KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Wacana Gombong "melepaskan diri" dari Kebumen menjadi polemik. Menyikapi wacana ini, Wakil Bupati Kebumen KH Yazid Mahfudz memilih menyerahkan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) Republik Indonesia.
“Terkait pemekaran itu bukan kewenangan pemerintah daerah, melainkan Mendagri,” tuturnya, ditemui baru-baru ini.
Menanggapi adanya wacana yang terus bergulir itu, KH Yazid Mahfudz mengatakan, untuk melaksanakan pemekaran wilayah diperlukan kajian akademik secara mendalam. Hal itu juga membutuhkan proses waktu yang lama. “Mendagrilah yang akan mengkaji dan menentukan apakah sebuah daerah layak untuk pemekaran atau tidak,” tegasnya.
Jika dilihat dari kondisi Kebumen, lanjut Yazid, kabupaten yang lebih besar seperti Cilacap dan Banyumas tentunya lebih layak untuk mekar. Padahal kedua kabupaten tersebut hingga juga belum melakukan pemekaran wilayah. Kendati demikian yang berhak menentukan layak atau tidak bukanlah Pemkab.
“Jika memang setelah dilakukan kajian ternyata memenuhi syarat dan Mendagri kemudian memutuskan untuk mekar, tentunya pemerintah daerah tidak dapat berbuat apa. Untuk itu terkait persoalan tersebut terserah Mendagri saja,” jelasnya.
Seperti pernah diberitakan, gagasan pembentukan Gombong sebagai wilayah pemerintah sendiri dilontarkan oleh salah satu tokoh masyarakat dari Kebumen Sutiman Raharjo. Gagasan tersebut disampaikan dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan Kebumen yang kini dinilai stagnan. Gombong dan sekitarnya akan menjadi pemerintah kota yang dipimpin oleh wali kota.
Adanya wacana tersebut juga mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak. Bukan hanya itu adanya wacana tersebut, juga sempat memunculkan Polling Gombong memisahkan diri pada salah satu media sosial. Dukungan adanya pemekaran tersebut disampaikan oleh salah satu tokoh Kebumen Barat, Sarijan SH MBA.
Kendati demikian terdapat pula pihak yang tidak setuju dengan wacana tersebut, salah satunya yakni Sigit Tri Prabowo (48) warga Gombong. Menurutnya saat ini pemekaran bukan menjadi hal urgen karena masih banyak yang perlu dibenahi dan dikembangkan. “Pemekaran wilayah, apalagi dengan latar belakang berpikir satu daerah menjadi beban daerah yang lain akan menjadi kontraproduktif jika dijadikan pijakan kebijakan,” ucapnya. (mam)
“Terkait pemekaran itu bukan kewenangan pemerintah daerah, melainkan Mendagri,” tuturnya, ditemui baru-baru ini.
Menanggapi adanya wacana yang terus bergulir itu, KH Yazid Mahfudz mengatakan, untuk melaksanakan pemekaran wilayah diperlukan kajian akademik secara mendalam. Hal itu juga membutuhkan proses waktu yang lama. “Mendagrilah yang akan mengkaji dan menentukan apakah sebuah daerah layak untuk pemekaran atau tidak,” tegasnya.
Jika dilihat dari kondisi Kebumen, lanjut Yazid, kabupaten yang lebih besar seperti Cilacap dan Banyumas tentunya lebih layak untuk mekar. Padahal kedua kabupaten tersebut hingga juga belum melakukan pemekaran wilayah. Kendati demikian yang berhak menentukan layak atau tidak bukanlah Pemkab.
“Jika memang setelah dilakukan kajian ternyata memenuhi syarat dan Mendagri kemudian memutuskan untuk mekar, tentunya pemerintah daerah tidak dapat berbuat apa. Untuk itu terkait persoalan tersebut terserah Mendagri saja,” jelasnya.
Seperti pernah diberitakan, gagasan pembentukan Gombong sebagai wilayah pemerintah sendiri dilontarkan oleh salah satu tokoh masyarakat dari Kebumen Sutiman Raharjo. Gagasan tersebut disampaikan dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan Kebumen yang kini dinilai stagnan. Gombong dan sekitarnya akan menjadi pemerintah kota yang dipimpin oleh wali kota.
Adanya wacana tersebut juga mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak. Bukan hanya itu adanya wacana tersebut, juga sempat memunculkan Polling Gombong memisahkan diri pada salah satu media sosial. Dukungan adanya pemekaran tersebut disampaikan oleh salah satu tokoh Kebumen Barat, Sarijan SH MBA.
Kendati demikian terdapat pula pihak yang tidak setuju dengan wacana tersebut, salah satunya yakni Sigit Tri Prabowo (48) warga Gombong. Menurutnya saat ini pemekaran bukan menjadi hal urgen karena masih banyak yang perlu dibenahi dan dikembangkan. “Pemekaran wilayah, apalagi dengan latar belakang berpikir satu daerah menjadi beban daerah yang lain akan menjadi kontraproduktif jika dijadikan pijakan kebijakan,” ucapnya. (mam)