya kondisi ini bisa menekan pesawat kebawah. Pesawat bisa kehilangan ketinggian dan sangat berat untuk naik/ menambah ketinggian. “Jika heli terbang diantara celah-celah gunung, ada resiko tertekan rotor sehingga sulit menambah ketinggian,” jelasnya.
Dalam kondisi perubahan cuaca mendadak berkabut tersebut, lanjut dia, berdasarkan SOP yang ada maka heli harus mendarat di ruang terbuka terdekat dan menunggu hingga kabut berlalu. Sehingga, jarak pandang kembali terbuka. ”Mungkin pilot sudah berupaya mencari ruang terbuka untuk mendarat, namun keburu menabrak tebing atau baling-baling heli menyebtuh pohon/tebing. Sehingga heli jatuh,” paparnya.
Selain faktor cuaca, Anggota Ombudsman RI itu pun turut menyoroti kondisi pilot sebelum terbang. Pasalnya, faktor kelelahan juga bisa turut mempengaruhi penerbangan.
Menjawab hal itu, Ivan menyampaikan, bahwa sebelumnya pilot memang tengah bertugas di Grinsing untuk posko mudik lebaran. Pilot bersama kru lainnya, bertugas mulai tanggal 30 Juni- 4 Juli secara bergantian. Mereka masuk pada shift kedua usai lebaran.
Kendati demikian, Ivan menampik bila pilot kurang istirahat. Menurutnya, meski tim harus standby di lokasi, namun pembagian jaga tetap dibagi menjadi dua sesi. Sehingga,saat tim I berjaga maka tim lainnya beristirahat.
”Nah paginya memang pilot dan heli berpatroli. Dia berangkat pukul 06.00 WIB dari Bandara A. Yani menuju Gringsing Exit kemudian ke Brebes Exit hingga akhirnya landing kembali di Gringsing,” jelasnya.
Selain itu, Ivan memastikan bahwa kondisi heli pun dalam keadaan prima. Basarnas sendiri memiliki empat jenis heli Dolphin ini. Yakni HR 3601 dan 3602 yang kru SARnya berasal dari TNI AL dan bermarkas di Juanda, Sidorajo. Kemudian, ada HR 3603 dan 3604 dipercayakan ke TNI AU. (mia)
Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Muhammad Syaugi menuturkan, seluruh korban berhasil dievakuasi ke RSUD Temanggung pada Senin (3/7) pukul 03.00 WIB. Usai dari sana, korban langsung dipindahkan ke RS Bhayangkara Semarang. ”Pukul 04.00 WIB sudah di Semarang dan diserahterimakan jenazah ke pihak keluarga,” tuturnya pada koran ini, kemarin (3/7).
Syaugi menyampaikan duka mendalam atas kecelakaan yang terjadi. Atas perjuangan seluruh korban dalam melaksanakan tugas kemanusiaan ini, ia akan meminta secara khusus agar para personil diberi kenaikan pangkat. ”Saya sampaikan khusus personil Basarnas, akan kami usulkan dan kami yakinkan untuk dinaikkan pangkat satu tingkat lebih tinggi. Untuk personil AL akan kami akan diusulkan kenaikan pangkat juga,” ujarnya.
Proses evakuasi para korban ini tentunya tak mudah. Direktur Operasi dan Latihan Basarnas Brigadir Jenderal TNI (Mar) Ivan Ahmad Riski Titus mengatakan, tim harus ekstra hati-hati lantaran medan yang sulit. Belum lagi jalan yang licin usai diguyur hujan. Meski begitu, kondisi ini tidak menyurutkan tekad tim evakuasi untuk tetap naik.
”Jarak dari TKP ke desa terdekat itu sekitar 5 Kilometer. Tim harus berjalan sekitar 1,5 jam menggendong korban sampai posko terdekat,” tuturnya.
Proses evakuasi sendiri dimulai pada pukul 19.00 WIB. Tim dari Kantor SAR Jogjakarta dan Semarang tiba lebih awal, yang kemudian disusul tim pusat. Setelah berhasil mengevakuasi tiga orang korban sebelumnya, tim kemudian mulai mengeluarkan satu persatu korban lainnya yang berada di badan heli jenis Dolphin tersebut. Hingga akhirnya, korban mulai dibawah turun satu persatu ke desa terdekat pada pukul 22.00 WIB.
