BEKASI – Sistem pendidikan vokasi di Jerman benar-benar menginspirasi Indonesia. Karena itu, Presioden Joko Widodo meminta sekolah kejuruan di Indonesia, khsusunya SMK, lebih fokus pada bidang-bisang yang benar-bnenar dibutuhkan industri. Dengan demikian, lulusannya bisa langsung terserap oleh dunia kerja.
Hal itu disampaikan Presiden saat meluncurkan program vokasi link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri untuk wilayah Jawa Barat kemarin (28/7). Peluncuran itu bertempat di kompleks PT Astra Otoparts di Cikarang, Bekasi. Astra Otoparts menjadi salah satu perusahaan yang terlibat dalam kerjasama dengan SMK.
Sebelumnya, program serupa telah diluncurkan di tiga provinsi. Yakni, Jatim, Jateng, dan DIJ dengan melibatkan 167 industri dan 626 SMK. Sementara, untuk Jawa Barat yang kemarin diresmikan, melibatkan kerjasama antara 141 industri dan 393 SMK.
Presiden mengingatkan, kurikulum untuk SMK seharusnya lebih fleksibel dan tidak terjebak pada kurikulum lama. Dia mencontohkan dua jurusan legendaries di SMK sejak masih bernama Sekolah Teknik Menengah (STM). ’’Kalau masuk ke bangunan seharusnya langsung ke jurusan jendela, pintu, yang saya lihat di Jerman seperti itu (spesifik),’’ ujarnya.
SMK juga harus benar-benar melihat kebutuhan pasar bila ingin mebuka jurusan. Misalnya, teknik ototronik, pengawasan, teknik konstruksi, teknik baja, atau bahkan animasi yang sekarang menjadi tren. Itulah fungsi link and match antara SMK dengan industri. Karena itu, dia mengapresiasi banyaknya industri yang berpartisipasi dan bekerja sama dengan SMK. Sebab, pada dasarnya kualitas SDM muda Indonesia tidak kalah dengan negara lain.
Dia juga mengapresiasi juruisan-jurusan di SMK yang mulai menyesuaikan dnegan kebutuhan pasar, meski belum seluruhnya. Dia sudah meminta Mendikbud dan Menperin untuk bekerjasama dalam skala yang lebih besar lagi dengan industri, dan lebih merata di seluruh tanah air. ’’Sehingga anak-anak kita disiapkan betul untuk masuk ke industri dalam posisi yang siap pakai,’’ tambahnya.
Sementara itu, Menperin Airlangga Hartarto menuturkan, program link and match itu memang bertujuan menyiapkan SDM untuk menunjang produktivitas industri nasional. ’’Jadi, orientasinya pada kebutuhan pasar kerja atau demand driven,’’ terangnya.
Secara keseluruhan, saat ini program tersebut melibatkan 1019 SMK dan 308 industri. Baik untuk Jatim, Jateng, DIJ, dan Jabar. “Sebagian SMK dibina oleh lebih dari satu perusahaan, sesuai dengan program keahlian yang dimiliki,” tutur Airlangga. Selanjutnya, program itu secara bertahap akan dilanjutkan di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Sumatera.
Grup Astra Otoparts sebagai tuan rumah juga berencana untuk mempererat hubungan kerjasama dengan 71 SMK di Jawa Barat melalui 17 anak perusahaan Astra Otoparts. "Keunggulan negara-negara maju itu karena UKM-nya jalan. Hal itu disebabkan pendidikan vokasinya berjalan. Di Jerman, sekolah vokasi itu bisa sampai tiga tahun. Proporsinya, 70% magang dan 30% teori," ujar Presiden Direktur Astra International Prijono Sugiarto.
Upaya link and match antara SMK dan industri tersebut juga disambut antusias oleh sekolah-sekolah kejuruan yang terlibat dalam program.
"Tentu kami sangat menyambut baik. Kami jadi bisa menyiapkan lulusan-lulusan yang memiliki kompetensi untuk masuk di dunia industri. Selama ini itu yang menjadi kendala, lulusan-lulusan SMK cukup sulit untuk menembus industri. Di posisi tersebut kami khawatir kurikulum yang diberikan sudah tidak match dengan kebutuhan industri," ujar Kepala Sekolah SMK Wikrama Bogor Iin Mulyani.