”Kondisi semua bisa dikenali, meski Kapten Pilot Kapten Laut Haryanto dan co pilot Kapten Laut Li Solihin dalam kondisi terjepit. Karena memang tidak ada ledakan. Hanya percikan kecil,” jelasnya.
Disingung soal penyebab kecelakaan, Ivan mengaku masih dalam penyelidikan. Saat ini tim gabungan dari Basarnas, TNI AL dan Komiten Nasioal Keselamatan Transportasi (KNKT) sudah di lokasi dan mulai proses investigasi. Cockpit voice recorder (CVR) pun sudah diamankan pada pukul 01.00 WIB untuk kemudian digunakan untuk membantu proses investigasi. ”Ini masih berproses. Tapi dugaan sementara karena kabut. Dari laporan masyarakat, kabut lebat saat kejadian,” jelasnya.
Memang, kata dia, kondisi cuaca di Semarang dan Dieng dilaporkan cerah. BMKG pun melaporkan cuaca clear. Karenanya, delapan orang tersebut diizinkan terbang. ”Sudah diperkirakan, dengan jarak 32 NM, tim bisa sampai sekitar 20 menit,” ungkapnya.
Pengamat penerbangan Alvin Lie turut mengamini besarnya peran cuaca dalam penerbangan. Apalagi di wilayah pegunungan yang begitu cepat berubah situasinya. “Beda satu lokasi atau jarak berapa meter tidak berjauhan saja bisa berbeda. Kemungkinan kabut dan hujan membatasi pandangan,”tuturnya. Begitu jarak pandang menurun, maka operasional bisa langsung terganggu karena heli terbang berdasar navigasi visual (Visual flight rule).
Belum lagi dengan pola angin dan tekanan udara yang juga turut mempengaruhi. Unsure tekanan angin berputar/ rotor misalnya. Adanya kondisi ini bisa menekan pesawat kebawah. Pesawat bisa kehilangan ketinggian dan sangat berat untuk naik/ menambah ketinggian. “Jika heli terbang diantara celah-celah gunung, ada resiko tertekan rotor sehingga sulit menambah ketinggian,” jelasnya.
Dalam kondisi perubahan cuaca mendadak berkabut tersebut, lanjut dia, berdasarkan SOP yang ada maka heli harus mendarat di ruang terbuka terdekat dan menunggu hingga kabut berlalu. Sehingga, jarak pandang kembali terbuka. ”Mungkin pilot sudah berupaya mencari ruang terbuka untuk mendarat, namun keburu menabrak tebing atau baling-baling heli menyebtuh pohon/tebing. Sehingga heli jatuh,” paparnya.
Selain faktor cuaca, Anggota Ombudsman RI itu pun turut menyoroti kondisi pilot sebelum terbang. Pasalnya, faktor kelelahan juga bisa turut mempengaruhi penerbangan.
Menjawab hal itu, Ivan menyampaikan, bahwa sebelumnya pilot memang tengah bertugas di Grinsing untuk posko mudik lebaran. Pilot bersama kru lainnya, bertugas mulai tanggal 30 Juni- 4 Juli secara bergantian. Mereka masuk pada shift kedua usai lebaran.
Kendati demikian, Ivan menampik bila pilot kurang istirahat. Menurutnya, meski tim harus standby di lokasi, namun pembagian jaga tetap dibagi menjadi dua sesi. Sehingga,saat tim I berjaga maka tim lainnya beristirahat.
”Nah paginya memang pilot dan heli berpatroli. Dia berangkat pukul 06.00 WIB dari Bandara A. Yani menuju Gringsing Exit kemudian ke Brebes Exit hingga akhirnya landing kembali di Gringsing,” jelasnya.
Selain itu, Ivan memastikan bahwa kondisi heli pun dalam keadaan prima. Basarnas sendiri memiliki empat jenis heli Dolphin ini. Yakni HR 3601 dan 3602 yang kru SARnya berasal dari TNI AL dan bermarkas di Juanda, Sidorajo. Kemudian, ada HR 3603 dan 3604 dipercayakan ke TNI AU. (mia)