Sampai 2019, Kemenperin menargetkan program pendidikan vokasi industri diikuti 1.775 SMK dan 355 industri. Jumlah lulusan yang dihasilkan diharapkan mencapai 845.000 orang dan tersertifikasi. “Sebagai tindak lanjutnya, telah dilakukan penyelarasan kurikulum dan silabus sesuai dengan kebutuhan industri, serta penyusunan modul pembelajaran untuk 25 kompetensi keahlian bidang industri, dan telah disampaikan hasilnya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” pungkas Airlangga. (byu/agf)
Hal itu disampaikan Presiden saat meluncurkan program vokasi link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri untuk wilayah Jawa Barat kemarin (28/7). Peluncuran itu bertempat di kompleks PT Astra Otoparts di Cikarang, Bekasi. Astra Otoparts menjadi salah satu perusahaan yang terlibat dalam kerjasama dengan SMK.
Sebelumnya, program serupa telah diluncurkan di tiga provinsi. Yakni, Jatim, Jateng, dan DIJ dengan melibatkan 167 industri dan 626 SMK. Sementara, untuk Jawa Barat yang kemarin diresmikan, melibatkan kerjasama antara 141 industri dan 393 SMK.
Presiden mengingatkan, kurikulum untuk SMK seharusnya lebih fleksibel dan tidak terjebak pada kurikulum lama. Dia mencontohkan dua jurusan legendaries di SMK sejak masih bernama Sekolah Teknik Menengah (STM). ’’Kalau masuk ke bangunan seharusnya langsung ke jurusan jendela, pintu, yang saya lihat di Jerman seperti itu (spesifik),’’ ujarnya.
SMK juga harus benar-benar melihat kebutuhan pasar bila ingin mebuka jurusan. Misalnya, teknik ototronik, pengawasan, teknik konstruksi, teknik baja, atau bahkan animasi yang sekarang menjadi tren. Itulah fungsi link and match antara SMK dengan industri. Karena itu, dia mengapresiasi banyaknya industri yang berpartisipasi dan bekerja sama dengan SMK. Sebab, pada dasarnya kualitas SDM muda Indonesia tidak kalah dengan negara lain.
Dia juga mengapresiasi juruisan-jurusan di SMK yang mulai menyesuaikan dnegan kebutuhan pasar, meski belum seluruhnya. Dia sudah meminta Mendikbud dan Menperin untuk bekerjasama dalam skala yang lebih besar lagi dengan industri, dan lebih merata di seluruh tanah air. ’’Sehingga anak-anak kita disiapkan betul untuk masuk ke industri dalam posisi yang siap pakai,’’ tambahnya.
Sementara itu, Menperin Airlangga Hartarto menuturkan, program link and match itu memang bertujuan menyiapkan SDM untuk menunjang produktivitas industri nasional. ’’Jadi, orientasinya pada kebutuhan pasar kerja atau demand driven,’’ terangnya.
Secara keseluruhan, saat ini program tersebut melibatkan 1019 SMK dan 308 industri. Baik untuk Jatim, Jateng, DIJ, dan Jabar. “Sebagian SMK dibina oleh lebih dari satu perusahaan, sesuai dengan program keahlian yang dimiliki,” tutur Airlangga. Selanjutnya, program itu secara bertahap akan dilanjutkan di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Sumatera.
Grup Astra Otoparts sebagai tuan rumah juga berencana untuk mempererat hubungan kerjasama dengan 71 SMK di Jawa Barat melalui 17 anak perusahaan Astra Otoparts. "Keunggulan negara-negara maju itu karena UKM-nya jalan. Hal itu disebabkan pendidikan vokasinya berjalan. Di Jerman, sekolah vokasi itu bisa sampai tiga tahun. Proporsinya, 70% magang dan 30% teori," ujar Presiden Direktur Astra International Prijono Sugiarto.
Upaya link and match antara SMK dan industri tersebut juga disambut antusias oleh sekolah-sekolah kejuruan yang terlibat dalam program.
"Tentu kami sangat menyambut baik. Kami jadi bisa menyiapkan lulusan-lulusan yang memiliki kompetensi untuk masuk di dunia industri. Selama ini itu yang menjadi kendala, lulusan-lulusan SMK cukup sulit untuk menembus industri. Di posisi tersebut kami khawatir kurikulum yang diberikan sudah tidak match dengan kebutuhan industri," ujar Kepala Sekolah SMK Wikrama Bogor Iin Mulyani.
Sampai 2019, Kemenperin menargetkan program pendidikan vokasi industri diikuti 1.775 SMK dan 355 industri. Jumlah lulusan yang dihasilkan diharapkan mencapai 845.000 orang dan tersertifikasi. “Sebagai tindak lanjutnya, telah dilakukan penyelarasan kurikulum dan silabus sesuai dengan kebutuhan industri, serta penyusunan modul pembelajaran untuk 25 kompetensi keahlian bidang industri, dan telah disampaikan hasilnya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” pungkas Airlangga. (byu/agf)